Akuntansi Syariah : Antara Teoritis dan Praktis

Akuntansi Syariah : Antara Teoritis dan Praktis




GUSTANI.ID - Meski secara praktek, akuntansi syariah jauh mendahului akuntansi konvensional (baca : barat), namun sebagai sebuah disiplin ilmu pengetahuan, akuntansi syariah jauh tertinggal dari akuntansi konvensional. Hal ini tidak terlepas dari kemunduran umat islam termasuk dari sisi pengembangan ilmu pengetahuan. Pondasi keilmuan yang pernah ditancapkan oleh ilmuan-ilmuan muslim pada abad kejayaan Islam (750 M – 1258 M) tidak mampu dilanjutkan oleh generasi berikutnya. Ironisnya khazanah keilmuan tersebut dicaplok dan direbut oleh ilmuan barat, sehingga hasilnya mereka yang merasakan.

Akuntansi syariah mulai menggeliat seiring dengan perkembangan wacana ekonomi islam yang semangkin kencang. Wacana ekonomi Islam dijewantahkan dalam bentuk hadirnya lembaga keuangan syariah. Angin segar pengembangan akuntansi syariah pun menyeruak sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari perkembangan lembaga keuangan syariah. Banyak sarjana akuntansi muslim maupun non muslim yang mulai tertarik untuk mengeluti akuntansi syariah.

Pengembangan akuntansi syariah terbagi menjadi dua arus pemikiran, yaitu Akuntansi Syariah filosofis-teoritis dan Akuntansi Syariah pragmatis-praktis. Hal ini tidak terlepas dari faktor pesatnya perkembangan lembaga keuangan syariah dan keinginan yang kuat para sarjana muslim untuk menghadirkan konsep akuntansi yang lahir dari rahim agama Islam itu sendiri.

Akuntansi Syariah Filosofis-Teoritis

Aliran pemikiran akuntansi syariah filosofis-teoritis adalah aliran pemikiran yang mencoba dan berusaha untuk melahirkan teori-teori akuntansi yang lahir dari ajaran Islam tanpa adanya campuran pemahaman dari akuntansi konvensional. Agama islam yang sempurna dan pengalaman sarjana muslim terdahulu menjadi keyakinan bahwa akuntansi syariah yang murni dari Islam dapat dipraktikkan. 

Beberapa kajian akuntansi syariah filosofis-teoritis di Indonesia diantaranya Harahap 1997; Triyuwono 1997;2000; Triyuwono dan As’udi; 2001. Sedangkan di level internasional dapat merujuk pada karya Gambling dan Karim 1986;1991; Hamid dkk 1993; Baydoun dan Willet 1994; Triyuwono 1995;1999; Triyuwono dan Gaffikin 1996. Kajian-kajian ini memberikan kontribusi besar bagi perkembangan akuntansi syariah secara filsofis-teoritis (Triyuwono, 2003). Atau karya ‘Atiyah (1993), dan Muhammad (2000).

Aliran ini menggunakan pendekatan deduktif-normatif. Pendekatan ini bermula pada konsep yang umum dan abstrak, kemudian diturunkan pada tingkat yang lebih kongkret dan pragmatis. Wacana ini mulai dari penetapan tujuan akuntansi, kemudian ke teori, dan akhirnya ke teknik akuntansi (Triyuwono, 2009). Dapat dikatakan bahwa pengembangan akuntansi syariah based on the principles of Islam yaitu berasal dari sumber hukum Islam. Kemudian baru dikompromikan dengan prinsip-prinsip akuntansi yang sudah berjalan (Suwiknyo,2007).

Beberapa pemikir mencoba merumuskan tujuan akuntansi syariah dengan bervariasi. Triyuwono (1995;1996;1997;2000) melalui konsep teologi pembebasan tauhid menetapkan bahwa tujuan akuntansi syariah adalah sebagai instrumen untuk membebaskan manusia dari ikatan jaringan kuasa kapilatisme atau jaringan kuasa lainnya yang semu, dan kemudian diikatkan pada jaringan kuasa ilahi. Harahap (1997) menjelaskan tujuan akuntansi syariah adalah mengungkap kebenaran, kepastian, keterbukaan, keadilan, dan akuntabilitas dari transaksi yang dilakukan oleh perusahaan.

Secara teori, kajian Triyuwono dan As’udi (2001) mencoba mengkonsep laba dalam konteks metafora zakat. Setiabudi  (2000),  secara implisit  menggunakan  entity  theory untuk melihat dan menjustifikasi konsep akuntansi ekuitas  dari  sudut  pandang  Islam.  Sebaliknya,  Slamet  (2001)  justru  menggunakan enterprise theory (yang kemudian dimodifikasi  dengan  menginternalisasikan  nilai  Islam) untuk mengembangkan teori akuntansi syari’ah.

Dalam konteks ini masing-masing pemikir masih memiliki konsep yang berbeda-beda dalam pengembangan akuntansi syariah secara teoritis. Sehingga akuntansi syariah sebagai suatu teori masih dalam tahap pengembangan yang harus terus dilanjutkan. Mencari konsep akuntansi syariah yang paling ideal, sehingga dapat diterapkan secara praktis pada perusahaan-perusahaan syariah.

Pengembangan akuntansi syariah teoritis-filosofis harus terus dikawal, terutama oleh perguruan tinggi yang membuka kajian akuntansi syariah. Saat ini kita mendapatkan geliat semangat yang tinggi dari para sarjana muslim untuk mengembangkan akuntansi syariah. Hal ini ditunjukan dengan hasil penelitian tentang akuntansi syariah dan dibukanya program akuntansi syariah dibeberpa Perguruan Tinggi baik swasta maupun negeri.

Akuntansi Syariah Praktis

Akuntansi syariah praktis adalah praktik akuntansi pada lembaga keuangan syariah. Kehadiran lembaga keuangan syariah menuntut hadirnya metode pencatatan untuk transaksi-transaksi syariah pada lembaga keuangan syariah. Akuntansi syariah yang secara teori belum mapan untuk diterapkan mengharuskan lembaga keuangan syariah menerapkan akuntansi konvensional dengan penyesuaian-penyesuaian dengan prinsip syariah.

Pendekatan yang digunakan oleh akuntansi syariah praktis adalah pendekatan pragmatis. Pendekatan pragmatis, terdiri dari penyusunan teori yang ditandai dengan penyesuaian praktik sesungguhnya yang bermanfaat untuk memberi saran solusi praktis (Yadiati, 2015).Aliran ini mengadopsi konsep akuntansi konvensional, kemudian disesuaikan dengan prinsip syariah. Konsep akuntansi konvensional yang berbenturan dengan konsep syariah tidak digunakan, sedangkan yang tidak bertentangan akan digunakan.

Di Internasional, Accounting and Auditing Standars For Islamic Financial Institutions (AAOFI) pada tahun 1998 di Bahrain. AAOIFI menjadi rujukan standar akuntansi untuk lembaga keuangan syariah di dunia. Di Indonesia, dimulai dengan hadirnya buku Widodo dkk (1999) yang membahas konsep akuntansi untuk BMT. Baru pada tahun 2003, IAI selaku organisasi yang berwenang menerbitkan standar akuntansi, menerbitkan PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah.

Seiring perkembangan lembaga keuangan syariah yang pesat, terbitlah PSAK Syariah yang diterbitkan secaraa terpisah dengan PSAK umum. Saat ini IAI sudah menerbitkan 10 PSAK Syariah dan 1 KDPPLK Syariah.

Perkembangan akuntansi syariah praktis akan selalu lebih maju dari akuntansi syariah filosofis-teoritis, karena merupakan kebutuhan industri. Sehingga kajian-kajian akuntansi syariah praktis lebih banyak dan lebih diminati. Perkembangannya menyesuaikan dengan perkembangan bisnis syariah.

Teoritis atau Praktis ?

Melihat kondisi diatas, maka aliran pemikiran manakah yang dikedepankan pengembangannya ? teoritis atau praktis ?

Masing-masing aliran pemikiran memiliki kekurangan dan kelebihan. kelebihan Aliran pemikiran teoritis adalah mencoba menghadirkan teori akuntansi yang murni dari ajaran Islam. Kelemahannya adalah proses pengembanganya lama, padahal kebutuhan bisnis terus berkembanga dengan cepat, sehingga teori-teori yang dihasilkan cenderung sulit diterapkan pada dunia praktek.

Sedang kelebihan aliran praktis adalah sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan industri, sehingga mudah diterapkan. Kelemahannya, bila terus-menerus dilakukan cenderung akan menggerus nilai-nilai Islam, bahkan menghilangkannya.

Atas kelebihan dan kelemahan masing-masing aliran pemikiran, baiknya saling melengkapi dengan pengembangan yang berkelanjutan dan beriringan. Aliran pemikiran teoritis harus terus didukung pengembangannya melalui penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para akademisi yaitu dosen-dosen akuntansi syariah di perguruan tinggi. Semakin banyak pihak yang berkontribusi, maka semakin cepat pengembangan akuntansi syariah. Aliran praktis juga terus didorong pengembangannya oleh industri dan otoritas terkait.  Berharap suatu saat, jika teori akuntansi syariah sudah mapan dapat diterapkan di industri syariah.
Pedoman Penyelenggaraan BPJS Kesehatan Syariah

Pedoman Penyelenggaraan BPJS Kesehatan Syariah

MUI melalui hasil Ijtima' Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia ke-5 Tahun 2015 di Tegal, Jawa Tengah pernah menyatakan bahwa penyelenggaraan BPJS Kesehatan saat ini belum sesuai dengan prinsip syariah pada beberapa ketentuannya. Diantaranya adalah BPJS Kesehatan masih mengandung unsur Riba, Gharar, dan Maisir sehingga diperlukan BPJS Kesehatan yang sesuai dengan prinsip syariah. MUI pada akhir tahun 2015 melalui DSN  mensahkan Fatwa Nomor 98/DSN-MUI/XII/2015 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Syariah. 

Berikut ini ketentuan Penyelenggaraan BPJS Kesehatan Syariah menurut Fatwa DSN-MUI Nomor 98 :

PRODUK & JASA

KOLOM SYARIAH

KEISLAMAN

SERBA SERBI

AKTIVITAS PELATIHAN

AUDITING

AKUNTANSI SYARIAH

SEPUTAR AKUNTANSI