Baru Posting Langsung Muncul di Halaman Pertama Google ! Ini Cara Singkatnya

Baru Posting Langsung Muncul di Halaman Pertama Google ! Ini Cara Singkatnya

Baru Posting Langsung Muncul di Halaman Pertama Google

GUSTANI.ID - Bagi blogger ada kepuasan tersendiri jika postingannya di blog terindeks alias nongol di halaman pertama Google, apalagi jika nangkring di posisi nomor wahid. Artinya postingan kita disenangi oleh pembaca yang budiman...hehe

Namun kadang tuk nagkring di halaman pertama google tidak lah mudah, karena persaingan juga ketat dengan postingan orang lain. Apalagi bagi blogger pemula. Tapi ternyata ada cara singkat dan sederhana agar postingan blog kita cepat nangkring di halaman google, bahkan bisa langsung menyodok ke halaman pertama dan di posisi teratas. 

Caranya sangat simpel, saya sudah coba praktekkan pada beberapa postingan saya di blog ini. Yang terbaru saya coba pakai postingan sebelum ini yang berjudul "Jenis dan Contoh Laporan Keuangan Lembaga Zakat" . Tulisan ini baru saya posting 10 menitan yang lalu, eh pas dicek di google langsung nongkrong di halaman pertama dan ajaibnya langsung di posisi pertama. 




Berikut ini caranya :

1. Buat postingan pada blog yang anda miliki. Buatlah tulisan dengan judul yang sederhana dan menarik untuk dibaca. Isi tulisan dibuat senatural mungkin hasil pemikiran anda. 


2. Copy alamat url tulisan yang sudah anda posting. 

3. Lanjut ke GOOGLE WEBMASTER - Klik SEARCH CONSOLE





4. Tambahkan dulu alamat web anda dengan klik TAMBAHKAN PROPERTI. (angka 1)

5. Jika blog anda sudah terdaftar di SEARCH CONSOLE, maka langkah selanjutnya adalah mendaftarkan postingan anda agar terindeks google. Klik INSPEKSI URL (angka 2), lalu paste kan alamat URL postingan anda, dan ENTER.



6. Proses..... tunggu sebentar.

7. Lalu klik MINTA PENGINDEKSAN - tunggu sebentar,,,, akan ada pesan PENGINDEKSAN DIMINTA --- artinya postingan anda sudah terindeks di google.

8. Coba anda cek postingan anda di Google, dengan kata kunci sama dengan judul postingan anda. Semoga bisa langsung muncul di halaman Google. 


CATATAN :

Tidak semua postingan langsung disetujui untuk terindeks di Google, dan kalau diterima pun tidak juga langsung muncul di halaman pertama. Tapi paling minimal dengan langkah ini, postingan kita bisa terindeks di google. 

SELAMAT MENCOBA !

BELI DOMAIN MURAH DAN TERPERCAYA DISINI YA 

Jenis dan Contoh Laporan Keuangan Lembaga Zakat

Jenis dan Contoh Laporan Keuangan Lembaga Zakat


Tulisan Telah diupdate pada 10 Oktober 2022

GUSTANI.ID - Lembaga Zakat adalah lembaga yang berwenang melakukan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya. Lembaga Zakat yang dibentuk pemerintah disebut Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), sedang lembaga zakat yang dibentuk masyarakat disebut Lembaga Amil Zakat (LAZ). 

Landasan hukum lembaga zakat adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. 

Aktivitas pengelolaan zakat oleh lembaga zakat meliputi kegiatan pengumpulan, pendistribusian, pendayagunaan, dan pelaporan dana zakat, infak, dan sedekah yang dikelola. 

Salah satu bentuk pelaporan lembaga zakat adalah penyajian laporan keuangan berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku. PSAK yang mengatur transaksi zakat dan infak/sedekah pada lembaga zakat adalah PSAK 109 Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah

Jenis Laporan Keuangan Lembaga Zakat

Berdasarkan PSAK 101 Penyajian Laporan Keuangan Syariah pada lembar Lampiran laporan keuangan lembaga zakat terdiri dari 5 jenis yaitu :
  1. Laporan Posisi Keuangan
  2. Laporan Perubahan Dana
  3. Laporan Perubahan Aset Kelolaan
  4. Laporan Arus Kas
  5. Catatan Atas Laporan keuangan


Contoh Laporan Keuangan Lembaga Zakat

Contoh riil laporan keuangan lembaga zakat bisa dilihat pada laporan keuangan yang dipublikasi oleh lembaga zakat, seperti BAZNAS, Dompet Dhuafa, dan Rumah Zakat.

1. Laporan Posisi Keuangan

Laporan Posisi Keuangan OPZ terdiri dari tiga unsur yaitu Aset, Liabilitas, dan Saldo Dana. Saldo Dana menggambarkan posisi dana yang dikelola yang terdiri dari dana zakat, dana infak/sedekah, dana Amil dan dana sosial keagamaan lainnya. 



2. Laporan Perubahan Dana

Laporan Perubahan Dana menggambarkan kinerja dana yang dikelola yaitu penerimaan dan penyaluran dana zakat, dana infak/sedekah, dana amil, dan dana lainnya seperti dana sosial keagamaan lainnya dan dana APBN/D jika ada. 

Berikut ini contoh format laporan perubahan dana pada lembaga zakat :





3. Laporan Perubahan Aset Kelolaan

Laporan Perubahan Aset Kelolaan menggambarkan perubahaan aset zakat dan aset infak/sedekah yang dikelola oleh lembaga zakat. Aset kelolaan ada yang bersifat aset lancar seperti surat berharga syariah dan piutang bergulir. Ada juga yang bersifat aset tidak lancar, seperti bangunana, kendaraan, dan aset tetap lainnya. 

Berikut contoh formatnya :


4. Laporan Arus Kas

Laporan arus kas merupakan laporan yang menunjukkan penerimaan dan pengeluaran kas lembaga selama periode tertentu yang dikelompokkan dalam aktivitas operasi, investasi dan pendanaan.

5. Catatan Atas Laporan Keuangan

Catatan atas laporan keuangan adalah informasi tambahan atas apa yang disajikan dalam laporan posisi keuangan, laporan perubahan dana, laporan perubahan aset kelolaan, dan laporan arus kas. Catatan atas laporan keuangan memberikan deskripsi atau pemisahan pos-pos yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut dan informasi mengenai pos-pos yang tidak memenuhi kriteria pengakuan dalam laporan keuangan tersebut.



LAPORAN KEUANGAN LEMBAGA ZAKAT PASCA REVISI PSAK 109 DAN 101 TAHUN 2022

Pada tanggal 31 Mei 2022, DSAS IAI telah mengesahkan revisi atas PSAK 109: Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah yang sekaligus juga merevisi PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah, terutama Lampiran C yang mengatur jenis dan ilustrasi laporan keuangan lembaga zakat. 

Ya terdapat perubahan jenis laporan keuangan lembaga zakat dari sebelumnya berjumlah 5 jenis, pada PSAK 101 revisi 2022, jenis laporan keuangan lembaga zakat berkurang satu menjadi 4 jenis, dimana Laporan Perubahan Aset Kelolaan dihilangkan dari jenis laporan keuangan lembaga zakat. 

Informasi yang berkaitan dengan Aset Kelolaan cukup diungkapkan pada Catatan Atas Laporan Keuangan. 

Jenis laporan keuangan lembaga zakat menurut PSAK 101 revisi 2022 adalah:
  1. Laporan Posisi Keuangan
  2. Laporan Aktivitas
  3. Laporan Arus Kas
  4. Catatan Atas Laporan Keuangan
Selain itu, terdapat juga perubahan dari segi penamaan, dimana istilah Laporan Perubahan Dana diganti dengan istilah Laporan Aktivitas, tujuannya adalah agar konsisten dengan istilah yang dipakai pada entitas non-profit lainnya. 

Dari aspek format penyajian tidak ada perubahan yang signifikan dari format sebelumnya, hanya perubahan istilah Saldo Dana pada Laporan Posisi Keuangan diganti dengan istilah Aset Neto yang menyajikan informasi dana zakat, dana infak/sedekah, dan dana amil. Sedangkan format Laporan Aktivitas sama dengan format Laporan Perubahan Dana sebelumnya.

DRAFT EKPOSURE PSAK 109 DAN 101 DAPAT DOWNLOAD DISINI.


Semoga bermanfaat !


KUNSULTASI PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN LEMBAGA ZAKAT

082357909050

5 Kaidah Fikih Pokok dan Contoh Penerapannya dalam Muamalah

5 Kaidah Fikih Pokok dan Contoh Penerapannya dalam Muamalah



GUSTANI.ID - Qowaid Fikhiyyah atau Kaidah fikih adalah kaidah atau dasar fikih yang bersifat umum yang mencakup hukum-hukum syara' secara menyeluruh dari berbagai bab/bagian dalam masalah - masalah yang masuk di bawah cakupannya.

Salah satu manfaat kaidah fikih adalah menjawab berbagai permasalahan yang rumit dalam waktu singkat, sehingga dapat menemukan pemecahan berbagai permasalahan yang diinginkan. 

Dalam dunia ekonomi yang perkembangannya sangat cepat, pemahaman kaidah fikih sangat penting bagi seorang muslim, guna menentukan hukum atas permasalahan yang ditemui di dalam berbisnis. 

Terdapat lima kaidah fikih yang utama, yaitu :

KAIDAH PERTAMA

١. الأُمُوْرُ بِمِقَاصِدِهَا

Setiap sesuatu bergantung pada maksud/niat pelakunya

Dalil kaidah ini antara lain adalah firman Allah SWT :

وَلَيۡسَ عَلَيۡڪُمۡ جُنَاحٌ۬ فِيمَآ أَخۡطَأۡتُم بِهِۦ وَلَـٰكِن مَّا تَعَمَّدَتۡ قُلُوبُكُمۡ


Artinya : "Tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu". (QS. Al Ahzab : 5)

Hadist Rasulullah dari Umar bin Khattab r.a :

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

Artinya : "Sesungguhnya amal tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya".

Contoh
Apabila seseorang berkata : "saya hibahkan barang ini untukmu selamanya, tapi saya minta uang satu juta rupiah", meskipun katanya adalah hiba, tapi dengan permintaan uang, maka akad tersebut bukan hibah, tetapi merupakan akad jual-beli


KAIDAH KEDUA

٢. اليَقِيْنُ لَا يُزَالُ بِالشَّكِّ

Keyakinan tidak bisa dihilangkan karena adanya keraguan

Dasar kaidah ini Hadist Rasulullah SAW :

إن الشيطان ليأتى احدكم وهو فى صلاته فيقول له أحدثت فلا ينصرف حتى يسمع صوتا أو يجد ريحا .
رواه إبن ماجه و أحمد .

Artinya : "Sesungguhnya Setan akan mendatangi salah satu dari kalian yang sedang melaksanakan shalat, lalu berkata kepadanya "Engkau telah hadats". (Jika itu terjadi) Maka janganlah berpindah (membatalkan shalatnya) sampai dia (orang yang shalat) mendengar suara atau mencium bau." (H.R. Ibnu Majah & Ahmad).

Contoh :
Terjadi perselisihan penjual dan pembeli, pembeli ingin mengembalikan barangnya dan berkata bahwa barang tersebut seharga 15 ribu, sedang penjual berkata harga tersebut adalah 20 ribu. Maka yang dianggap yakin adalah harga penjual.

KAIDAH KETIGA

٣. المَشَقَّةُ تَجْلِبُ التَّيْسِيْرَ

Kesukaran/kesulitan itu dapat mendatangkan/ menarik kemudahan

Al-masyaqqah berarti al-ta'ab yaitu kelelahan, kepayahan, kesulitan dan kesukaran. sedang al-taysir berarti kemudahan.

Hukum-hukum yang dalam penerapannya menimbulkan kesulitan dan kesukaran bagi mukallaf, maka syariah meringankannya sehingga mukallaf mampu melaksanakannyan tanpa kesulitan dan kesukaran.

Kesulitan yang membawa kepada kemudahan antara lain dalam perjalanan (safar), sakit (maridh), terpaksa yang membahayakan kehidupan, lupa, tidaktahu, kekurangmampuan bertindak hukum (al-naqsh)

Dasar kaidah ini adalah QS Al Baqarah : 286 dan Al Hajj : 78

Contoh :
Seseorang yang meminjam barang kepunyaan orang yang dikenalnya, kemudian barang tersebut telah rusak atau hilang sehingga tidak mungkin dikembalikan kepada pemiliknya, maka penggantinya adalah barang yang sama mereknya, ukurannya atau diganti dengan harga barang tersebut dengan harga di  pasaran.


KAIDAH KEEMPAT

٤. الضَرَرُ يُزَالُ

Kemadaratan harus dihilangkan

Dasar kaidah ini adalah firman Allah dalam QS Al Baqarah ayat 231 dan hadist Rasulullah :

لا ضرر ولا ضرار . رواه أحمد و ابن ماجه و الطبراني .

"Tidak boleh (ada) bahaya dan menimbulkan bahaya." (H.R. Ahmad, Ibnu Majah, dan Thabrani)

Contoh :
Larangan menimbun barang-barang kebutuhan pokok masyarakat karena perbuatan tersebut mengakibatkan kemudharatan bagi rakyat


KAIDAH KELIMA


٥. العَادَةُ مُحَكَّمَةٌ

"Adat kebiasaan dapat dijadikan rujukan hukum."

Dasar kaidah ini adalah firman Allah SWT 

وَعَاشِرُوهُنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِ

Artinya : "dan pergaulilah mereka secara patut"

Hadist Rasulullah SAW :

ـ ـ ـ فما رأى المسلمون حسنا فهو عند الله حسن و ما رأوا سيىٔا فهو عند الله سيىٔ . رواه أحمد .

Artinya : ".... apa yang kaum muslim anggap baik, maka baik pula menurut Allah. Dan apa yang kaum muslim anggap buruk, maka buruk pula menurut Allah." (H.R. Ahmad).

Contoh :
Transaksi kurs mata uang (sharf), penyelesaian transaksi tersebut diadministrasikan sampai 2 hari kemudian setelah transaksi, hal tersebut dibenarkan.

Semoga bermanfaat

Metode Pengakuan Pendapatan Murabahah Menurut PSAK 102 (2019) dan ISAK 101

Metode Pengakuan Pendapatan Murabahah Menurut PSAK 102 (2019) dan ISAK 101

Murabahah merupakan akad yang paling banyak digunakan pada produk pembiayaan Lembaga Keuangan Syariah, seperti Bank Syariah, Lembaga Pembiayaan, dan Koperasi Syariah. Hal ini mengingat fitur produk dengan akad murabahah sedikit mirip dengan kredit pada umumnya, terutama adanya kepastian pendapatan berupa margin yang akan diperoleh oleh pihak LKS.

Meski margin sudah ditetapkan diawal akad yang merupakan pendapatan bagi LKS, tapi secara akuntansi menjadi pertanyaan kapan LKS mengakui pendapatan tersebut. Sebab skema akad murabahah yang diterapkan pada LKS cenderung lebih dominan unsur pembiayaan dibanding jual-beli.

PSAK 102 Revisi 2016 mengatur tentang pengakuan pendapatan murabahah dengan 3 metode yaitu : 
  1. Pengakuan di Awal saat penyerahan barang untuk Murabahah Tunai atau Murabahah Tangguh yang risiko penagihannya relatif kecil.
  2. Pengakuan Proporsional sesuai dengan besaran kas yang diterima ini untuk murabahah tangguh yang risiko penagihannya relatif besar
  3. Pengakuan di Akhir jika risiko penagihannya cukup besar.

Pengakuan Pendapatan Murabahah Menurut PSAK 102 (2019)

Metode pengakuan pendapatan PSAK 102 (2016)  kemudian direvisi dengan PSAK 102 Revisi 2019. Berikut ini ketentuan pengakuan pendapatan murabahah menurut PSAK 102 (2019) paragaraf 20 - 21 :

20. Pendapatan murabahah diakui:
(a) pada saat penjual mengalihkan pengendalian atas persediaan kepada pembeli jika murabahah dilakukan secara tunai atau tangguh yang tidak mengandung unsur pembiayaan signifikan;
(b) selama periode akad secara proporsional jika murabahah dilakukan secara tangguh yang mengandung unsur pembiayaan signifikan dan penjual memiliki risiko yang signifikan terkait dengan kepemilikan persediaan.

21. Pendapatan murabahah dari murabahah tangguh yang mengandung unsur pembiayaan signifikan dan penjual tidak memiliki risiko signifikan terkait dengan kepemilikan persediaan diatur dalam ISAK 101: Pengakuan Pendapatan Murabahah Tangguh Tanpa Risiko Signifikan Terkait Kepemilikan Persediaan

Dari ketentuan par 20-21 tersebut dapat kita sederhanakan dalam gambar berikut :

Pengakuan pendapatan murabahah adalah :
  1. Jika Murabahah Tunai, maka pendapatan diakui pada saat pengalihan kendali barang (a point in time) dari penjual ke pembeli. Ini berlaku untuk murabahah hakiki dimana terjadi perpindahan barang secara langsung dari penjual ke pembeli. 
  2. Jika Murabahah Tangguh, maka harus diidentifikasi dulu apakah murabahah tangguh tersebut mengandung unsur pembiayaan signifikan ? Jika TIDAK, maka pendapatan murabahah diakui pada saat Pengalihan kendali barang (a point in time) dari penjual kepada pembeli. Namun jika YA maka perlu dianalisa lagi apakah murabahah tangguh dengan unsur pembiayaan yang signifikan tersebut terpapar risiki kepemilikan persediaan yang signifikan atau tidak ?

    Jika YA, maka pendapatan murabahah diakui dengan metode proporsional (over time) yaitu sesuai dengan risiko penagihan.

    Namun jika TIDAK, maka pengakuan pendapatan murabahah menggunakan Metode Efektif (over time) berdasarkan ISAK 101 : Pengakuan Pendapatan Murabahah Tangguh Tanpa Risiko Signifikan Terkait Kepemilikan Persediaan. 
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa PSAK 102 (2019) mengatur mengenai pengakuan pendapatan murabahah, baik murabahah secara tunai maupun murabahah tangguh.
  • Untuk murabahah secara tunai atau tangguh yang tidak mengandung unsur pembiayaan signifikan, pendapatan murabahah diakui pada saat terjadi pengalihan kendali atas persediaan dari penjual kepada pembeli.
  • Untuk murabahah tangguh yang mengandung unsur pembiayaan signifikan, pengakuan pendapatan murabahah bergantung pada signifikansi risiko terkait kepemilikan persediaan
Kondisi tersebut mensyaratkan penjual menelaah signifikansi ‘risiko terkait kepemilikan persediaan’ untuk menentukan metode pengakuan pendapatan murabahah tangguh yang mengandung unsur pembiayaan signifikan. Jika risiko tersebut signifikan, maka penjual mengakui pendapatan murabahah beserta biaya transaksi secara proporsional selama masa akad seperti yang diatur dalam. Jika risiko tersebut tidak signifikan, maka pengaturan mengenai pendapatan murabahah tersebut diatur dalam ISAK 101.


ISAK 101 : Pengakuan Pendapatan Murabahah Tangguh Tanpa Risiko Signifikan Terkait Kepemilikan Persediaan

Kriteria Risiko Kepemilikan Persediaan

Menurut ISAK 101, "Signifikansi risiko terkait kepemilikan persediaan" merupakan dasar dalam menentukan metode pengakuan pendapatan murabahah tangguh yang mengandung unsur pembiayaan yang signifikan. 

Faktor-faktor ini relevan dalam menilai signifikansi risiko terkait kepemilikan persediaan dalam murabahah tangguh yang mengandung unsur pembiayaan yang signifikan, antara lain:
  1. risiko perubahan harga persediaan;
  2. keusangan dan kerusakan persediaan;
  3. biaya pemeliharaan dan penyimpanan persediaan;
  4. risiko pembatalan pesanan secara sepihak

Metode Pengakuan Pendapatan

Ketika penjual dalam murabahah tangguh yang mengandung unsur pembiayaan signifikan tidak terpapar risiko yang signifikan terkait kepemilikan persediaan, maka pendapatan murabahah neto diamortisasi dan diakui selama masa akad dengan tingkat yang konstan antara arus kas yang dikeluarkan oleh penjual dan arus kas yang diterima oleh penjual berdasarkan ketentuan dalam akad.

Pendapatan murabahah neto adalah pendapatan murabahah setelah dikurangi biaya transaksi.

Tingkat pendapatan murabahah neto tersebut akan dihitung ulang ketika:
  1. Ada pemberian potongan atas piutang murabahah yang belum dilunasi;
  2. Perpanjangan masa akad murabahah





Silabus USAS Terbaru : dari 3 Level Menjadi 2 Level

Silabus USAS Terbaru : dari 3 Level Menjadi 2 Level

IAI merubah format Ujian Sertifikasi Akuntansi Syariah (USAS). Sejak pertama kali diselenggarakan tahun 2008, USAS menggunakan format 3 level yaitu Elementary - Intermediate - Advance. Per tahun 2020, format USAS dirubah menjadi hanya 2 level yaitu Level Dasar dan Level Profesional. USAS format baru membagi subjek ujian menjadi 5 Mata Ujian: 2 untuk Level Dasar dan 3 untuk Level Profesional. 

Yang menarik, USAS level dasar bisa diikuti oleh Mahasiswa S1 Akuntansi dan Level Profesional bisa diikuti oleh Mahasiswa semester 7 Akuntansi.  

Level Dasar 

USAS Level Dasar terdiri dari 2 mata ujian yaitu (1) Akuntansi Keuangan dan (2) Pengantar Fikih Muamalah. Soal USAS berjumlah 45 soal pilihan ganda dengan dengan durasi 90 menit per mata ujian. Ujian dilaksanakan 1 hari dari jam 09.00 s/d 11.30 untuk mata ujian Pengantar Fikih Muamalah dan dilanjutkan jam 13.30 s/d 15.00. Berikut ini rincian silabus USAS Level Dasar :


Catatan :
Pemegang CAFB dan peserta ujian CAFB yang telah lulus subyek Akuntansi Keuangan tidak perlu mengambil Akuntansi Keuangan.


Level Profesional

USAS Level Profesional terdiri 3 mata ujian yaitu (1) Akad, Tata Kelola, dan Etika Syariah, (2) Akuntansi Syariah, dan (3) Akuntansi Keuangan Terapan. Soal untuk level profesional jumlah soalnya 30 pilihan ganda dan 3 soal essay dengan durasi 120 menit per mata ujian. Waktu ujian 2 hari. Berikut ini rincian silabus USAS Level Profesional:


Catatan :
Pemegang CA dan peserta ujian CA yang telah lulus subyek Pelaporan Korporat tidak perlu mengambil subyek Akuntansi Keuangan Terapan

Bagi peserta yang lulus USAS level dasar dan level profesional, maka berhak untuk mendapat gelar SAS dengan kewajiban untuk mengikuti PPL IAI dengan 10 SKP per tahun.

Yuk jadi profesional dibidang Akuntansi Syariah !


Sumber : IAI
SADAR

SADAR


Oleh : UAS

Beberapa kali video itu saya ulang. Memperhatikan raut wajah pelaku saat kejadian. Kemudian dibandingkan dengan saat meminta maaf. Baik pda kasus parodi lagu Aisyah, prank sampah, tiktok shalat dan beberapa masalah sejenis. Saat peristiwa itu usai, pelaku seperti baru tersadar.

Keywordnya adalah kata sadar. Sadar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah merasa, tahu, ingat, mengerti dan siuman. Berarti, saat peristiwa itu terjadi pelaku tidak sadar. Sedang mengalami euforia; perasaan ekstrim, tidak rasional, pada emosi. Itu bisa terlihat pada pada raut wajah, body language, diperjelas lagi dengan beberapa ungkapan, "Saya akan menyerahkan diri jika follower tiga puluh ribu", atau, "Salah saya apa? Kucingnya kan masih hidup".

Betapa sosial media perlahan-lahan mengganggu kesadaran orang, jika tidak ingin disebut merusak kesadaran. Ketika masuk ke alam sosial media, orang menjadi sangat-sangat, sangat gagah melebihi Kevin Cosner dalam Dances Withانتبهوا
walau kenyataannya macam Tok Labu menjemur kain. Bisa sangat senang, atau sangat marah, atau sangat puitis. Tidak normal. Seperti terpukau, terhipnotis.

Salah satu misi kedatangan Islam adalah menjaga kesadaran. Oleh sebab itu Islam mengharamkan khamar karena bisa menghilangkan kesadaran. Islam mengajarkan manusia agar sadar atas segala tindakannya. Saat terjaga dari tidur, ia benar-benar sadar. Bukan antara sadar dan tidak. Kesadaran itu diuji dengan ucapan yang keluar dari mulutnya, "alhamdulilladzi ahyana ba'da ma amatana wa ilaihin nusyur (segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami yang sebelumnya mematikan kami. Kepada-Nya kami akan kembali)".

Ketika ke toilet, ia benar-benar sadar bahwa kaki yang masuk terlebih dahulu adalah kaki kiri dengan doa khusus. Saat minum, ia sadar bahwa tangan yang ia gunakan adalah tangan kanan. Per putaran waktu ia disadarkan. Sadar saat terbit fajar. Sadar saat matahari mulai naik. Sadar saat matahari tergelincir. Sadar saat matahari mulai redup. Sadar saat matahari tenggelam. Sadar saat malam telah sempurna. Kesadaran itu diwujudkan dalam bentuk ucapan, gerakan, ingatan dan doa dalam shalat-shalat wajib dan sunnat.

Bahkan lebih halus dari itu. Seorang muslim mesti sadar atas setiap hembusan nafasnya. Saat berkunjung ke Syaikh Muhammad Saifuddin al-Kurdi. Saya tidak melihat mereka memegang tasbih seperti lazimnya majelis zikir. Ntah Syaikh sadar dengan fikiran saya. Ia pun berucap, "Kami tidak lagi menghitung zikir dengan tasbih. Tapi tarikan dan hembusan nafas itu diisi zikir. Sehingga kita sadar".

Hidup ini sebenarnya baru sampai pada level mencari kesadaran. Puncak kesadaran itu adalah kematian. Itu yang terbersit dari ungkapan:

الناس نيام فاذا ماتوا انتبهوا

"Manusia itu tidur (tidak sadar), ketika ia mati, barulah ia terjaga (sadar)", ucapan Sayyidina Ali yang terpahat di nisan Annemarie Schimmel.


Ramadan mendidik kita untuk selalu sadar. Selalu waspada, takut tertelan sesuatu. Khawatir terpandang yang dapat membatalkan puasa. Sadar untuk tidak bicara aib orang lain. Puncak kesadaran saat puasa adalah ketika menjelang finish, benar-benar sadar dan dipastikan bahwa yang terdengar itu adalah azan maghrib dari masjid, bukan handphone.
Selamat buka puasa.

Disiplin Pasar (Market Discipline)

Disiplin Pasar (Market Discipline)

Definisi Disiplin Pasar

Lane (1993) mendefinisikan disiplin pasar dengan “financial  markets  provide  signals that lead borrowers  to behave in a manner consistent with their solvency”. Yaitu dimana pasar keuangan menyediakan sinyal-sinyal yang mengarahkan peminjam berperilaku secara konsisten dengan kondisi kemampuannya dalam membayar utang. Sedang sinyal disiplin pasar dapat dilakukan oleh beberapa pihak terutama nasabah penyimpan (depositors), pemegang-hutang (debt-holders), dan pemegang ekuitas (equity-holders). (Stephanou, 2010) mendefinisikan disiplin pasar sebagai suatu mekanisme dimana para partisipan pasar memonitor dan mendisiplinkan perilaku pengambilan risiko yang berlebihan oleh bank. 

Disiplin pasar juga dapat dipahami dari signalling theory yang  memperlihatkan bahwa ketika bank (sebagai perusahaan) berkinerja baik, bank akan memberi pertanda (sinyal) dengan memberikan kualitas informasi yang menunjukkan tingginya kinerja mereka kepada pasar. Sehingga pengungkapan informasi  yang disampaikan pada pasar diharapkan akan mendorong pasar untuk mendisiplinkan manajemen (Ariffin, Archer, & Abdel Karim, 2007). Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa disiplin pasar adalah proses dimana terdapat respon nasabah atas pengungkapan informasi yang disampaikan oleh perusahaan.

Framework Disiplin Market

Framework disiplin pasar dikembangkan dalam konteks lingkungan makroekonomi dan struktur sistem keuangan. Framework disiplin pasar terdiri dari empat bangunan (Building block) yang saling berkaitan (Stephanou, 2010) dan memiliki fungsi pengawasan (monitoring) dan mempengaruhi (influencing) (Bliss & Flannery, 2001).



Bangunan 1 : Informasi dan Pengungkapan (Information and disclosure) – tersedianya informasi yang memadai, tepat waktu, konsisten, dan dapat diandalkan terkait kinerja keuangan, auditor eksternal, pengungkapan kehati-hatian, rating kredit, dan analis media dan penelitian.

Bangunan 2 : Pelaku pasar (Market participants) – keberadaan pelaku pasar yang independen yang beperan mengawasi serta memiliki kemampuan untuk memproses informasi yang ungkapkan. Pelaku pasar diantaranya pihak lawan, deposan, pemegang saham, investor, dan kliring.

Bangunan 3 : Mekanisme Disiplin (Discipline mechanisms) – berbagai instrumen, baik keuangan, hukum, pengawasan dan pelaku pasar yang dapat digunakan untuk menjalankan disiplin pasar.

Bangunan 4 : Tatakelola Internal (Internal governance) – struktur organisasi dan kompensasi yang menentukan apakah manajemen memahami dan dapat mengendalikan resiko bank dan kemampuan merubah perilaku mereka dalam merespon sinyal pasar.

Menurut Llewellyn (2005), disiplin pasar dapat terwujud melalui empat proses, yaitu (1) monitoring oleh stakeholer, (2) tindakan stakeholder, (3) sanksi atas perubahan harga dan kuantitas, (3) tindakan koreksi oleh manajer.




Monitoring ini dilakukan melalui adanya keterbukaan informasi yang dapat diperoleh oleh stakeholdermengenai kondisi struktur modal dari bank dan juga risiko dari bank yang dapat tercermin dari laporan keuangannya. Dari hasil  monitoring stakeholder akan melakukan tindakan. Penyesuaian tindakan ini  melalui mekanisme sanksi oleh stakeholderkepada bank yang mengambil resiko yang tinggi. Sanksi tersebut dapat berupa efek harga (meminta return yang lebih tinggi) atau sanksi yang berupa efek kuantitas  (yaitu  menarik  simpanan atau deposito dan menjual saham). Sanksi akan ditindak lanjuti oleh manajer bank  dengan melakukan  tindakan  perbaikan melalui pengurangan risiko yang sesuai dengan tingkat kondisi bank (Muazaroh, 2009).


*Tulisan ini adalah bagian dari TESIS SAYA 

Review PSAK 102 Akuntansi Murabahah Revisi 2019

Review PSAK 102 Akuntansi Murabahah Revisi 2019



PSAK 102 Akuntansi Murabahah diterbitkan pertama kali pada tanggal 27 Juni 20107 yang menggantikan seluruh pengaturan mengenai akuntansi murabahah PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah yang dikeluarkan pada 1 Mei 2002. Hingga 2019, merupakan revisi yang ketiga.

DSAS melakukan revisi pertama PSAK 102 pada 13 November 2013 sehubungan dengan keluarnya fatwa DSN-MUI No 84 tahun 2012 tentang Metode Pengakuan Keuntungan Tamwil Bi Al-Murabahah (Pembiayaan Murabahah) di LKS.

Isu krusial pada revisi 2013 adalah terkait penerapan metode anuitas dan keterterapan PSAK 50, 55, dan 60.

PSAK 102 revisi 2013 menambahkan pembahasan tentang ACUAN ALTERNATIF pada paragraf 41A & 41B yang mengatur untuk penjual yang tidak memiliki risiko yang signifikan terkait dengan kepemilikan persediaan untuk transaksi murabahah merupakan penjual yang melakukan transaksi pembiayaan murabahah.

Perlakuan akuntansi transaksi pembiayaan murabahah mengacu pada PSAK 50: Instrumen Keuangan : Penyajian, PSAK 55: Instrumen Keuangan : Pengakuan dan Pengukuran, PSAK 60: Instrumen Keuangan : Pengungkapan, yang penerapannya disesuaikan dengan prinsip, karakteristik, dan istilah transaksi syariah.

Pada bagian akhir PSAK 102 revisi 2013 dilengkapi Lampiran dan Dasar Kesimpulan yang bukan merupakan bagian dari PSAK 102. Lampiran memberikan contoh kasus perbandingan antara penerapan PSAK 102 dan PSAK 50,55,& 60.

PSAK 102 kembali mengalami revisi pada 6 Januari 2016 terkait definisi nilai wajar yang disesuaikan dengan PSAK 68: Pengukuran Nilai Wajar.

Review Revisi 2019

Tanggal 6 September 2019, DSAS baru saja mengesahkan revisi PSAK 102 Akuntansi Murabahah sebagai dampak keluarnya PSAK 71: Instrumen Keuangan yang mulai berlaku efektif 1 Januari 2020. Ini merupakan revisi yang ke-3 PSAK 102 sejak diterbitkan tahun 2007.

Apa saja poin-poin revisi PSAK 102 tahun 2019 ?
Berikut ini sedikit saya akan ulas beberapa revisi PSAK 102 tahun 2019 yang menurut saya cukup signifikan perubahannya dari revisi sebelumnya.

Pengurangan Paragraf

Paragraf PSAK 102 (2019) berjumlah 41 sedang PSAK 102 (2016) berjumlah 44. Terdapat pengurangan 3 paragraf yaitu

  • paragraf 03 tentang maksud Lembaga Keuangan Syariah
  • paragraf 11 tentang jenis Diskon murabahah
  • paragraf 17 tentang potongan murabahah untuk yang belum melunasi piutang murabahah

Ruang Lingkup 

Ruang lingkup PSAK 102 revisi 2019 diterapkan pada transaksi murabahah yang dilakukan oleh entitas baik sebagai penjual atau pembeli. Sedang PSAK 102 revisi sebelumnya ruang lingkupnya lebih pada entitas yang melakukan transaksi murabahah. PSAK 102 revisi 2019 selaras dengan SAK konvergensi IFRS yang tidak lagi mengatur entitas (entity-based) tapi lebih mengatur transaksi (transaction-based).

Definisi 

Terdapat perubahan dibagian definisi pada PSAK 102 (2019) dari PSAK 102 (2016) diantaranya adalah :
  • Penambahan definisi Biaya riil dan Pendapatan murabahah
  • Perubahan istilah Aset murabahah menjadi Persediaan murabahah

Konsep Uang Muka

Uang Muka Murabahah dalam PSAK 102 (2019) paragraf 12 memberikan penegasan bahwa uang muka dalam murabahah menggunakan konsep hamish jiddiyah dan bukan 'urbun. Hamish jiddiyah dilakukan sebelum akad murabahah disepakati yang jika akadnya batal maka uang muka dikembalikan kepada pembeli setelah dikurangi biaya riil. 

Pengakuan Diskon Murabahah

Jika Diskon Murabahah yang diterima oleh penjual dari supplier tidak diatur dalam akad murabahah maka diskon tersebut menjadi Hak Pembeli, berbeda dengan PSAK 102 (2016) yang mengakui menjadi Hak Penjual. 

Ketentuan Pengakuan Pendapatan 

Dalam PSAK 102 (2016) mengakui keuntungan murabahah tergantung pada cara bayar apakah tunai atau tangguh/angsuran. Jika tunai keuntungan dapat diakui pada saat penyerahan barang, sedangkan jika tangguh maka keuntungan diakui secara proporsional sesuai dengan karakteristik risiko penagihannya.

Sedang PSAK 102 (2019) mengakui pendapatan murabahah tergantung apakah akad murabahah memiliki unsur pembiayaan atau tidak. 
  • Jika akad murabahah tidak memiliki unsur pembiayaan yang signifikan maka pendapatan diakui pada saat penyerahan barang. 
  • Sedang jika akad murabahah memiliki unsur pembiayaan yang signifikan atau risiko kepemilikan barang tidak signifikan maka pendapatan diakui selama periode akad secara proporsional. 
Pengaturan lebih lanjut pengakuan Pendapatan Murabahah Tangguh Tanpa Risiko Signifikan Terkait Kepemilikan Barang diatur dalam ISAK 101. 

Keterkaitan dengan PSAK 71 : Instrumen Keuangan dengan Akad Murabahah


Pada PSAK 102 (2016) diatur bahwa transaksi murabahah tanpa risiko kepemilikan barang yang signifikan atau pembiayaan murabahah mengacu pada ketentuan PSAK 50, 55, dan 60, berlakunya PSAK 71 ini akan menggantikan hampir seluruh ketentuan terkait klasifikasi dan pengukuran aset dan liabilitas keuangan, metodologi penurunan nilai, dan akuntansi lindung nilai. 

Lantas bagaimana keterkaitan PSAK 71 dengan transaksi murabahah ? Apakah  transaksi murabahah bisa mengacu pada PSAK 71 ?

DSAS menetapkan bahwa transaksi murabahah tidak bisa menggunakan PSAK 71, terutama kaitannya dengan Penurunan Nilai. DSAS akan mengeluarkan PSAK tersendiri yaitu PSAK 113 yang akan mengatur Penurunan Nilai Transaksi Syariah. Sebelum PSAK tersebut disahkan, DSAS merevisi PSAK 102 dan mengeluarkan ISAK 101 dan ISAK 102 sebagai acuan perlakuan akuntansi murabahah.



Download Ratusan Ebook Ekonomi dan Keuangan Syariah

Download Ratusan Ebook Ekonomi dan Keuangan Syariah



Berikut ini adalah kumpulan ratusan e-book seputar ekonomi dan keuangan syariah yang bisa anda DOWNLOAD secara gratis. E-book ini terdiri dari buku, jurnal, fatwa, standar, dan regulasi. Semoga bermanfaat dan menambah literasi keuangan syariah kita, terutama untuk mahasiswa sebagai bahan referensi tugas akhir.

Selamat menikmati dan jangan lupa tuk koment :)

E-BOOK AKUNTANSI SYARIAH

  1. Akuntansi Transaksi Syariah - Wiroso - IAI
  2. Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah - BI
  3. Pedoman Akuntansi Syariah BPRS - OJK
  4. Pedoman Akuntansi Koperasi Syariah - Kemenkop
  5. Pedoman Akuntansi Pesantren - IAI & BI

E-BOOK KEUANGAN SYARIAH

E-BOOK REGULASI, STANDAR, DAN FATWA


10 Dosa - Dosa Riba Yang Mengerikan

10 Dosa - Dosa Riba Yang Mengerikan



Salah satu larangan dalam berekonomi dalam Islam adalah Riba. Riba merupakan tambahan dalam transaksi pinjam-meminjam atau pertukaran barang ribawi. Allah secara tegas dalam Al-Quran mengharamkan Riba. Sebagaimana dalam surat Al Baqarah Ayat 275 :

وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al Baqarah: 275)

Sistem ekonomi Islam hadir untuk memusnahkan praktek Riba.

Berikut ini 10 dosa-dosa Riba yang membuat merinding jika kita mengetahuinya.

1. Riba Termasuk 7 Perkara Yang Membinasakan

Riba termasuk salah satu dari 7 perkara yang membinasakan yang disejajarkan dengan dosa-dosa besar lainnya seperti syirik, sihir, dan membunuh. Rasulullah SAW bersabda :

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ » . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ ، وَمَا هُنَّ قَالَ « الشِّرْكُ بِاللَّهِ ، وَالسِّحْرُ ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِى حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ ، وَأَكْلُ الرِّبَا ، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ ، وَالتَّوَلِّى يَوْمَ الزَّحْفِ ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَتِ


Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Jauhilah tujuh dosa yang membinasakan (al-muubiqaat).” Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, apa saja dosa yang membinasakan tersebut?” Beliau bersabda, “(1) Syirik kepada Allah, (2) sihir, (3) membunuh jiwa yang haram untuk dibunuh kecuali jika lewat jalan yang benar, (4) makan riba, (5) makan harta anak yatim, (6) lari dari medan perang, (7) qadzaf (menuduh wanita mukminah yang baik-baik dengan tuduhan zina).” (HR. Bukhari, no. 2766 dan Muslim, no. 89)


2. Pemakan Riba Ibarat Kerasukan Syetan dan Gila

Dalam Al-Quran Allah mengibaratkan pemakan riba dengan orang yang kerasukan syetan lantaran gila, maknanya pemakan riba tidak stabil keperibadiannya. Allah berfirman :

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ

Artinya : “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) gila.” (QS. Al Baqarah: 275)


3. Allah Umumkan Perang bagi Pemakan Riba

Ancaman keras dari Allah bagi pemakan Riba dengan ancaman perang. Tidak ada dosa lain yang ancamannya sekeras ini. Allah berfirman :

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِىَ مِنَ ٱلرِّبَوٰٓاْ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ (٢٧٨) فَإِن لَّمۡ تَفۡعَلُواْ فَأۡذَنُواْ بِحَرۡبٍ۬ مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ‌ۖ وَإِن تُبۡتُمۡ فَلَڪُمۡ رُءُوسُ أَمۡوَٲلِڪُمۡ لَا تَظۡلِمُونَ وَلَا تُظۡلَمُونَ (٢٧٩)

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS. Al-Baqarah: 278-279)


4. Riba Memiliki 70 Pintu Seperti Syirik

Riba ibarat saudara kandungnya syirik sebab dalam beberapa hadist Riba dan Syirik disejajarkan. Rasulullah SAW bersabda : " Riba itu memiliki tujuh puluh pintu,demikian juga syirik" (HR. Al Bazzar dari Abdullah bin Mas'ud)

Rasulullah SAW bersabda: "Riba itu memiliki tujuh puluh tiga pintu dan syirik juga seperti itu" (HR Ibnu Jarir dari Ibnu Ma'ud)

5. Allah Melaknat Pelaku Riba

Pelaku riba dilaknat Allah. Rasulullah bersabda :

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba (rentenir), penyetor riba (nasabah yang meminjam), penulis transaksi riba (sekretaris) dan dua saksi yang menyaksikan transaksi riba.” Kata beliau, “Semuanya sama dalam dosa.” (HR. Muslim no. 1598).


6. Siksa Pemakan Riba di Neraka

Rasulullah menggambarkan siksaaan pelaku riba :

أَتَيْتُ لَيْلَةَ أُسْرِىَ بِى عَلَى قَوْمٍ بُطُونُهُمْ كَالْبُيُوتِ فِيهَا الْحَيَّاتُ تُرَى مِنْ خَارِجِ بُطُونِهِمْ فَقُلْتُ مَنْ هَؤُلاَءِ يَا جِبْرَائِيلُ قَالَ هَؤُلاَءِ أَكَلَةُ الرِّبَا

“Pada malam Isra’, aku mendatangi suatu kaum yang perutnya sebesar rumah dan dipenuhi dengan ular-ular. Ular tersebut terlihat dari luar. Akupun bertanya, “Siapakah mereka wahai Jibril?” “Mereka adalah para pemakan riba,” jawab beliau.” (HR. Ibnu Majah, no. 2273; Ahmad, 2: 353, 363


7. Dosa Teringan Riba Seperti Menzinahi Ibu Kandung

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الرِّبَا سَبْعُونَ حُوبًا أَيْسَرُهَا أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ

“Riba itu ada tujuh puluh dosa. Yang paling ringan adalah seperti seseorang menzinai ibu kandungnya sendiri.” (HR. Ibnu Majah, no. 2274


Dalam riwayat Al-Hakim disebutkan,

الرِبَا ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُوْنَ بَابًا أيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرُّجُلُ أُمَّهُ وَإِنْ أَرْبَى الرِّبَا عِرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمِ

“Riba itu ada 73 pintu (dosa). Yang paling ringan adalah semisal dosa seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri.” (HR. Al-Hakim, 2: 37


8. Dosa Riba Lebih Besar dari Zina


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

دِرْهَمُ رِبًا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتَّةِ وَثَلاَثِيْنَ زَنْيَةً

“Satu dirham yang dimakan oleh seseorang dari transaksi riba sedangkan dia mengetahui, lebih besar dosanya daripada melakukan perbuatan zina sebanyak 36 kali.” (HR. Ahmad dan Al Baihaq


9. Riba Mengundang Azab Allah


Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا ظَهَرَ الزِّناَ وَالرِّبَا فِي قَرْيَةٍ فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ

“Apabila telah marak perzinaan dan praktek ribawi di suatu negeri, maka sungguh penduduk negeri tersebut telah menghalalkan diri mereka untuk diadzab oleh Allah.” (HR. Al-Hakim)


10. Riba Menghilangkan Keberkahan 

Meski secara kasat mata Riba itu membuat harta bertambah, namun pada hakikatnya harta tersebut berkurang yaitu hilangnya keberkahan dari Allah.

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا أَحَدٌ أَكْثَرَ مِنَ الرِّبَا إِلاَّ كَانَ عَاقِبَةُ أَمْرِهِ إِلَى قِلَّةٍ

“Riba membuat sesuatu jadi bertambah banyak. Namun ujungnya riba makin membuat sedikit (sedikit jumlah, maupun sedikit berkah, -pen.).” (HR. Ibnu Majah, no. 2279; Al-Hakim, 2: 37

Perusahaan dalam Pandangan Fikih

Perusahaan dalam Pandangan Fikih


Perusahaan adalah sebuah bentuk kerjasama antara dua orang atau lebih dalam bidang usaha bisnis dengan tujuan mencari profit (keuntungan). Sebagaimana dipahami, mencari keuntungan adalah suatu keniscayaan bagi manusia didalam kehidupan ini, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Konsep Syirkah

Definisi perusahaan dalam fikih Islam disebut syirkah yang merupakan penyertaan modal, bekerja sama dan berbagi untung rugi sesuai dengan kesepakatan bersama . Syirkah atau Musyarakah berasal dari akar kata dalam bahasa arab, syirkatan (mashdar/kata dasar) dan syarika (fi'il madhi/kata kerja) yang berarti mitra/sekutu/kongsi/serikat. Secara bahasa, syirkah berarti al-ikhtilath (penggabungan atau pencampuran). 

Definisi syirkah menurut fatwa DSN-MUI adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana setiap pihak memberikan kontribusi dana/modal usaha (ra's al-mal) dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi sesuai nisbah yang disepakati atau secara proporsional, sedangkan kerugian ditanggung oleh para pihak secara proporsional. Syirkah ini merupakan salah satu bentuk Syirkah amwal dan dikenal dengan nama syirkah inan.

Dalil Syirkah

Dalil kebolehan syirkah mengacu pada Al-Quran dan sunnah, diantaranya firman Allah SWT dalam Quran surat Shad (38) ayat 24 :   
Artinya: Daud berkata: "Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat. (Q.S. Shaad:24)

Hadist Rasulullah SAW yang diriwayatkan Abu Daud dari Abu Hurairah r.a :  "Allah SW berfirmctn, 'Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka'."

Bentuk Syirkah

Secara umum, syirkah dibedakan menjadi dua yaitu: 1) syirkah amlak (kepemilikan), dan 2) syirkah uqud (akad). Berikut penjelasan terkait jenis-jenis syirkah sebagaimana diterangkan oleh Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh Al Sunnah tersebut:

a. Syirkah Amlak
Syirkah amlak adalah syirkah yang terjadi bukan karena akad, tetapi terjadi karena usaha tertentu (ikhtiari) atau terjadi secara alami/otomatis (ijbari). Oleh karena itu, syirkah amlak dibedakan lagi menjadi dua macam yaitu:
1. Syirkah amlak ikhtiari contoh hal akad hibah, wasiat, dan pembelian. Maka, dalam syirkah amlak ikhtiari tidak terkandung akad wakalah dan akad wilayah (penguasaan) dari salah satu syarik kepada syarik lainnya,
2. Syirkah amlak ijbari yaitu syirkah antara dua syarik atau lebih yang terjadi karena peristiwa alami secara otomatis seperti kematian. Syirkah amlak ini disebut ijbari (paksa/mutlak) karena tidak ada upaya dari para syarik untuk mewujudkan peristiwa atau faktor yang menjadi sebab terjadinya kepemilikan bersama. Misalnya kematian seorang ayah merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya pembagian harta di antara ahli waris.

b. Syirkah Uqud
Syirkah Uqud adalah dua pihak atau lebih yang bersepakat untuk menggabungkan harta guna melakukan kegiatan usaha/bisnis, dan hasilnya dibagi antara para pihak baik berupa laba maupun rugi. Dalam kitab Fiqih syirkah uqud diklasifikasikan menjadi empat macam: 1) syirkah amwal inan, 2) syirkah amwal mufawadhah, 3) syirkah abdan, dan 4) syirkah wujuh. 

Bahkan Ulama Hanafiah membagi syirkah uqud menjadi enam macam yaitu: 1) Syirkah amwal mufawadhah yaitu kemitraan modal usaha dari para syarik dengan jumlah modal yang sama, 2) Syirkah amwal inan yaitu kemitraan modal usaha dari para syarik dengan jumlah modal yang berbeda, 3) Syirkahab dan mufawadhah yaitu kemitraan keterampilan dari para syarik sebagai modal usaha dengan kualitas keterampilan yang sama, 4) Syirkah abdan inan yaitu kemitraan keterampilan dari para syarik sebagai modal usaha dengan kualitas keterampilan yang berbeda, 5) Syirkah wujuh mufawadhah kemitraan kredibilitas usaha atau nama baik/reputasi (good will) dari para syarik sebagai modal usaha dengan kualitas kredibilitas yang sama, dan 6) Syirkah wujuh inan kemitraan yaitu kredibilitas usaha atau nama baik/reputasi (good will) dari para syarik sebagai modal usaha dengan kualitas kredibilitas yang berbeda.

Jenis Syirkah

Berbagai kitab fikih klasik menyebut ada beberapa jenis dan model syirkah, diantaranya:

  1. Syirkah ‘Inan yaitu kesepakatan antara dua orang atau lebih, dimana masing-masing akan menyertakan sejumlah uang dan ikut andil dalam melakukan pekerjaan, dimana mereka akan membagi keuntungan dan kerugian sesuai dengan apa yang mereka sepakati. Dalam jenis ini tidak disyaratkan kesamaan modal, pekerjaan, laba, ataupun kerugian . 
  2. Syirkah mufawadhah yaitu sebuah akad kesepakatan diantara dua orang atau lebih, dimana masing-masing akan menyertakan sejumlah uang dan ikut andil dalam melakukan pekerjaan, dimana mereka akan membagi keuntungan dan kerugian sama besar. Dalam hal ini disyaratkan adanya kesamaan dalam modal, pekerjaan, laba dan kerugian .
  3. Syirkah Wujuh yaitu kesepakatan antara dua orang atau lebih, dari para pelaku bisnis yang memiliki reputasi yang baik, kedudukan yang terhormat dan kemampuan untuk mengelola barang-barang dengan baik . Mereka sepakat untuk membeli barang-barang secara kredit dari beberapa firma atau perusahaan dengan modal reputasi dan pengalaman mereka, lalu menjualnya secara tunai. Pemilik barang akan memperoleh harga barangnya secara penuh tanpa ditambah atau dikurangi dan juga tanpa melihat keuntungan ataupun kerugian dari hasil penjualannya. Lalu mereka membagikan keuntungan atau kerugian diantara mereka sesuai dengan kesepakatan. Dengan demikian, jenis syirkah ini tidak membutuhkan modal, karena ia berdasarkan pada kepercayaan.
  4. Syirkah A’mal yaitu kesepakatan antara dua orang untuk menerima suatu pekerjaan, dan upah dari pekerjaan itu dibagi diantara mereka sesuai dengan kesepakatan .  Maka bisa saja dua orang sepakat melakukan satu pekerjaan yang sama ataupun berbeda, dimana mereka bersama-sama melakukan suatu pekerjaan yang tidak membutuhkan modal besar, lalu mereka membagi pemasukan yang mereka peroleh dari pekerjaan-pekerjaan tersebut sesuai dengan kesepakatan yang mereka buat. Jenis syirkah ini terkadang juga disebut syirkah abdan, atau syirkah shana’i’.
  5. Syirkah Mudharabah. Para fuqaha berbeda pendapat dalam menentukan hukum fikih untuk syirkah mudharabah. Ada yang berpendapat bahwa ia termasuk syirkah seperti Hanabilah .  Ada pula yang tidak menggolongkannya sebagai syirkah, namun termasuk ijarah. Syirkah Mudharabah adalah akad kesepakatan antara dua orang, dimana orang pertama memberikan uang kepada orang kedua untuk digunakan berdagang, dan mendapatkan bagian yang besar dari keuntungannya. Orang kedua disebut mudharib atau orang yang melakukan pekerjaan. Orang kedua menggunakan dan mengelola uang itu sebagai seorang wakil. Mereka berdua membagi keuntungan yang dianugerahkan Allah kepada mereka sesuai dengan kesepakatan. Adapun kerugiannya ditanggung oleh pemilik modal, sementara orang kedua merugi dari sisi tenaganya. Bisa dikatakan bahwa mudharabah adalah syirkah dalam bentuk khusus, karena ia juga memenuhi rukun-rukun akad syirkah.


Berdasarkan telaah fikih, tidak terdapat larangan dalam mengembangkan model dan ragam syirkah seperti di atas. Hal ini memberi ruang munculnya model syirkah atau perusahaan baru yang berbeda dengan jenis-jenis syirkah yang telah disebutkan di atas, selama itu tidak bertentangan dengan hukum dan prinsip-prinsip syariat Islam, dan akadnya memenuhi semua rukun dan syarat yang dibuat oleh para fuqaha. Artinya, syariat Islam membolehkan perusaahaan saham (syirkah musahimah/ joint stock company), perusahaan induk (syirkah qabidhah/ holding company) dan perusahaan konsorsium (syirkah tabi’ah) dan perusahaan dengan multi nationality dan lintas benua. Begitu juga dengan perusahaan rekanan (syirkah asykhash/ partnership company) dan perusahaan kemitraan (syirkah muhashah/ particular partnership company) selama usahanya dilakukan dalam bidang yang halal dan baik, dan konsisten dengan hukum dan prinsipprinsip syariat Islam di dalam semua muamalahnya 

Ketentuan Syirkah 

Fatwa DSN-MUI nomor 114 tahun 2017 mengatur beberapa ketentuan terkait syirkah sebagai berikut.
Pertama : Ketentuan sighat akad
  1. Akad syirkah harus dinyatakan secara tegas, jelas, mudah dipahami dan dimengerti, serta diterima oleh para mitra (syarik).
  2. Akad syirkah boleh dilakukan secara lisan, tertulis, isyarat, dan perbuatan/tindakan, serta dapat diiakukan secara elektronik sesuai syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kedua : Ketentuan para pihak (syarik)
  1. Syarik (mitra) boleh berupa orang (syakhshiyah thabi'iyah) atau yang disamakan dengan orang, baik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum (syakhshiyah i'tibariah), berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
  2. Syarik (mitra) wajib cakap hukum sesuai dengan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  3. Syarik (mitra) wajib memiliki harta yang disertakan sebagai modal usaha (ra's al-mal) serta memiliki keahlian/keterampilan usaha.
Ketiga : Ketentuan modal (ra’sul mal)
  1. Modal usaha syirkah wajib diserahterimakan, baik secara tunai maupun bertahap, sesuai kesepakatan.
  2. Modal usaha syirkah boleh dalam bentuk harta (syirkah amwa), keahlian/keterampilan (syirkah'abdan), dan reputasi usaha/nama baik (syirkah wujuh).
  3. Modal usaha syirkah amwal pada dasamya wajib berupa uffig, namun boleh juga berupabarang atau kombinasi antara uang dan barang.
  4. Jika modal usaha dalam bentuk barang, harus dilakukan taqwim al-'urudh pada saat akad.
  5. Modal usaha yang diserahkan oleh setiap syarik wajib dijelaskan jumlah/nilai nominalnya.
  6. Jenis mata uang yang digunakan sebagai ra's al-mal wajib disepakati oleh para syarik.
  7. Jika para syarik menyertakan ra's al-mal berupa mata uang yang berbeda, wajib dikonversi ke dalam mata uang yang disepakati sebagai ra's al-mal pada saat akad.
  8. Ra's al-mal tidak boleh dalam bentuk piutang.

Keempat : Ketentuan nisbah bagi hasil 
  1. Sistem/metode pembagian keuntungan harus disepakati dan dinyatakan secara jelas dalam akad.
  2. Nisbah boleh disepakati dalam bentuk nisbah proporsional atau dalam bentuk nisbah kesepakatan.
  3. Nisbah sebagaimana angka 2 dinyatakan dalam bentuk angka persentase terhadap keuntungan dan tidak boleh dalam bentuk nominal atau angka persentase dari modal usaha.
  4. Nisbah kesepakatan sebagaimana angka 2 tidak boleh menggunakan angka persentase yang mengakibatkan keuntungan hanya dapat diterima oleh salah satu mitra atau mitra tertentu.
  5. Nisbah-kesepakatan boleh dinyatakan dalam bentuk multinisbah (berjenjang/tiering).
  6. Nisbah-kesepakatan boleh diubah sesuai kesepakatan.

Kelima : Ketentuan kegiatan usaha
  1. Usaha yang dilakukan syarik (mitra) harus usaha yang halal dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  2. Syarik (mitra) dalam melakukan usaha syirkah harus atas nama entitas syirkah, tidak boleh atas nama diri sendiri.
  3. Para syarik (mitra) tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan, atau menghadiahkan ra's al-mal dan keuntungan kepada pihak lain kecuali atas dasar kesepakatan mitra-mitra.
  4. Syarik (mitra) dalam melakukan usaha syirkah, tidak boleh melakukan perbuatan yang termasuk at-ta'addi, at-taqshir, dan atau mukhalafat asy-syuruth.

Keenam : Ketentuan keuntungan (al-ribh), kerugian (al-khasarah), dan pembagianya.
  1. Keuntungan usaha syirkah harus dihitung dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan/atau sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau penghentian musyarakah.
  2. Seluruh keuntungan usaha syirkah harus dibagikan berdasarkan nisbah-proporsional atau nisbah-kesepakatan, dan tidak boleh ada sejumlah tertentu dari keuntungan ditentukan di awal yang ditetapkan hanya untuk syarik tertentu.
  3. Salah satu syarik boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau persentase itu diberikan kepadanya.
  4. Keuntungan usaha (ar-ribh) boleh dibagikan sekaligus pada saat berakhirnya akad atau secara bertahap sesuai kesepakatan dalam akad.
  5. Kerugian usaha syirkah wajib ditanggung (menjadi beban) para syarik secara proporsinal sesuai dengan porsi modal usaha yang disertakannya.
  6. Dalam syirkah 'abdan dan syirkah wuiuh wajib dicantumkan komitmen para syarik untuk menanggung resiko/kerugian dalam porsi yang sama atau porsi yang berbeda dengan nisbah bagi hasil yang berbentuk nisbah-kesepakatan.

Karakteristik Perusahaan

Di dalam konsep dan sistem Islam, Shahatah menyatakan sebuah perusahaan dikatakan sesuai syariat apabila memenuhi unsur-unsur dibawah ini : 
  1. Tujuan utama dari pendirian perusahaan adalah untuk memperoleh keuntungan yang halal dan baik. Selain mewujudkan pertumbuhan dan pertambahan pada modal, perusahaan juga mempunyai tujuan bagi kemaslahatan kehidupan bumi, dapat membiayai kebutuhan pokok, dan membantu dalam beribadah kepada Allah. Ia juga bertujuan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi dan sosial bagi umat Islam.
  2. Terikat dengan nilai-nilai akhlak yang baik dan perilaku yang lurus dalam semua muamalah dan sikap. Karena di dalam itu terdapat bentuk ketaatan dan ibadah kepada Allah, juga salah satu sarana untuk memperoleh keuntungan, pertumbuhan dan pertambahan modal
  3. Aktivitas perusahaan hendaknya dilakukan dalam bidang yang halal dan baik, yang dapat memberikan manfaat dan kebaikan bagi para pemegang saham, mitra, pekerja, dan masyarakat. Karena sesungguhnya yang buruk itu tidak pernah sama dengan yang baik, meskipun yang buruk itu banyak.
  4. Pemilihan mitra, pemegang saham, investor, dan pekerja berdasarkan profesionalitas, akhlak, pengalaman, dan kepandaian. Juga tidak mengabaikan faktor keimanan dan spiritualias karena hal ini dapat memberi keberkahan tersendiri bagi sebuah perusahaan.
  5. Memberikan hak Allah di dalam harta, diantaranya: zakat, sedekah, dan hal-hal lain yang diwajibkan oleh syariat, demi terwujudnya pertumbuhan, keberkahan, dan kebersihan di dalam harta.
  6. Memberikan hak masyarakat di dalam keuntungan, seperti pajak, dan Corporate Social Responsibility (CSR). Selain itu tidak boleh memakan harta orang lain dengan batil, atau dengan merampas hak-hak masyarakat.
  7. Menulis dan mencatat semua akad, perjanjian, kesepakatan dan transaksi, demi menghindari adanya keraguan dan pertikaian


Konsep Saham 

Bukti kepemilikan seseorang pada sebuah perusahaan disebut dengan saham. Secara konsep, saham tidak bertentangan dengan prinsip syariah, karena saham merupakan surat berharga bukti penyertaan modal dari investor kepada perusahaan, yang kemudian investor akan mendapatkan bagi hasil berupa dividen. Konsep penyertaan modal dengan hak bagi hasil usaha ini merupakan konsep yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah atau kegiatan musyarakah/ syirkah.

Pendapat Ibnu Qudamah  :
“Jika salah seorang dari dua orang berserikat membeli porsi mitra serikatnya, hukumnya boleh karena ia membeli milik pihak lain.”

Pendapat Dr. Wahbah al-Zuhaili : 
“Bermuamalah dengan (melakukan kegiatan transaksi atas) saham hukumnya boleh, karena pemilik saham adalah mitra dalam perseroan sesuai dengan saham yang dimilikinya.”
Pendapat para ulama yang menyatakan kebolehan jual beli saham pada perusahaan-perusahaan yang memiliki bisnis yang mubah, antara lain dikemukakan oleh Dr. Muhammad ‘Abdul Ghaffar al-Syarif (al-Syarif, Buhuts Fiqhiyyah Mu’ashirah, [Beirut: Dar Ibn Hazm, 1999], h.78-79); Dr. Muhammad Yusuf Musa (Musa, al-Islam wa Musykilatuna al-Hadhirah, [t.t.: Silsilah al-Tsaqafah al-Islamiyah, 1958], h. 58); Dr. Muhammad Rawas Qal’ahji, (Qal’ahji, al-Mu’amalat al-Maliyah alMu’ashirah fi Dhaw’i al-Fiqh wa al-Syari’ah, [Beirut: Dar alNafa’is, 1999], h.56). Syaikh Dr. ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz alMatrak (Al-Matrak, al-Riba wa al-Mu’amalat al-Mashrafiyyah, [Riyadh: Dar al-‘Ashimah, 1417 H], h. 369-375) menyatakan: 
“(Jenis kedua), adalah saham-saham yang terdapat dalam perseroan yang dibolehkan, seperti perusahaan dagang atau perusahaan manufaktur yang dibolehkan. Ber-musahamah (saling bersaham) dan ber-syarikah (berkongsi) dalam perusahaan tersebut serta menjualbelikan sahamnya, jika perusahaan itu dikenal serta tidak mengandung ketidakpastian dan ketidak-jelasan yang signifikan, hukumnya boleh. Hal itu disebabkan karena saham adalah bagian dari modal yang dapat memberikan keuntungan kepada pemiliknya sebagai hasil dari usaha perniagaan dan manufaktur. Hal itu hukumnya halal, tanpa diragukan.”

Kriteria Saham Syariah di Pasar Modal

Namun demikian, tidak semua saham dapat langsung dikategorikan sebagai saham syariah. Suatu saham dapat dikategorikan sebagai efek syariah di pasar modal di Indonesia, karena 2 (dua) hal:
Pertama, saham yang diterbitkan oleh perusahaan yang secara eksplisit mendeklarasikan sebagai perusahaan syariah, sebagaimana tertuang dalam Anggaran Dasarnya. Seperti Bank Syariah atau Asuransi Syariah. Ketentuannya diatur dalam POJKNo. 17/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Syariah Berupa Saham Oleh Emiten Syariah atau Perusahaan Publik Syariah.

Kedua, saham yang diterbitkan oleh perusahaan yang tidak menyatakan kegiatan usaha perusahaan sesuai syariah, namun perusahaan tersebut memenuhi kriteria syariah sehingga sahamnya dapat ditetapkan sebagai efek syariah oleh OJK/ Pihak Penerbit DES, sebagaimanan diatur oleh POJK 35/POJK.04/2017 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah. 
Kriteria yang harus dipenuhi perusahaan agar sahamnya dikategorikan sebagai efek syariah

Pertama, Kriteria kegiatan usaha  .
Perusahaan tidak boleh melakukan kegiatan usaha sebagai berikut:
  1. Perjudian dan permainan yang tergolong judi;
  2. Perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan barang/ jasa;
  3. Perdagangan dengan penawaran/ permintaan palsu;
  4. Bank berbasis bunga;
  5. Perusahaan pembiayaan berbasis bunga;
  6. Jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) dan/ atau judi (maisir), antara lain asuransi konvensional;
  7. Memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan dan/ atau menyediakan barang atau jasa haram zatnya (haram lidzatihi), barang atau jasa haram bukan karena zatnya (haram li-ghairihi) yang ditetapkan oleh DSN-MUI; dan/ atau, barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat;
  8. Melakukan transaksi yang mengandung unsur suap (risywah).

Kedua, Kriteria rasio keuangan  , yang terdiri atas:
  1. Rasio antara total utang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total aset tidak lebih dari 45% (empat puluh lima per seratus), dan
  2. Rasio antara total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan dengan total pendapatan usaha (revenue) dan pendapatan lain-lain tidak lebih dari 10% (sepuluh per seratus)


Daftar Efek Syariah (DES)

Untuk memudahkan investor dalam memilih saham syariah, OJK merilis Daftar Efek Syariah (DES) secara berkala setiap bulan Mei dan November. DES berisi saham - saham perusahaan yang dikategorikan tidak bertentangan dengan prinsip syariah. 
Daftar efek syariah (DES) adalah kumpulan efek yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah di pasar modal, yang ditetapkan oleh OJK atau pihak yang mendapat persetujuan dari OJK sebagai Pihak Penerbit DES . DES merupakan panduan investasi bagi pihak pengguna DES, seperti manajer investasi pengelola reksa dana syariah, asuransi syariah, dan investor syariah lainnya. Selain itu, DES juga menjadi acuan bagi Bursa Efek Indonesia dan pihak lain yang Ingin menerbitkan indeks saham syariah.


Referensi :



PRODUK & JASA

KOLOM SYARIAH

KEISLAMAN

SERBA SERBI

AKTIVITAS PELATIHAN

AUDITING

AKUNTANSI SYARIAH

SEPUTAR AKUNTANSI