Showing posts with label SYARI'AH. Show all posts
Showing posts with label SYARI'AH. Show all posts
FIQH RIBA : Pendahuluan dan Pengantar - (1)

FIQH RIBA : Pendahuluan dan Pengantar - (1)

GUSTANI.ID - Tulisan berikut adalah terjemahan dari Kitab "Fi Fiqh al-Muamalat al-Maliyah al-Mashrifiyah al-Mu'ahirah: Qiraah Jadidah,  Karya: Dr. Nazih Hammad, yang dijadikan bahan Pengajian kitab kuning muamalah maaliyah kontemporer oleh DSN-MUI Institute setiap hari Jumat pukul 05.30 - 07.00 (info selanjutnya KLIK SINI). Berikut ini adalah terjemahan bahsul awwal tentang Pemahaman Riba secara Istilah dari Segi Dalil An-Nusus dan Klasifikasinya Menurut Para Ahli Fiqih -"al mafhum al istilahi li riba baina dilalat an nusus wa taqsimiha al fuqoha". Kitab asli dapat didownload DISINI.

DAFTAR ISI

Pendahuluan

Kata Pengantar

Pembahasan 1: pengertian hukum riba

Masalah pertama : Makna Riba Secara Khusus

       A. Riba An-nasi'ah

       B. Riba Al-Buyu' (jual beli)

Masalah kedua : Makna Riba Secara Umum

Pembahasan 2: Klasifikasi Riba Dalam  Istilah Ilmu Fiqih


PENDAHULUAN

Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, Dan sehat sejahtera bagi orang bertaqwa, dan Sholawat serta salam kepada Pembawa Risalah Terakhir, Nabi kita Muhammad, Yang Diutus Sebagai Rohmat untuk semesta dan kepada keluarga-nya para sahabat-nya dan orang yang berdakwah dengan seruan-nya sampai hari akhir.

Adapun setelahnya: maka ini adalah sebuah pembahasan keilmuan yang ringkas dan menyeluruh, disusun dengan gaya yang mudah dan halus, dengan ungkapan atau frasa yang sangat jelas, terdapat investigasi dan penyesuaian Dalil Hukum untuk Riba, yang mengutip pengertian, perkataan, dan peng-klasifikasi-an tentang riba dari para ulama Fiqh dari macam macam Riba dan klasifikasinya. Dan itu semua atas dasar Nash(teks) Al-Qur'an dan As-Sunnah, juga atas dasar ijtihad para ahli ilmu. Dengan ketelitian pemahaman para ulama, dalamnya pemikirannya juga pandangannya. Beserta penjelasan terkait dengan aturan hukum secara menyeluruh dan hukum luar biasa(pengecualian) yang diambil dari sumber hukum Asli.

Dan sangat diharapkan studi metodologis ini tidak kurang dari 5 Manfaat yang telah diperingatkan Al Imam Al Khozin dalam pendahuluan di Kitab Tafsirnya(Li Bab At-Ta'wiili FII Ma'anii At-Tanziili), sangat penting terkandungnya 5 perkara manfaat dalam setiap pembahasan/penelitian ini. Seperti yang dikatakan:

وينبغي لكل مؤلف كتاب في فن قد سبق إليه أن لايخلو كتابه من خمس فوائد : استنباط شيء إن كان معضلا، أو جمعه إن كان متفرقا، أو شرحه إن كان غامضا، أو حسن نظم و تأليف، أو إسقاط حشو و وتطويل. 

Yang artinya: seharusnya bagi setiap pengarang kitab memiliki teknik sehingga menjadikan kitabnya tidak kurang/kehilangan salah satu dari 5 perkara manfaat: 

  1. Mengambil pelajaran dan menyimpulkan sesuatu jika terdapat masalah
  2. Mengumpulkan hal jika hal itu berserakan
  3. Menjelaskan hal jika hal itu tidak diketahui
  4. Baik dalam penyusunan dan perangkaian
  5. Hindari/kurangi penjelasan yang panjang dan bertele tele

Dan di kesimpulan aku berkata dengan apa yang dikatakan Al-Imam Al-Khitobi di muqoddimah kitabnya (Ghoriib Al-Hadits (1/49))

فأما سائر ما نتكلمنا عليه مما استدركناه بمبلغ أفهامنا وأخذناه عن أمثالنا، فإنّا أحقّاء بأن لا نزكيه، وأن لا نؤكد الثقة به، وكل من عثر منه على حرف أو معنى يجب تغييره، فنحن نناشده الله في إصلاحه وأداء حقّ النصيحة فيه، فإنّ الإنسان ضعيف لا يسلم من الخطأ إلا أن يعصمه الله ب توفيقه، ونحن نسأل الله ذلك، ونرغب إليه في دركه، إنه جواد وهوب.

Artinya: maka setiap yang telah kita bicarakan dari yang telah kita perbaiki dengan batas pemahaman kami. Dan kami mengambil nya dari orang yang menjadi panutan kami. Maka kami berhak untuk tidak mensucikannya, dan berhak pula untuk tidak memberi kepercayaan berlebih. Dan siapapun yang menemukan kesalahan kata dan makna wajib baginya untuk merubahnya, maka kami memohon kepada Allah untuk memperbaikinya dan memberikan hak nasihat didalamnya, maka sesungguhnya manusia adalah makhluk lemah yang tidak selamat dari kesalahan kecuali Allah mengampuninya dan memberi taufik-Nya, dan kami menginginkan untuk mencapai pengetahuan atasnya. Sesungguhnya itu hal yang sulit lagi keras.


KATA PENGANTAR

Sesungguhnya pemahaman riba secara istilah dalam Islam dan hal yang terkait dengan Hukum dan penjelasannya, serta pembahasan-pembahasan dan klasifikasi-klasifikasi, dalih dan petunjuknya kesepakatan dan perbedaan pandangan dari ahli ilmu. Adalah urusan Fiqh yang rinci,sulit,sukar jika telah berjalan studi analisis tentang semua di atas maka kamu akan mengukur kedalamannya, dengan melihatnya secara menyeluruh maka akan tampak batasan-batasan dan petunjuk-petunjuknya, dan dapat menyelesaikan masalahnya, dan itu adalah fakta yang tidak dapat disombongkan oleh para Alim yang bijaksana, yang pandangannya melampaui batasan-batasan yang dangkal, dan memasuki urusan/perkara yang dalam.

Dan Ahli Fiqh kontemporer telah menunjukan hal tersebut dengan berkata “(Tidak ada masalah kenegaraan(furu)(sipil) dalam Hukum Islam , yang terjadi perselisihan dan keraguan di dalamnya sejak abad pertama. Kemudian masih meningkat bentuk-bentuk dan kompleksifitas dengan banyaknya pembahasan para ulama yang berbeda pandangan, kecuali masalah riba, riba serupa dengan masalah Aqidah)”.

Namun telah terjadi penafian terhadap hal di atas dari sebagian para Ahli Fiqh, Ibnu Katsir berkata : “(Bab riba adalah yang paling bermasalah (rumit) bagi kebanyakan para Ahli Ilmu)” dan syatibi pun berkata “tentang perkara riba Al-Buyu’  “(Sesungguhnya hal itu adalah sudut pandang yang tersembunyi bagi para Ahli ijtihad, dan salah satu perkara yang paling samar yang belum jelas maknanya sampai hari ini)” dan berkata Al-Azz Bin Abdu As-Salam “(dan suatu keharusan yang mendesak untuk menjadikan Riba Al-Buyu’ sebagian dari dosa besar)”. Saya tidak berpihak atas hal seperti itu. Maka sesungguhnya bentuk dari Riba Al-Buyu’ adalah sesuatu yang dapat di makan/Nilai dari sesuatu yang dapat dihitung , hal tersebut tidak menjadi keperluan yang mendesak, Riba menjadi sebagian dosa besar karena hal itu. Dan tidak sah menjadikan Riba Fadl dan Riba An-Nasi’ alasan untuk menjadikan Riba Al-Buyu’ salah satu dosa besar. Maka sesungguhnya siapa yang menjual 1000 DINAR dengan 1 Dirham SAH jual belinya, dan barang siapa menjual 1 karung/bal selai gandum (yang belum dikupas) dengan 1 karung/bal biji gandum (yang sudah dikupas), atau menjual 1 mud (hitungan liter) selai gandum dengan 1000 mud (hitungan liter) biji gandum, atau menjual 1 mud dari biji gandum dengan semisalnya, atau menjual 1 dinar dengan semisalnya, atau 1 dirham dengan semisalnya dengan menunda pembayarannya maka sesungguhnya jual belinya tidak sah (Rusak), bersama dengan itu di dalam gambaran ini tidak mengisyaratkan makna yang timbul/jelas dan disandarkan padanya. 

Dan berkata Al-Bujiromi dalam catatan kaki (komentar) atas penjelasan Al-Khotib (orang yang berbicara) terkait perkataan As-Syarikh (orang yang menjelaskan) bahwasanya Riba adalah sebagian dari dosa besar : “(adalah dari sebagian dosa yang paling besar)”. Dan disandarkan bahwa itu adalah dosa paling besar dari dosa besar lainya : bersekutu dengan Allah, lalu membunuh, zina, kemudian mencuri, kemudian minum khomr, lalu Riba dan gasab (mengambil hak orang lain tanpa bersembunyi lagi mengancam)”.

Yang dikomentari:
Dan bentuk Riba menjadi salah satu dosa besar nampak pada sebagian klasifikasinya yaitu Riba Az-Ziyadah, adapun Ar-Riba dalam penundaan (penukarannya) tanpa penambahan (tambahan) (Az-Ziyadah) di salah satu alat tukar, jelas itu adalah dosa kecil karena tidak terdapat tujuannya, maka itu adalah akad yang rusak, dan telah jelas bahwa akad yang rusak adalah bagian dari dosa kecil.

Dan hal tersebut tidak mengejutkan, telah diriwayatkan dari Bukhori, Muslim, Abu Daud, dan Nasa’i dari Umar bin Khattab berkata : 3 hal yang aku senangi, ketika Rasulullah meminta kami berjanji untuk : 3 hal : Al-Jadd (Hukum waris kakek), Al-Kalalah (Hukum waris yang tidak memiliki siapa-siapa), dan bab-bab dari sekian banyaknya bab tentang Riba”. 

Dan diriwayatkan Abdur Razzaq dalam karangannya dari Umar bin Khattab R.A berkata : Kami meninggalkan 9/10 dari yang halal karena takut akan Riba.

Dan diriwayatkan juga Umar bin Khattab berkata : aku takut telah menambahkan 10 kali lipat dalam masalah Riba khawatir. 

Dan diriwayatkan dari Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Jarir, Ibnu Mundir, dan selainnya dari Umar bin Khattab RA. Bahwasanya dia umar berkata : dari akhir apa yang telah turun adalah ayat Riba, dan Rasulullah SAW terdiam sebelum menafsirkannya, lalu menyerukan tentang Ar-Riba dan Keraguan (Umar mengisyaratkan bahwa ada banyaknya jenis Riba dan ada sebagian dari syubhat yang tidak masuk bagian Riba yang diharamkan Allah).

Dan Ibnu Rusyd (new) ahli hukum telah mengaitkan dengan perkataan umar bin Khattab, bahwa Umar tidak bermaksud bahwa Rasulullah tidak menafsirkan atau tidak menjelaskan  maksud ayat riba, melainkan bermaksud bahwasanya Rasulullah belum mengeneralisasi semua bentuk riba dengan Nash tersebut(dalil Al-Qur'an). 

Hasil yang diketahui bahwa Rasulullah telah banyak men-nash-kan tentang bentuk riba dan apa yang belum di-nash-kan dari bentuk riba. Maka sesungguhnya Rasulullah telah menyempurnakan pengertian Riba melalui bentuk-bentuk dalil syar'i(Al-Qur'an dan Al hadits) dan menjelaskan bentuk bentuk riba. Dan Rasulullah tidak wafat kecuali ia telah menyempurnakan agama Islam, dan setelah menjelaskan apapun yang butuh dijelaskan bagi kaum muslimin. 

وقال تعالى : ....ٱلۡیَوۡمَ أَكۡمَلۡتُ لَكُمۡ دِینَكُمۡ وَأَتۡمَمۡتُ عَلَیۡكُمۡ نِعۡمَتِی وَرَضِیتُ لَكُمُ ٱلۡإِسۡلَـٰمَ دِینࣰاۚ فَمَنِ ٱضۡطُرَّ فِی مَخۡمَصَةٍ غَیۡرَ مُتَجَانِفࣲ لِّإِثۡمࣲ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورࣱ رَّحِیمࣱ }
[Surat Al-Ma'idah: 3]

Lalu ahli hukum melanjutkan perkataannya: Dan dari perkataan Umar yang mendukung/menunjukan apa yang telah kita tafsirkan, perkataan Umar bin Khattab RA : 

إنكم تزعمون أنا نعلم أبواب الربا، ولأن أكون أعلمها أحب إلي من أن يكون لي مثل مصر وكورها

Artinya: sesungguhnya kalian mengira kami mengetahui pintu pintu riba, dan jika itu terjadi maka mengetahuinya lebih aku sukai daripada aku memiliki Mesir dan Sekelilingnya.

Bersamaan dengan itu sesungguhnya pintu-pintu riba tidak samar bagi seseorang tertentu, maka Umar Ra mengabarkan bahwasannya bentuk dari banyaknya bentuk riba jelas nyata dalam Nash (Al hadits) Nabi Salallahu alaihi wa salam,  dan bagian yang lain samar Karena tidak ada dalam Nashnya. Dan dia berharap semua bentuk riba menjadi nampak dan jelas, dengan Mengetahuinya melalui hadits Nabi dan tidak kekurangan pengetahuan atas Nash yang menjelaskannya. Dan ketika Allah Azza Wa Jalla  ingin menguji hambanya adalah dengan memecah jalan dari jalan jalan keilmuan lainnya. Menjadikan sebagiannya tampak dan sebagiannya samar, agar yang samar dapat diketahui dengan ijtihad dan pengelihatan terhadap bagian yang jelas. Maka akan didangkat dengan derajat yang tinggi, bagi orang orang yang beriman dan orang orang yang diberi keilmuan.

Dan  syekh At thohiir bin Asyura mendiskusikan tentang perkataan Umar, lalu menyimpulkan dengan perkataan: 

Yang terlihat bagiku bahwasannya Umar tidak bermaksud mengumumkan lafadz Riba, karena Umar telah mendapatkan penjelasan dan penafsirannya, tetapi Umar bermaksud bahwa penerapan hukum riba dalam jual beli yang banyak jenisnya adalah suatu yang samar. Dan Nabi belum men-generalisir hal tersebut dengan Nash.

Dan imam Al mazaari telah mengingatkan tentang Asal problematika dan inti dari Riba. Dan kunci untuk misteri tersebut adalah perkataannya: ini, dalam hukum Islam tidak semua Nash didapati untuk setiap permasalahan. Tapi menyebutkan/menyiratkan sesuatu yang menjadi kunci. Dan para ahli ilmu menjadi wakil untuk mengambil hukum dari kunci tersebut, seperti yang telah dilakukan dalam pengambilan hukum atas 6 hal yang menjadi Riba. Dan hal yang mungkin 6 tersebut menjadi lafadz yang akan diterapkannya hukum riba di segala jenis riba.

Sudah selayaknya saya menjelaskan posisi saya dalam hal ini, bahwasannya aku tidak bermaksud memperinci pendapat dalam Bab Riba, dan tidak menentang madzhab madzhab fiqih dalam Alasan pengambilan Hukum Riba Al buyu'. Dan tidak membahas masalah Ad-dzarooi' (sesuatu yang sejatinya tidak diharamkan, tetapi ditakutkan dengannya akan terjerumus kepada hal yang benar benar haram) dan tidak membahas (الحيل الربوية)( hail ribawiyah* yang dimaksud adalah trik menjalankan riba sehingga tidak terlihat seperti riba namun jika di tela'ah hal itu adalah riba).

Sesungguhnya maksud tujuanku hanya sebatas kebebasan berbicara, menjernihkan sebuah karangan, dan memperjelas petunjuk-petunjuk tentang Istilah Riba dan Kategorinya. Dan petunjuk itu diambil dari Al Qur'an dan Hadits. Dan mencari pemahaman dari Ijtihad para ahli Fiqh, beserta pandangannya. Dan apa yang terkait dengan itu, yang menjadikan kita merealisasikan sebuah keilmuan. Dan diharapkan pembaca mendapat tambahan ilmu didalam pembahasan ini. Pembaca yang memiliki kepedulian atas kitab-kitab tentang pembahasan Riba yang rumit. 


*Diterjemahkan oleh Muhammad Sholehuddin Al Ayyubi (Mahasiswa LIPIA Jakarta)
Pokok - Pokok Pembahasan Seputar Zakat: Pengertian, Hukum, Kriteria, Penerima dan Jenis

Pokok - Pokok Pembahasan Seputar Zakat: Pengertian, Hukum, Kriteria, Penerima dan Jenis

GUSTANI.ID - Zakat adalah perkara pokok dalam agama Islam yang harus diketahui oleh setiap muslim (al-ma'lum min ad dini bi adh dharurah). Sebab zakat adalah salah satu pilar bangunan Islam yang setara dengan syahadat, shalat, puasa, dan haji. Berikut ini adalah pokok - pokok pembahasan seputar zakat yang perlu kita pahami agar tidak tersalah dalam menjalankan zakat.

Saya menyampaikan materi tentang Zakat pada kuliah subuh di Masjid Al Munawwir pada Ramadhan 1443 H 

PENGERTIAN ZAKAT

Pengertian zakat secara bahasa berasal dari kata dasar (masdar) زَكَي ـ يُزَكِّي ـ زّكَاةً yang bermakna berkah, berkembang, dan suci. Sehingga sesuatu itu disebut zakat, jika sesuatu tersebut tumbuh dan berkembang. 

Secara istilah pengertian zakat adalah "Sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada orang-orang yang berhak". Sedangkan Sayyid Sabiq dalam Fikih Sunnah menjelaskan bahwa Zakat adalah sebutan atas segala sesuatu yang dikeluarkan oleh seseorang sebagai kewajiban kepada Allah swt., kemudian diserahkan kepada orang-orang miskin atau yang berhak menerimanya. Disebut zakat karena mengandung harapan untuk memperoleh berkah, membersihkan jiwa, dan mengembangkan harta dalam segala kebaikan.

Secara operasional zakat dapat diartikan dengan mengeluarkan sebagian harta dalam waktu tertentu dengan nilai tertentu dan peruntukan tertentu. 

HUKUM ZAKAT

Zakat merupakan salah satu dari lima rukun Islam dan disebutkan secara beriringan dengan kata shalat pada delapan puluh dua ayat di dalam Al-Qur'an. Allah mewajibkan zakat sebagaimana dijelaskan di dalam Al - Qur'an, Sunnah rasul-Nya, dan Ijma' ulama.

Allah berfirman :

وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَارْكَعُوْا مَعَ الرَّاكِعِيْنَ

Terjemah : "Dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang yang rukuk" (QS Al Baqarah: 43).

Sabda Rasulullah SAW:

عن أبي عبد الرحمن عبد الله بن عمر بن الخطاب رضي الله عنهما قال : سمعت النبي صلَّى الله عليه وسلَّم يقول : بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ ، وَ إِقَامِ الصَّلَاةِ ، وَ إِيْتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَ حَجِّ الْبَيْتِ ، وَ صَوْمِ رَمَضَانَ .رواه البخاري و مسلم .


Artinya: Dari Abu ‘Abdirrahman ‘Abdullah bin ‘Umar bin Al-Khaththab –radhiyallahu ‘anhuma-, katanya, “Aku mendengar Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, : ‘Islam dibangun di atas lima: persaksian bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, naik haji, dan puasa Ramadhan". (HR Bukhari dan Muslim).

Kapan Kewajiban Zakat Di Mulai ? 

Menurut Sayyid Sabiq, Zakat diwajibkan secara resmi di Mekah pada masa awal perkembangan Islam. Pada saat itu, zakat tidak dibatasi seberapa besar harta yang wajib dikeluarkan zakatnya dan tidak pula jumlah yang harus dikeluarkan zakatnya. Semua itu diserahkan kepada kesadaran dan kemurahan hati kaum Muslimin. Pada tahun kedua setelah hijrah, menurut keterangan yang paling masyhur, mulai ditetapkan kadar dan jumlah dari setiap jenis harta yang harus dikeluarkan zakatnya secara rinci.

KERITERIA ZAKAT

Para ulama sepakat bahwa kewajiban zakat hanya kepada muslim baik laki-laki maupun wanita, tidak gila, merdeka, dan memiliki harta yang telah memenuhi kriteria wajib zakat.

Dr. Yusuf Qardhawi menyebutkan kriteria harta yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah:

  1. Milik penuh
  2. Berkembang
  3. Cukup nishab
  4. Lebih dari kebutuhan biasa 
  5. Beban dari utang
  6. Berlalu setahun (haul)

PENERIMA ZAKAT

Golongan penerima zakat telah ditetapkan oleh Allah SWT dalam Al Quran yang tidak bisa lagi untuk dirubah. Allah SWT berfirman dalam Al Quran surat At Taubah ayat 60 yang menjelaskan terdapat 8 golongan (asnaf) yang berhak sebagai penerima zakat.

۞ اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعَامِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغَارِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ 

Terjemah :
"Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana".

Dari Ayat diatas 8 golongan penerima zakat adalah sebagai berikut:
  1. Fakir, yaitu orang yang tidak memiliki harta dan juga pendapatan yang cukup
  2. Miskin, yaitu orang yang memiliki pendapatan, tetapi tidak mencukupi kebutuhan selama satu tahun.
  3. Amil, yaitu setiap orang atu pihak yang bekerja atau bertugas untuk mengumpulkan, mendayagunakan, dan mendistribusikan zakat.
  4. Muallaf Qulubuhum, yaitu (1) orang yang diharapkan kecenderungan hatinya, (2) keyakinan dapat bertambah terhadap Islam, dan (3) terhalang niat jahat mereka atas kaum muslimin, atau harapan akan adanya kemanfaatan mereka dalam membela dan menolong kaum muslimin dari musuh.
  5. Riqab, yaitu hamba sahaya atau budak, baik laki-laki maupun wanita. Riqab dalam konteks kontemporer dapat diartikan sebagai (a) seorang tawanan Muslim yang ditawan oleh tentara musuh, (b) seorang yang dipenjara karena difitnah (c) seorang pembantu yang disekap dan disiksa oleh majikannya, atau (d) bangsa muslim yang dijajah oleh bangsa kafir.
  6. Gharimin, yaitu orang yang memiliki utang, baik untuk keperluan sendiri maupun orang lain.
  7. Fisabilillah, makna asalnya adalah jihad qital (perang). Secara kontemporer dapat dimaknai setiap aktivitas yang ditujukan untuk perjuangan di jalan Allah SWT seperti berdakwah, mengelola sarana dakwah, dan lainnya.
  8. Ibnu Sabil, yaitu kinayah dari musafir yang bepergian dari satu tempat ke tempat yang lain. Ibnu sabil juga dimaknai sebagai orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan untuk melaksanakan perbuatan taat, bukan untuk maksiat, yang diperkirakan tidak mencapai tujuannya jika tidak mendapatkan bantuan zakat.

4 Golongan Yang Tidak Berhak Menerima Zakat

  1. Orang kaya
  2. istri dan anak
  3. Non-Muslim
  4. Orang yang mampu bekerja

JENIS ZAKAT 

Zakat terbagi kedalam dua jenis yaitu Zakat Fitrah dan Zakt Maal

Zakat Fitrah

Zakat fitrah adalah zakat jiwa, yang wajib ditunaikan oleh setiap muslim tanpa terkecuali, baik laki-laki maupun perempuan, baik anak-anak maupun dewasa, baik hamba sahaya maupun merdeka. Besaran zakat fitrah adalah 1 sha' atau 2,176 kg beras (atau dibulatkan menjadi 2,5 kg) atau 3,5 liter beras yang dikeluarkan sebelum hari raya 'Idul Fitri setiap tahunnya. 

Zakat Maal

Zakat maal adalah zakat yang dikenakan atas harta (maal) yang dimiliki oleh seorang atau badan dengan syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan. 

JENIS HARTA WAJIB ZAKAT

Berikut ini adalah jenis harta yang wajib untuk dikeluarkan zakatnya jika telah memenuhi kriteria harta wajib zakat. 

1. Zakat Emas dan Perak

Emas dan perak dimaknai dengan (1) setiap mata uang yang dijadikan alat tukar, dan (2) emas dan perak yang dapat dijadikan modal investasi, termasuk emas dan perak yang disimpan untuk investasi. ketentuan zakat perak dan emas:
  1. Mencapai Nishab emas 20 dinar atau setara 85 gram emas, sedangkan perak sebesar 200 dirham atau setara 595 gram perak atau dikonversi setara 85 gram emas. 
  2. Telah berlalu haul satu tahun 
  3. Dikurangi dengan utang dan kebutuhan mendesak. 
  4. Kadar sebesar 2,5%

2. Zakat Perdagangan

Zakat perdagangan merupakan zakat yang dikeluarkan dari harta niaga yang diperjual-belikan untuk mendapatkan keuntungan. Ketentuan zakat perdagangan:
  1. Mencapai nishab sebesar 85 gram emas
  2. Telah melewati haul satu tahun
  3. Dikurangi utang atau kebutuhan mendesak, termasuk gaji karyawan dan biaya produksi)
  4. Kadar sebesar 2,5%

3. Zakat Barang Tambang

Yaitu zakat yang dikeluarkan atas hasil tambang. Zakat hasil tambang diwajibakan berdasarkan QS Al Baqarah ayat 267. Ketentuan zakat tambang :
  1. Tidak ada nishab dalam zakat tambang
  2. Mayoritas ulama mengatakan bahwa tidak ada haul dalm zakat hasil tambang
  3. Kadar zakat hasil tambang sebesar 2,5%

4. Zakat Pertanian

Kewajiban zakat pertanian berdasarkan dalil dalam Quran surat Al Baqarah 267 dan Al-An'am ayat 141. Ketentuan zakat pertanian:
  1. Nishab sebesar 5 wasaq atau setara 653 kg beras
  2. Kadar 5% jika menggunakan irigasi dan 10% jika tadah hujan
  3. Waktu mengeluarkan adalah setiap kali panen

5. Zakat Hewan Ternak

Yang dimaksud adalah zakat atas hewan ternak yang dipelihara dengan tujuan untuk memperbanyak keturunannya bukan untuk jual-beli. Para ulama sepakat akan kewajiban zakat untuk jenis hewan ternak yaitu unta, sapi, kerbau, domba dan kambing, sedangkan pada hewan ternak yang lain masih berbeda pendapat. 

Zakar hewan ternak dikeluarkan jika telah mencapai haul. Nisbah dan kadar zakat hewan ternak berlaku progresif artinya berjenjang sesuai dengan jumlah kepemilikan hewan ternak. Berikut ini tabelnya. 

Takaran Zakat Unta

Jumlah

Nilai Zakat

5 – 24

Satu ekor kambing untuk setiap lima unta, mulai dari satu sampai empat.

25 – 35

1 Bintu Makhadh (Unta betina yang usianya memasuki tahun kedua)

36 – 45

1 Bintu Labun (Unta betina yang usianya memasuki tahun ketiga)

46 – 60

1 Haqqah (Unta betina yang usianya memasuki tahun keempat)

61 – 75

1 Jadza’ah (Unta betina yang usianya memasuki tahun kelima)

76 – 90

2 Bintu Labun

91 – 120

2 Haqqah



















Takaran Zakat Sapi/Kerbau

Jumlah

Nilai Zakat

30 – 39

1 Tabi’, yaitu yang berusia 1 tahun

40 – 59

1 Musinnah, yaitu yang berusia dua tahun

60 – 69

2 Tabi’

70 – 79

1 Musinnah + 1 Tabi’

80 – 89

2 Musinnah

90 – 99

3 Tabi’

100 – 109

1 Musinnah + 2 Tabi’

110 – 119

2 Musinnah + 1 Tabi’

>120

3  Musinnah + 4 Tabi’















Zakat Domba/Kambing

Jumlah

Nilai Zakat

40 – 120

Satu ekor kambing

121 – 200

Dua ekor kambing

201 – 299

Tiga ekor kambing

Setiap bertambah 100

Satu ekor kambing











ZAKAT KONTEMPORER

Seiring perkembangan perekonomian masyarakat saat ini, jenis usaha juga sangat beragam. Sehingga fuqaha berbeda pendapat apakah usaha baru yang tidak pernah ada pada zaman Rasulullah SAW juga termasuk yang diwajibkan untuk dizakati. Diantara ulama yang mempopulerkan zakat kontemporer terutama zakat profesi atau penghasilan adalah Dr. Yusuf Qardhawi dalam bukunya Fiqh Zakat. Di Indonesia terkait zakat kontemporer telah disepakati oleh ulama melalui fatwa MUI nomor 3 tahun 2003 tentang zakat penghasilan, yang menetapkan hukum kewajiban zakat penghasilan yang telah mencapai nishab. Beberapa objek kontemporer dinilai wajar dikenakan zakat mengingat nilai ekonomisnya jauh lebih tinggi dari objek zakat klasik.

Zakat Uang 

Zakat uang mencakup uang kas dan simpanan yang dimiliki pada bank baik yang berbentuk giro, tabungan, dan deposito. Kewajiban zakat uang mengaju pada zakat emas dan perak, dimana zaman dahulu emas dan perak sebagai mata uang. 

Kewajiban zakat atas uang simpanan sebagaimana hadist Rasulullah SAW
“Tiadalah bagi pemilik simpanan (termasuk emas/tabungan) yang tidak menunaikan zakatnya, kecuali dibakar diatasnya di neraka jahanam” (HR. Bukhari)

Ketentuan terkait nishab, tariff, dan haul mengikuti zakat emas dan perak yakni Nishab zakat uang adalah 20 dinar atau 85 gram emas. Tarifnya sebesar 2,5%. Penetapan waktu mengeluarkan zakat uang adalah setelah mencapai haul atas uang dimiliki.

Zakat Penghasilan

Zakat penghasilan atau dikenal dengan zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari pendapatan seseorang pekerja atau profesi tertentu, seperti karyawan, dokter, konsultan, dll. Kewajiban zakat penghasilan mengacu pada keumuman dalil diwajibkannya zakat , seperti dalam surat Al-Baqarah (2) : 267.

Majelis Ulama Indonesia, telah mengeluarkan fatwa terkait zakat penghasilan yakni Fatwa MUI No.3 Tahun 2008. Dimana diatur Cakupan penghasilan adalah setiap pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain lain yang diperoleh dengan cara halal, baik rutin seperti pejabat negara, pegawai atau karyawan, maupub tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan, dan sejenisnya, serta pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya.

Nishab zakat penghasilan mengacu pada zakat emas, yaitu 20 dinar atau 85 gram emas dengan kadar zakat 2,5%. Waktu mengeluarkan zakat penghasilan adalah pada saat menerima penghasilan jika sudah mencapai nishab atau dikumpulkan sampai mencapai haul kemudian baru dikeluarkan jika sudah mencapai nishab .  Besaran zakat penghasilan yang dikeluarkan oleh BAZNAS dapat dilihat pada poster berikut ini.




Zakat Perusahaan

Zakat perusahaan merupakan zakat yang dikeluarkan oleh suatu badan usaha bukan pribadi. Perusahaan merupakan kumpulan dari beberapa pihak yang bekerjasama dalam suatu usaha tertentu dengan tujuan memperoleh keuntungan. Dalam Islam, perusahaan memiliki kesamaan dengan konsep syirkah. Perusahaan dalam pandangan syariat dianggap pribadi (syakhsiyah I’tibariyyah) yang memiliki kewajiban zakat . 

Kewajiban zakat perusahaan mengacu pada dalil umum zakat. Sebagaimana firman Allah SWT  dalam QS. Al-Taubah/9: 103. 

Nishab zakat perusahaan mengacu pada zakat perdagangan, yaitu 85 gram emas dengan kadar zakat 2,5%. Waktu mengeluarkan zakat saat sudah mencapai haul. 

Metode perhitungan zakat perusahaan dapat menggunakan metode income dan kepemilikan modal. Metode income dihitung dari profit perusahaan, sedang metode kepemilikan modal perhitunganya sama dengan zakat perdagangan yaitu dihitung dari aset lancar dikurangi hutang usaha .

Hasil Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia ke- 7 tahun 2021  menyepakati 17 poin bahasan yang salah satunya adalah terkait hukum Zakat Perusahaan: 
Ketentuan Hukum
  1. Kekayaan perusahaan yang memenuhi ketentuan zakat, wajib dikeluarkan zakat.
  2. Kekayaan perusahaan yang dimaksud pada angka 1 antara lain;|
    a. aset lancar perusahaan;
    b. dana perusahaan yang diinvestasikan pada perusahaan lain; dan
    c. kekayaan fisik yang dikelola dalam usaha sewa atau usaha lainnya.
  3. Harta perusahaan dikeluarkan zakatnya dengan ketentuan sebagai berikut:
    a. telah berlangsung satu tahun (hawalan al-haul) hijriah/qamariyah;
    b. terpenuhi nishab;
    c. kadar zakat tertentu sesuai sektor usahanya.
  4. Ketentuan nishab dan kadar zakat perusahaan merujuk pada beberapa jenis zakat harta (zakah al-mal); emas dan perak (naqdain), perdagangan (‘urudh al-tijarah), pertanian (al-zuru’ wa al-tsimar), peternakan (al-masyiyah), dan pertambangan (ma’dan).
  5. Penghitungan zakat perusahaan adalah berdasarkan keuntungan bersih setelah dikurangi biaya operasional, sebelum pembayaran pajak dan pengurangan pembagian keuntungan (/توزيع الأرباح/dividen) untuk penambahan investasi ke depan, dan berbagai keperluan lainnya


Semoga bermanfaat !

Referensi:
  1. Fikih Zakat, Yusuf Qardhawi
  2. Fikih Sunnah, Sayyid Sabiq
  3. Fikih Zakat Kontemporer, Oni Sahroni dkk
  4. Panduan praktis menghitung asset zakat Puskas Baznas tahun 2017  

Bisnis Kontemporer dalam Takaran Syariah

Bisnis Kontemporer dalam Takaran Syariah

GUSTANI.ID - Perkembangan dunia bisnis sangat cepat seiring berkembangnya teknologi yang dikembangkan oleh manusia. Kita mendapati model bisnis baru yang tidak pernah ditemukan sebelumnya. Inovasi dalam bisnis adalah keniscayaan yang tidak bisa dihindarkan oleh pelaku bisnis jika tidak ingin usahanya mati.

Lantas bagaimana Islam memandang model bisnis kontemporer yang banyak digandrungi oleh enterprenuer muslim saat ini ? 

Berikut ini penjelasannya bagaimana takaran syariah terhadap model bisnis kontemporer yang saya sampaikan dalam kajian muslimah Genpro Kab. Cirebon.



PERTAMA, Urusan Bisnis Diatur dalam Islam.

Seorang muslim harus menyakini bahwa Islam itu agama yang sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan umatnya, termasuk dalam urusan bisnis. Urusan bisnis dalam Islam diatur dalam bab muamalah, yaitu berkaitan dengan hubungan antar sesama manusia dalam urusan harta. 

Oleh karena itu urusan bisnis tidak bisa dipisahkan dengan urusan agama. Paradigma yang dibangun adalah bisnis yang dilakukan dalam rangka Ibadah kepada Allah. Harta yang diperoleh dari bisnis menjadi perantara untuk lebih dekat dengan Allah.

KEDUA, Hukum Dasar Bisnis

Dalam urusan bisnis, Islam hanya memberikan rambu-rambu yang bersifat umum dan tidak spesifik, sehingga ruang untuk berinovasi dalam bisnis sangat luas. Sebab hukum dasar dalam urusan muamalah termasuk bisnis adalah BOLEH, sampai adalah dalil yang melarangnya. Artinya semua model bisnis kekinian itu semua boleh selama tidak mengandung unsur yang dilarang.

والأصل في العقود والمعاملات الصحة حتى يقوم دليل على البطلان والتحريم

"Hukum asal dalam berbagai perjanjian dan muamalat adalah sah sampai adanya dalil yang menunjukkan kebatilan dan keharamannya". (I’lamul Muwaqi’in, 1/344)

Artinya Syariah tidak membatasi inovasi dalam berbisnis selama masih dalam batasan yang ditentukan.

KETIGA, Paramater Bisnis Syariah

Ustad Dr. Oni Sahroni meringkas ada 3 parameter suatu bisnis dikatakan sesuai dengan prinsip syariah yaitu:

1. Terhindar dari Transaksi Terlarang

Dalam bisnis, selama tidak ada unsur yang dilarang berdasarkan nash, maka hukumnya boleh, apapun jenis dan model bisnisnya. Apa saja unsur terlarang dalam bisnis ?

Unsur terlarang dalam bisnis menurut syariah adalah sebagai berikut:

  1. Riba
  2. Gharar
  3. Maysir
  4. Ikhtikar
  5. Bai' Najasy
  6. Bai' Kali bi al Kali
  7. Bai'atain fi Bai'ah
  8. Bai' Inah
  9. Risywah
  10. Haram Zatnya
Selama tidak ada salah satu unsur terlarang diatas dalam bisnis maka hukumnya boleh.

2. Sesuai Akad Syariah

Akad terbagi 2 yaitu akad tabarru' (sosial) dan akad tijari (bisnis). Akad tabarru' bertujuan non-profit sedangkan akad tijari bertujuan untuk mendapatkan keuntungan (profit). Jika dalam akad tabarru' mendapatkan profit maka hukumnya dilarang, karena termasuk riba, seperti profit dalam akad minjam-meminjam (qard). Sedangkan memperoleh profit dalam akad bisnis diperbolehkan.

Akad Tijari terbagi kedalam 3 rumupun akad, yaitu akad jual-beli (bai'), akad sewa-menyewa (ijarah), dan akad kerjasama (syirkah). 



3. Menjaga Etika dalam Bisnis

Dalil-dalil yang berkaitan dengan bisnis banyak mengatur terkait adab dan etika dalam bisnis. Seperti perintah untuk jujur, amanah, tidak khianat, penuhi akad, profesional dan lainnya dalam bisnis. 

Rasulullah shallallaahu ‘alahi wa sallam bersabda,

الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا، فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا، وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا

“Penjual dan pembeli masing-masing memiliki hak pilih (khiyar) selama keduanya belum berpisah. Bila keduanya berlaku jujur dan saling terus terang, maka keduanya akan memperoleh keberkahan dalam transaksi tersebut. Sebaliknya, bila keduanya berlaku dusta dan saling menutup-nutupi, niscaya akan hilanglah keberkahan pada transaksi mereka berdua” (HR. Bukhari no. 2079 dan Muslim no. 1532).

Rasulullah SAW bersabda:

ِنَّ اللهَ تَعَالَى يَقُولُ : أَنَا ثَالِثٌ الشَرِيكَينِ مَالَم يَخُن أَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ، فَإِذَاخَانَ أَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ خَرَجتُ مِن بَينِهِمَا

“Allah swt. berfirman: ‘Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka.” (HR. Abu Daud, yang dishahihkan oleh alHakim, dari Abu Hurairah).

إنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يُحِبُّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلًا أَنْ يُتْقِنَهُ “

Rasulullah SAW bersabda :”Sesungguhnya Allah SWT mencintai jika seorang dari kalian bekerja, maka ia itqon (profesional) dalam pekerjaannya” (HR Baihaqi)


KEEMPAT, Kenapa Harus Berbisnis sesuai Syariah ?

Pada dasarnya berkomitmen sesuai syariah dalam bisnis bertujuan untuk menghindarkan bisnis kita dari kebangkrutan dunia dan akhirat. Sesuai dengan tujuan syariah (maqashid syariah) yaitu untuk menjaga 5 hal, yaitu: 
  1. Menjaga Agama (Dien)
  2. Menjaga Akal (Aql)
  3. Menjaga Keturunan (Nasl)
  4. Menjaga Diri (Nafs)
  5. Menjaga Harta (Maal)

KELIMA, Hukum Bisnis Kontemporer 

Saat ini kita mendapati bisnis kontemporer yang sangat beragam jenisnya dan tidak ditemukan dalil spesifik yang membahasnya. Oleh karena itu kita harus berusaha untuk mencari tau hukumnya berdasarkan keumuman dalil yang ada. Namun pada dasarnya apapun bentuk dan model bisnis kontemporer hukum dasarnya adalah BOLEH. Langkah selanjutnya kita harus mengindentifikasi apakah dalam bisnis kontemporer tersebut ada batasan-batasan syariah yang dilanggar. 

Sebagai contoh dalam jual-beli online melalui marketplace. Hukum dasarnya adalah boleh, lalu kita identifikasi apakah ada unsur terlarangnya, seperti riba dan ghararnya. Riba dari sisi pembayarannya jika pembayaran secara kredit atas barang boleh, namun jika ada tambahan pembayaran saat ada tunggakan maka kena riba. Gharar dari sisi objek transaksinya, pastikan bahwa spesifikasi barang harus jelas dan tidak ada informasi yang disembunyikan oleh salah satu pihak.

Selanjutnya, pastikan akadnya jelas. Akad antara pemilik toko dengan penyedia marketplace apakah ijarah alias sewa lapak atau lainnya. Akad antara penjual dengan pembeli adalah akad salam, dimana uang dibayar baru barang dikirim. 

Dan yang terakhir hindari penipuan dalam semua bisnis apapun agar tidak ada kezhaliman terhadap pihak yang berttransaksi. 

Dan pada akhirnya semoga bisnis yang kita jalankan terus bertumbuh dalam keberkahan dari Allah SWT. Amiin. 

Wallhua'lam.

Penulis : Gustani, SEI.,M.Ak.,SAS
Watubelah, 06.40 - 18 Ramadhan 1443 H.

*Materi ini saya sampaikan dalam Kajian Muslimah GENPRO Kab. Cirebon dengan Tema Bisnis Kontemporer dalam Takaran Syariah pada 18 April 2022 via Zoom.

*Slide materi Bisnis Kontemporer dalam Takaran Syariah dapat didownload DISINI







Pedoman Pendirian dan Operasional Koperasi Syariah

Pedoman Pendirian dan Operasional Koperasi Syariah

GUSTANI.ID - Bandung (16/9) DSN-MUI Jawa Barat dan BAZNAS Jawa Barat mengadakan kegiatan workshop peningkatan kompetensi untuk DPS di wilayah Jawa Barat. Diadakan di Hotel Shakti Bandung. Alhamdulillah saya berkesempatan hadir mewakili KSPPS BMT Mitra Husnul Aulia Sejahtera sebagai DPS. 


Salah satu sesi yang menarik dari workshop ini adalah sosialisasi 4 fatwa DSN-MUI terbaru yang disampaikan oleh Prof. Jaih Mubarok selaku sekretaris BPH DSN-MUI. Lima fatwa terbaru adalah :

  1. Pemasaran Produk Asuransi Berdasarkan Prinsip Syariah
  2. Pedoman Pendirian Dan Operasional Koperasi Syariah; dan
  3. Penawaran Efek Syariah Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.
  4. Pembiayaan Personal (at-tamwil asy-syakhsi/personal financing)
  5. Pendapatan Lembaga Keuangan Syariah Selama Konstruksi
Yang menarik adalah adanya fatwa khusus yang mengatur Koperasi Syariah, ini memberikan kepastian dari sisi aspek syariah terkait Koperasi. Padahal praktek koperasi syariah dalam bentuk BMT sudah banyak dilakukan di masyarakat tingkat bawah. Maka kehadiran fatwa ini akan sangat membantu masyarakat yang menjalankan koperasi syariah. 

Berikut ini beberapa poin penting dari isi Fatwa nomor 141 tentang Pedoman Pendirian Dan Operasional Koperasi Syariah:

KETENTUAN PENDIRIAN KOPERASI SYARIAH

  1. Para pihak (contoh 4 pihak) bersepakat mendirikan koperasi dengan melakukan akad syirkah-amwal `inan; dan menyepakati jenis usaha koperasi (lihat box bawah)
  2. Masing-masing menyerahkan dana sebagai ra’s al-mal (dalam contoh 400 juta [A = 100 jt; B = 100 jt; C = 50 jt; dan D = 150 jt); yang terpisah dari kekayaan anggota secara pribadi;
  3. Pihak-pihak menyepakati Nisbah Bagi hasil (secara proporsional karena lebih dari 2 pihak);
  4. Melalui Rapat Anggota, Para-Anggota menunjuk pengurus sebagai pengelola dan pengawas, dengan melakukan akad wakalah bi al-istitsmar, wakalah bi al-ujrah, atas akad mudharabah; 
  5. Atas nama Koperasi,  Pengurus mengangkat Pengelola dengan melakukan akad ijarah.

KETENTUAN KELEMBAGAAN KOPERASI SYARIAH

  1. Pengurus, Pengawas, dan Dewan Pengawas Syariah (DPS) Koperasi Syariah diangkat dan ditetapkan dalam rapat anggota;
  2. Pengurus wajib melakukan tijarah/usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip dan ketentuan syariah serta peraturan perundang-undangan;
  3. Anggota Koperasi Syariah tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Koperasi Syariah dan tidak bertanggung jawab atas kerugian dan/atau utang Koperasi Syariah yang melebihi jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib yang dimilikinya; 
  4. Kerugian Koperasi Syariah yang disebabkan oleh perbuatan Pengurus yang termasuk melampaui batas (al-ta‘addi), lalai (al-taqshir) dan/atau menyalahi peraturan perundang-undangan yang berlaku menjadi tanggungjawab Pengurus secara bersama-sama (tanggung renteng);
  5. Anggota yang berhenti dari keanggotaan Koperasi Syariah berhak mengambil atau menghibahkan modal miliknya kepada Koperasi Syariah atau kepada pihak lain.
  6. Akad antara para Anggota Koperasi Syariah (Entitas Syirkah) dengan Pengurus, dan Entitas Syirkah dengan Pengawas Koperasi Syariah adalah akad mudharabah atau akad wakalah bi al-Istitsmar;
  7. Akad antara Entitas Syirkah dan Dewan Pengawas Syariah adalah akad ijarah atau akad lainnya yang sesuai dengan prinsip syariah; 
  8. Akad antara Entitas Syirkah yang dilakukan oleh Pengurus Koperasi Syariah dan Pengelola adalah akad ijarah;

KETENTUAN PERMODALAN KOPERASI SYARIAH

Koperasi Syariah dapat menghimpun modal usaha dengan  ketentuan sebagai berikut:
1. Modal usaha (ra’s al-mal) syirkah yang menjadi kekayaan koperasi Syariah merupakan kekayaan yang terpisah dari kekayaan pribadi anggota koperasi syariah; 
2. Modal usaha (ra’s al-mal) Koperasi Syariah, antara lain berasal dari: 
  • Modal Sendiri/Ekuitas (Dana Syirkah Permanen):
  • Simpanan Pokok dan Simpanan Wajib dengan akad Syirkah; 
  • Cadangan (laba yang disisihkan) untuk dijadikan ra’s al-mal;
  • Hibah dengan akad hibah;
  • Sumber dana lain yang permanen dengan akad Syirkah.
3. Kewajiban/Liabilitas:
  • Simpanan/Tabungan, dengan akad Wadi’ah;
  • Kewajiban dana talangan, dengan akad Qardh.
4. Dana Temporer yang Diterima:
  • Simpanan/Tabungan, dengan akad Mudharabah atau Wakalah bi al-Istitsmar;
  • Simpanan Berjangka, dengan akad Mudharabah atau Wakalah bi al-Istitsmar;
  • Pembiayaan yang diterima dari perorangan/lembaga lain dengan akad Mudharabah atau Musyarakah;
  • Modal Penyertaan Koperasi (temporer), dengan akad Mudharabah, Musyarakah, atau Wakalah bi al-Istitsmar. 
5. Wakaf; sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan. 
6. Koperasi Syariah dapat menerima: a) hibah dan wakaf dari pihak lain; b) pinjaman dari pihak lain yang menggunakan akad qardh; dan c) pembiayaan dari pihak lain yang menggunakan akad-akad yang tidak menyalahi prinsip dan ketentuan Syariah.

KETENTUAN KEGIATAN USAHA KOPERASI SYARIAH

  1. Kegiatan usaha Koperasi Syariah tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah dan peraturan perundang-undangan;
  2. Jenis usaha koperasi syariah boleh bersifat single purpose (tunggal usaha) atau multi purpose (serba usaha);
  3. Koperasi Syariah boleh melakukan kegiatan usaha di bidang pertanian, peternakan, perikanan, industri, perdagangan, properti, keuangan, transportasi, logistik, pariwisata, pendidikan, jasa, sosial, serta bidang usaha lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah;
  4. Kegiatan usaha dapat menggunakan akad jual-beli (murabahah, salam, dan istishna`); akad ju’alah dan ujrah; dan akad-akad kerjasama usaha (partnership).

KETENTUAN JASA KEPERANTARAAN KOPERASI SYARIAH

  1. Kegiatan usaha Koperasi Syariah terkait jasa-keperantaraan (brokerage) dapat menggunakan akad Wasathah atau Bai’ al-Samarah, dengan mengikuti ketentuan Fatwa DSN-MUI nomor: 93/DSN-MUI/IV/2014 tentang Keperantaraan (Wasathah) dalam Bisnis Properti.
  2. Kegiatan penempatan dana Koperasi Syariah, harus di bank syariah dan/atau lembaga keuangan syariah lain dengan akad Wadiah, Mudharabah, dan/atau Wakalah bi al-Istitsmar;
  3. Dalam hal kegiatan wakaf, Koperasi Syariah dapat berkedudukan sebagai:
  • Nazhir, Koperasi Syariah wajib melakukan istitsmar (investasi) dan berhak menerima manfaat wakaf sesuai peraturan perundang-undangan;
  • Mitra nazhir, Koperasi Syariah dapat menggunakan dana wakaf untuk pembiayaan produktif;  
  • Mauquf alaih, Koperasi Syariah berhak menerima manfaat wakaf;

KETENTUAN KEGIATAN SOSIAL KOPERASI SYARIAH

  1. Kegiatan usaha Koperasi yang bersifat sosial (tabarru’at) dapat menggunakan akad Qardh, dengan mengikuti ketentuan Fatwa DSN-MUI nomor: 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang Al-Qardh, dan Fatwa DSN-MUI nomor: 79/DSN-MUI/III/2011 tentang Qardh dengan Menggunakan Dana Nasabah; dan
  2. Koperasi Syariah dapat menerima Zakat, Wakaf, Infaq, Shadaqah dan dana sosial lainnya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan mengikuti ketentuan Fatwa Majelis Ulama Indonesia.


SEMOGA BERMANFAAT !

Pendampingan koperasi syariah / BMT dapat KLIK SINI

Benarkah Bank Syariah Mahal ?

Benarkah Bank Syariah Mahal ?

GUSTANI.ID - Beberapa waktu lalu dai kondang Ust Yusuf mansur melontarkan sentilan untuk bank syariah, terutama Bank Syariah Indonesia (BSI), yang dinilai masih mahal dalam penyaluran pembiayaan kepada nasabah. 

"Ini baru permulaan, saya mau buka mahalnya pembiayaan dibandingkan konvensional, biar masyarakat melek," ungkap Ust Yususf Mansur lewat Twitnya.

Tapi benarkah bank syariah mahal ? Berikut penjelasanaya

Pertama : Mahal = gak Syariah ?

Urusan mahal dan murah harga transaksi tidak ada kaitanya dengan pemenuhan prinsip syariah. Sebab syariah tidak memberikan batasan tertentu terkait harga. Harga murni muncul karena hukum pasar; hukum penawaran dan permintaan. Harga dilandasi oleh kesepakatan antara pihak yang bertransaksi dengan dasar saling ridho yang ditunjukan dengan Ijab Qabul baik lisan atau tertulis. 

Bahkan Rasulullah SAW sendiri menolak menetapkan harga saat diminta oleh para sahabat, kecuali dalam kondisi tertentu.

Dari Anas Bin Malik ra : "Suatu ketika terjadi krisis di zaman Rasulullah ﷺ, kemudian para sahabat meminta kepada beliau menetapkan harga² barang: "Andaikan tuan mahu menetapkan harga barang?" Beliau menjawab: Sesungguhnya Allah swt Dzat Yang Maha Mengendalikan, Maha membeber, Maha Pemberi Rizki dan Maha Penentu Harga. Sesungguhnya tiada suatu pengharapan pun jika Allah ﷻ sudah mentakdirkan, maka jangan ada seorang pun yang memintaku untuk melakukan suatu kedhaliman yang aku perbuat atas diri seseorang terhadap darah dan juga hartanya.” (HR Imam lima selain al-Nasai. Dishahihkan oleh al Tirmidzy)

Kedua : Skala usaha Bank Syariah VS Bank Konvensional

Urusan murah dan mahal sangat berkaitan dengan skala usaha. Skala usaha besar akan mudah menetapkan harga murah dibanding dengan usaha yang skala usahanya masih kecil. Begitu juga dengan kasus bank syariah vs bank konvensional. Saat ini skala usaha bank syariah masih dibawah bank konvensional. 

Berikut datanya : Tahun 2012 rata-rata aset 5 bank syariah terbesar Rp 24,6 triliun. sedangkan Total aset seluruh bank syariah Rp 195 triliun. Bandingkan dengan satu bank konvensional aja, di tahun yang sama aset Bank BCA Rp 436 triliun atau 8 kali lipat dari rata-rata 5 aset bank syariah terbesar dan 2,2 kali lipat dibanding seluruh aset bank syariah. WOW.

Jadi gak heran kalau harga margin pembiayaan bank syariah lebih mahal dari bunga kredit bank konvensional. Tapi ini perbandingan dengan bank konvensional besar, tapi coba bandingkan dengan bank konvensional yang skalanya sama, harganya akan sangat kompetitif.

Data per tahun 2020, bank syariah secara perlahan sudah mulai bisa mengimbangi bank konvensional. Rata-rata aset 5 bank syariah terbesar sudah mencapai Rp 67 triliun, aset bank syariah terbesar mencapai Rp 126 triliun, dengan total aset bank syariah mencapai Rp 593 triliun. Dibanding bank BCA dengan aset Rp 1.056 triliun. Perbandinganya 4,4 kali lipat dari bank syariah terbesar atau kurang dari 2 kali lipat dari total aset bank syariah. 

Dampaknya skala usaha bank syariah yang sudah meningkat mampu memberikan harga (pricing) pembiayaan yang bersaing.

Ketiga : Cost of Fund

Cost of Fund itu adalah biaya yang dikeluarkan oleh bank untuk menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, baik dalam bentuk Giro, Tabungan, atau Deposito. Biaya itu disebut Bagi Hasil kalau di bank syariah, sedangkan di bank konvensional disebut Bunga. Nah biaya yang dikeluarkan oleh bank syairah untuk bagi hasil simpanan jauh lebih tinggi dari bungan simpanan yang dikeluarkan bank konvensional. 

Tahun 2012 Cosf of Fund bank syairah mencapai 7% sedangkan BCA hanya 2,1%. Tahun 2020 gap nya mengecil 2,8% dibanding 1,4%. Cost of Fund tinggi dampaknya harga penyalurannya pun akan mahal.

Bank konvensional bisa jual murah sebenarnya karena ente-ente pada nabung cuma-cuma di bank konven, apa lagi ada yang nabung tapi ga mau ambil bunganya. Enak banget bank konvensional ga usah ngeluarin biaya tuk dapat modal. 

Keempat : Tapi Gak Semua Produk bank Syariah Lebih Mahal

Untuk produk pembiayaan jangka panjang atau pembiayaan korporasi, harga bank syariah sudah bisa bersaing bahkan bisa lebih rendah. Contoh harga pembiayaan KPR bank syariah bisa 5% fixed lebih murah dibandingkan KPR bank konvensional. 

Bahkan BSI berani klaim suku bunga KPR BSI lebih rendah dibanding bank lain mana pun, cek DISINI beritanya. 


So..!! MURAH dan MAHAL itu relatif sebenarnya 😉

Wallahua'lam. 

PRODUK & JASA

KOLOM SYARIAH

KEISLAMAN

SERBA SERBI

AKTIVITAS PELATIHAN

AUDITING

AKUNTANSI SYARIAH

SEPUTAR AKUNTANSI