BUKU ISLAMIC CORPORATE GOVERNANCE (I-CG) DAN ISLAMIC CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (I-CSR) : TEORI DAN PRAKTIK

BUKU ISLAMIC CORPORATE GOVERNANCE (I-CG) DAN ISLAMIC CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (I-CSR) : TEORI DAN PRAKTIK


GUSTANI.ID - Alhamdulillah buku perdana yang ditulis secara mandiri telah terbit bulan Agustus 2021 bertepatan dengan ulang tahun ku yang ke 31. Buku “Islamic Corporate Governance (I-CG) dan Islamic Corporate Social Responsibility (I-CSR) : Teori dan Praktik” ini merupakan hasil adopsi dari Tesis penulis pada program studi Magister Akuntansi Universitas Padjadjaran, Bandung dengan judul “Analisis Pengaruh Pengungkapan  Islamic Corporate  Governance (ICG) Dan Islamic Corporate Social Responsibility (ICSR) Terhadap Disiplin Pasar dengan Kinerja Keuangan Sebagai Variabel Intervening (Studi Empiris pada Bank Syariah di Negara-Negara QISMUT)”. Buku ini terdiri dari 4 Bab, yang meliputi Bab 1 tentang Pendahuluan, Bab 2 tentang Islamic Corporate Governance (I-CG), Bab 3 tentang Islamic Corporate Social Responsibility (I-CSR), dan Bab 4 Studi Empiris: Pengaruh I-CG dan I-CSR Terhadap Disiplin Pasar Bank Syariah Di Negara – Negara QISMUT. 

SINOPSIS

Permasalahan ekonomi yang terjadi dalam beberapa dekade terakhir ini seperti krisis ekonomi yang berulang-ulang, kesenjangan sosial, eskalasi ekonomi dan sosial dan lainnya memunculkan beberapa isu. Setidaknya ada dua isu penting yang cukup mendapat banyak perhatian dari banyak kalangan yaitu isu Corporate Governance (CG) dan isu Corporate Social Responsibility (CSR). Dua isu ini dinilai bagian dari upaya untuk mewujudkan ekonomi yang berpihak pada banyak kepentingan (stakeholder).

Hadir dan berkembangnya sistem ekonomi syariah mengindikasikan bahwa adanya pergeseran orientasi ekonomi mainstream yang sebelumnya menekankan pada prinsip memaksimalkan keuntungan pemilik modal (shareholder value) menjadi memaksimalkan kepentingan banyak pihak (stakeholder value). Banyak pihak yang menyakini bahwa pengabaian terhadap kepentingan masyarakat dan lingkungan dapat mengakibatkan ketidakseimbangan dalam distribusi kesejahteraan sosial-ekonomi yang berakibat pada rusaknya tatanan sosial.

Buku ini disusun dalam rangka memperkaya khazanah keilmuan dibidang ekonomi syariah tentang Islamic Corporate Governance (ICG) dan Islamic Corporate Social Responsibility (ICSR) secara teori dan praktik pada Lembaga Keuangan Syariah yang merujuk pada standar keuangan syariah internasional seperti standar AAOIFI dan IFSB, serta hasil riset pakar pada jurnal-jurnal  internasional. 


DAFTAR ISI





PEMESANAN

Judul buku Islamic Corporate Governance (I-CG) dan Islamic Corporate Social Responsibility (I-CSR) : Teori dan Praktik terdiri dari 122 halaman yang terdiri dari 4 Bab. Diterbitkan oleh CV. Pena Persada. Penulis Gustani, SEI.,M.Ak.,SAS

Harga Rp 55.000 (belum termasuk ongkir)

atau

Harga E-Book 25.000 (dikirim via email)

SELURUH HASIL PENJUALAN BUKU INI SAYA INFAK KAN UNTUK RUMAH QURAN DI DAERAH SAMBAS KALIMANTAN YANG DIKELOLA OLEH YAYASAN MUAMALAH ISLAMIC CENTER

PEMBAYARAN VIA BSI NO REK 7178182751 A.N YAYASAN MUAMALAH ISLAMIC CENTER 


Buku ini sangat cocok sebagai bahan penyusunan skripsi, tesis, atau disertasi karena full referensi dari kurang lebih 150 daftar pustaka. 

PEMESANAN BUKU INI DAPAT MENGHUBUNGI

082357909050


3 Langkah Restrukturisasi Pembiayaan Syariah

3 Langkah Restrukturisasi Pembiayaan Syariah



GUSTANI.ID - Restrukturisasi Pembiayaan adalah upaya yang dilakukan Bank dalam rangka membantu nasabah agar dapat menyelesaikan kewajibannya.

Restrukturisasi Pembiayaan wajib memenuhi prinsip kehati-hatian dan Prinsip Syariah. Restrukturisasi Pembiayaan hanya dapat dilakukan untuk nasabah yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
  1. Nasabah mengalami penurunan kemampuan membayar; dan
  2. Nasabah memiliki prospek usaha yang baik dan mampu memenuhi kewajiban setelah restrukturisasi.

Restrukturisasi Pembiayaan dapat dilakukan antara lain melalui 3 langkah berikut ini:

1. Rescheduling

Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya;

Dalam Fatwa DSN MUI No. 48 diatur ketentuan Syariah atas praktek rescheduling. LKS boleh melakukan penjadwalan kembali (rescheduling) tagihan murabahah bagi nasabah yang tidak bisa menyelesaikan/melunasi pembiayaannya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati, dengan ketentuan:
  1. Tidak menambah jumlah tagihan yang tersisa;
  2. Pembebanan biaya dalam proses penjadwalan kembali adalah biaya riil;
  3. Perpanjangan masa pembayaran harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak
Dalam fatwa DSN-MUI No. 134 diatur Kriteria Biaya RiiI Penjadwalan yang boleh dikenakan oleh LKS kepada nasabah harus memenuhi kriteria berikut:
  1. Dapat ditelusuri (traceability) atas biaya peqiadwalan kembali;
  2. Kerugian riil yang nyata-nyata terjadi dalam proses bisnis yang normal (al-urf al-shahih) ;
  3. Terkait langsung dengan biaya-biaya yang ditimbulkan akibat restrukturisasi (bersifat variabel yang telah te4adVincuned diyect variable cast);
  4. Berdasarkan biaya-biaya yang tyata terjadi atau berdasarkan historic al cosl penjadwalan kembali; dan
  5. Jumlah atau nilainya harus memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman (Arm's Length Principle /ALP).
Komponen Biaya Riil sebagai akibat dari penjadwalan kembali, antara lain dapat meliputi:
  1. biayakomunikasi;
  2. biaya surat menyurat;
  3. biayaalat tulis kantor (ATK);
  4. biayaperjalanan;
  5. biaya jasa konsultasi hukum;
  6. biayajasanotariat;
  7. biayapengikatanjaminan;
  8. biaya perpajakan;
  9. biayaasuransi; dan
  10. biaya penaksiran ulang atas aset agunan.

2. Reconditioning

Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh persyaratan Pembiayaan tanpa menambah sisa pokok kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada Bank, antara lain:
  1. perubahan jadwal pembayaran;
  2. perubahan jumlah angsuran;
  3. perubahan jangka waktu;
  4. perubahan nisbah dalam Pembiayaan Mudharabah atau Pembiayaan Musyarakah;
  5. perubahan PBH dalam Pembiayaan Mudharabah atau Pembiayaan Musyarakah; dan/atau
  6. pemberian potongan;

3. Restructuring

Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan Pembiayaan yang antara lain:
  1. penambahan dana fasilitas Pembiayaan Bank;
  2. konversi akad Pembiayaan; dan/atau
  3. konversi Pembiayaan menjadi Penyertaan Modal Sementara pada perusahaan nasabah.


Bank dilarang melakukan Restrukturisasi Pembiayaan dengan tujuan untuk:
a. memperbaiki kualitas Pembiayaan; atau
b. menghindari peningkatan pembentukan PPA


Sumber
  1. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 16/POJK.03/2014 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
  2. Fatwa DSN-MUI Nomor 48 Tahun 2005 tentang Penjadwalan Kembali Tagihan Murabahah
  3. Fatwa DSN-MUI Nomor 134 Tahun 2020 tentang Biaya Riil Sebagai Akibat Penjadwalan Kembali Tagihan
Memahami Unsur - Unsur Laporan Keuangan Syariah

Memahami Unsur - Unsur Laporan Keuangan Syariah


GUSTANI.ID - Salah satu perbedaan mendasar laporan keuangan syariah dan laporan keuangan konvensional adalah dari sisi unsurnya. Sesuai dengan karakteristik transaksi syariah, menurut KDPPLKS, laporan keuangan syariah terdiri dari 7 unsur yaitu 4 unsur posisi keuangan dan 3 unsur kinerja keuangan: 

  1. Aset
  2. Liabilitas
  3. Dana Syirkah Temporer
  4. Ekuitas
  5. Penghasilan 
  6. Hak Pihak Ketiga Atas Bagi Hasil
  7. Beban

Sehingga persamaan akuntansi syariah adalah sebagai berikut:


UNSUR POSISI KEUANGAN

Unsur yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan syariah adalah aset, kewajiban, dana syirkah temporer dan ekuitas.

1. ASET

Aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh entitas syariah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan diperoleh entitas syariah. 

Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aset adalah potensi dari aset tersebut untuk memberikan sumbangan, baik langsung maupun tidak langsung, arus kas dan setara kas kepada entitas syariah. Potensi tersebut dapat berbentuk sesuatu yang produktif dan merupakan bagian dari aktivitas operasional entitas syariah. Mungkin pula berbentuk sesuatu yang dapat diubah menjadi kas atau setara kas atau berbentuk kemampuan untuk mengurangi pengeluaran kas, seperti penurunan biaya akibat penggunaan proses produksi alternatif.

Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aset dapat mengalir ke dalam entitas syariah dengan beberapa cara. Misalnya, aset dapat:

  1. digunakan baik sendiri maupun bersama aset lain dalam produksi barang dan jasa yang dijual oleh entitas syariah;
  2. dipertukarkan dengan aset lain;
  3. digunakan untuk menyelesaikan kewajiban; atau
  4. dibagikan kepada para pemilik entitas syariah

Pengakuan

Aset diakui dalam laporan posisi keuangan kalau besar kemungkinan bahwa manfaat ekonominya di masa depan diperoleh entitas syariah dan aset tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal

Pengukuran

Aset dapat diukur menggunakan metode :
  1. Biaya Historis. Aset dicatat sebesar pengeluaran kas (atau setara kas) yang dibayar atau sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) yang diberikan untuk memperoleh aset tersebut pada saat perolehan.
  2. Biaya Kini (current cost). Aset dinilai dalam jumlah kas (atau setara kas) yang seharusnya dibayar bila aset yang sama atau setara aset diperoleh sekarang.
  3. Nilai realisasi/penyelesaian (realisable/settlement value). Aset dinyatakan dalam jumlah kas (atau setara kas) yang dapat diperoleh sekarang dengan menjual aset dalam pelepasan normal (orderly disposal)

2. LIABILITAS

Liabilitas merupakan hutang entitas syariah masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya entitas syariah yang mengandung manfaat ekonomi.

Karakteristik esensial liabilitas adalah bahwa entitas syariah mempunyai kewajiban (obligation) masa kini. Kewajiban adalah suatu tugas atau tanggung jawab untuk bertindak atau untuk melaksanakan sesuatu dengan cara tertentu. 

Penyelesaian kewajiban masa kini biasanya melibatkan entitas syariah untuk mengorbankan sumber daya yang memiliki manfaat masa depan demi untuk memenuhi tuntutan pihak lain. Penyelesaian kewajiban yang ada sekarang dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya, dengan:
  1. pembayaran kas;
  2. penyerahan aset lain;
  3. pemberian jasa;
  4. penggantian kewajiban tersebut dengan kewajiban lain; atau
  5. konversi kewajiban menjadi ekuitas

Kewajiban juga dapat dihapuskan dengan cara lain, seperti kreditur membebaskan atau membatalkan haknya.

Pengakuan

Kewajiban diakui dalam laporan posisi keuangan kalau besar kemungkinan bahwa pengeluaran sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban (obligation) sekarang dan jumlah yang harus diselesaikan dapat diukur dengan andal. 

Pengukuran

  1. Biaya Historis. Kewajiban dicatat sebesar jumlah yang diterima sebagai penukar dari kewajiban (obligation), atau dalam keadaan tertentu (misalnya, pajak penghasilan), dalam jumlah kas (atau setara kas)yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha yang normal.
  2. Biaya Kini (current cost). Kewajiban dinyatakan dalam jumlah kas (atau setara kas) yang tidak didiskontokan (undiscounted) yang mungkin akan diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban (obligation) sekarang.
  3. Nilai realisasi/penyelesaian (realisable/settlement value). Kewajiban dinyatakan sebesar nilai penyelesaian; yaitu, jumlah kas (atau setara kas) yang tidak didiskontokan yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha normal.

3. DANA SYIRKAH TEMPORER

Dana syirkah temporer adalah dana yang diterima oleh entitas syariah dimana entitas syariah mempunyai hak untuk mengelola dan menginvestasikan dana, baik sesuai dengan kebijakan entitas syariah atau kebijakan pembatasan dari pemilik dana, dengan keuntungan dibagikan sesuai dengan kesepakatan; sedangkan dalam hal dana syirkah temporer berkurang disebabkan kerugian normal yang bukan akibat dari unsur kesalahan yang disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan, entitas syariah tidak berkewajiban mengembalikan atau menutup kerugian atau kekurangan dana tersebut.

Contoh dari dana syirkah temporer adalah penerimaan dana dari investasi mudharabah muthlaqah, mudharabah muqayyadah, musyarakah, dan akun lain yang sejenis.

Dana syirkah temporer tidak dapat digolongkan sebagai kewajiban. Hal ini karena entitas syariah tidak berkewajiban, ketika mengalami kerugian, untuk mengembalikan jumlah dana awal dari pemilik dana kecuali akibat kelalaian atau wanprestasi entitas syariah. Di sisi lain, danasyirkahtemporer tidak dapat digolongkan sebagai ekuitas karena mempunyai waktu jatuh tempo dan pemilik dana tidak mempunyai hak kepemilikan yang sama dengan pemegang saham, seperti hak voting dan hak atas realisasi keuntungan yang berasal dari aset lancar dan aset noninvestasi (current and other non investment accounts).

Hubungan antara entitas syariah dan pemilik dana syirkahtemporer merupakan hubungan kemitraan berdasarkan akad mudharabah muthlaqah, mudharabah muqayyadah atau musyarakah. Entitas syariah mempunyai hak untuk mengelola dan menginvestasikan dana yang diterima dengan atau tanpa batasan seperti mengenai tempat, cara, atau obyek investasi.

Pengakuan dana syirkah temporer dalam laporan posisi keuangan hanya dapat dilakukan jika entitas syariah memiliki kewajiban untuk mengembalikan dana yang diterima melalui pengeluaran sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi dan jumlah yang harus diselesaikan dapat diukur dengan andal. Jumlah dana syirkahtemporer dapat berubah sesuai dengan hasil dari investasinya

4. EKUITAS

Ekuitas adalah hak residual atas aset entitas syariah setelah dikurangi semua kewajiban dan dana syirkah temporer.

Meskipun, didefinisikan sebagai residual, ekuitas dapat disubklasifikasikan dalam Laporan Posisi Keuangan. Misalnya, dalam perseroan terbatas, setoran modal oleh para pemegang saham, saldo laba (retained earnings), penyisihan saldo laba dan penyisihan penyesuaian pemeliharaan modal masing-masing disajikan secara terpisah.

UNSUR KINERJA KEUANGAN

Penghasilan bersih (laba) seringkali digunakan sebagai ukuran kinerja atau sebagai dasar bagi ukuran yang lain seperti imbalan investasi (return on investment) atau penghasilan per saham (earnings per share). Unsur yang langsung berkaitan dengan pengukuran penghasilan bersih (laba) pada entitas syariah adalah penghasilan, hak pihak ketiga atas bagi hasil, dan beban.

1. PENGHASILAN (INCOME)

Penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal.

Definisi penghasilan (income) meliputi baik pendapatan (revenues) maupun keuntungan (gains). Pendapatan timbul dalam pelaksanaan aktivitas entitas syariah yang biasa dan dikenal dengan sebutan yang berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa (fees), bagi hasil, dividen, royalti dan sewa.

Keuntungan mencerminkan pos lainnya yang memenuhi definisi penghasilan dan mungkin timbul atau mungkin tidak timbul dalam pelaksanaan aktivitas entitas syariah yang biasa. Keuntungan mencerminkan kenaikan manfaat ekonomi dan dengan demikian pada hakekatnya tidak berbeda dengan pendapatan.

Pengakuan Penghasilan dalam laporan laba rugi kalau kenaikan manfaat ekonomi di masa depan yang berkaitan dengan peningkatan aset atau penurunan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur dengan andal. Ini berarti pengakuan penghasilan terjadi bersamaan dengan pengakuan kenaikan aset atau penurunan kewajiban (misalnya, kenaikan bersih aset yang timbul dari penjualan barang atau jasa atau penurunan kewajiban yang timbul dari pembebasan pinjaman yang masih harus dibayar)

2. HAK PIHAK KETIGA ATAS BAGI HASIL

Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer adalah bagian bagi hasil pemilik dana atas keuntungan dan kerugian hasil investasi bersama entitas syariah dalam suatu periode laporan keuangan. Hak pihak ketiga atas bagi hasil tidak bisa dikelompokan sebagai beban (ketika untung) atau pendapatan (ketika rugi). Namun, hak pihak ketiga atas bagi hasil merupakan alokasi keuntungan dan kerugian kepada pemilik dana atas investasi yang dilakukan bersama dengan entitas syariah.

3. BEBAN

Beban (expenses) adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aset atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal.

Definisi beban mencakupi baik kerugian maupun beban yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas entitas syariah yang biasa. Beban yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas entitas syariah yang biasa meliputi, misalnya, beban pokok penjualan, gaji dan penyusutan. Beban tersebut biasanya berbentuk arus keluar atau berkurangnya aset seperti kas (dan setara kas), persediaan dan aset tetap.

Kerugian mencerminkan pos lain yang memenuhi definisi beban yang mungkin timbul atau mungkin tidak timbul dari aktivitas entitas syariah yang biasa. Kerugian tersebut mencerminkan berkurangnya manfaat ekonomi, dan pada hakekatnya tidak berbeda dari beban lain

Pengakuan Beban dalam laporan laba rugi kalau penurunan manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan penurunan aset atau peningkatan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur dengan andal. Ini berarti pengakuan beban terjadi bersamaan dengan pengakuan kenaikan kewajiban atau penurunan aset (misalnya, akrual hak karyawan atau penyusutan aset tetap).


Semoga bermanfaat !


Sumber : KDPPLKS (2007)

PRODUK & JASA

KOLOM SYARIAH

KEISLAMAN

SERBA SERBI

AKTIVITAS PELATIHAN

AUDITING

AKUNTANSI SYARIAH

SEPUTAR AKUNTANSI