Meski secara praktek,
akuntansi syariah jauh mendahului akuntansi konvensional (baca : barat), namun
sebagai sebuah disiplin ilmu pengetahuan, akuntansi syariah jauh tertinggal
dari akuntansi konvensional. Hal ini tidak terlepas dari kemunduran umat islam
termasuk dari sisi pengembangan ilmu pengetahuan. Pondasi keilmuan yang pernah
ditancapkan oleh ilmuan-ilmuan muslim pada abad kejayaan Islam (750 M – 1258 M)
tidak mampu dilanjutkan oleh generasi berikutnya. Ironisnya khazanah keilmuan
tersebut dicaplok dan direbut oleh ilmuan barat, sehingga hasilnya mereka yang
merasakan.
Akuntansi syariah mulai
menggeliat seiring dengan perkembangan wacana ekonomi islam yang semangkin
kencang. Wacana ekonomi Islam dijewantahkan dalam bentuk hadirnya lembaga
keuangan syariah. Angin segar pengembangan akuntansi syariah pun menyeruak
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari perkembangan lembaga keuangan
syariah. Banyak sarjana akuntansi muslim maupun non muslim yang mulai tertarik
untuk mengeluti akuntansi syariah.
Pengembangan akuntansi
syariah terbagi menjadi dua arus pemikiran, yaitu Akuntansi Syariah
filosofis-teoritis dan Akuntansi Syariah pragmatis-praktis. Hal ini
tidak terlepas dari faktor pesatnya perkembangan lembaga keuangan syariah dan
keinginan yang kuat para sarjana muslim untuk menghadirkan konsep akuntansi yang
lahir dari rahim agama Islam itu sendiri.