FIQH RIBA : Pendahuluan dan Pengantar - (1)

GUSTANI.ID - Tulisan berikut adalah terjemahan dari Kitab "Fi Fiqh al-Muamalat al-Maliyah al-Mashrifiyah al-Mu'ahirah: Qiraah Jadidah,  Karya: Dr. Nazih Hammad, yang dijadikan bahan Pengajian kitab kuning muamalah maaliyah kontemporer oleh DSN-MUI Institute setiap hari Jumat pukul 05.30 - 07.00 (info selanjutnya KLIK SINI). Berikut ini adalah terjemahan bahsul awwal tentang Pemahaman Riba secara Istilah dari Segi Dalil An-Nusus dan Klasifikasinya Menurut Para Ahli Fiqih -"al mafhum al istilahi li riba baina dilalat an nusus wa taqsimiha al fuqoha". Kitab asli dapat didownload DISINI.

DAFTAR ISI

Pendahuluan

Kata Pengantar

Pembahasan 1: pengertian hukum riba

Masalah pertama : Makna Riba Secara Khusus

       A. Riba An-nasi'ah

       B. Riba Al-Buyu' (jual beli)

Masalah kedua : Makna Riba Secara Umum

Pembahasan 2: Klasifikasi Riba Dalam  Istilah Ilmu Fiqih


PENDAHULUAN

Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, Dan sehat sejahtera bagi orang bertaqwa, dan Sholawat serta salam kepada Pembawa Risalah Terakhir, Nabi kita Muhammad, Yang Diutus Sebagai Rohmat untuk semesta dan kepada keluarga-nya para sahabat-nya dan orang yang berdakwah dengan seruan-nya sampai hari akhir.

Adapun setelahnya: maka ini adalah sebuah pembahasan keilmuan yang ringkas dan menyeluruh, disusun dengan gaya yang mudah dan halus, dengan ungkapan atau frasa yang sangat jelas, terdapat investigasi dan penyesuaian Dalil Hukum untuk Riba, yang mengutip pengertian, perkataan, dan peng-klasifikasi-an tentang riba dari para ulama Fiqh dari macam macam Riba dan klasifikasinya. Dan itu semua atas dasar Nash(teks) Al-Qur'an dan As-Sunnah, juga atas dasar ijtihad para ahli ilmu. Dengan ketelitian pemahaman para ulama, dalamnya pemikirannya juga pandangannya. Beserta penjelasan terkait dengan aturan hukum secara menyeluruh dan hukum luar biasa(pengecualian) yang diambil dari sumber hukum Asli.

Dan sangat diharapkan studi metodologis ini tidak kurang dari 5 Manfaat yang telah diperingatkan Al Imam Al Khozin dalam pendahuluan di Kitab Tafsirnya(Li Bab At-Ta'wiili FII Ma'anii At-Tanziili), sangat penting terkandungnya 5 perkara manfaat dalam setiap pembahasan/penelitian ini. Seperti yang dikatakan:

وينبغي لكل مؤلف كتاب في فن قد سبق إليه أن لايخلو كتابه من خمس فوائد : استنباط شيء إن كان معضلا، أو جمعه إن كان متفرقا، أو شرحه إن كان غامضا، أو حسن نظم و تأليف، أو إسقاط حشو و وتطويل. 

Yang artinya: seharusnya bagi setiap pengarang kitab memiliki teknik sehingga menjadikan kitabnya tidak kurang/kehilangan salah satu dari 5 perkara manfaat: 

  1. Mengambil pelajaran dan menyimpulkan sesuatu jika terdapat masalah
  2. Mengumpulkan hal jika hal itu berserakan
  3. Menjelaskan hal jika hal itu tidak diketahui
  4. Baik dalam penyusunan dan perangkaian
  5. Hindari/kurangi penjelasan yang panjang dan bertele tele

Dan di kesimpulan aku berkata dengan apa yang dikatakan Al-Imam Al-Khitobi di muqoddimah kitabnya (Ghoriib Al-Hadits (1/49))

فأما سائر ما نتكلمنا عليه مما استدركناه بمبلغ أفهامنا وأخذناه عن أمثالنا، فإنّا أحقّاء بأن لا نزكيه، وأن لا نؤكد الثقة به، وكل من عثر منه على حرف أو معنى يجب تغييره، فنحن نناشده الله في إصلاحه وأداء حقّ النصيحة فيه، فإنّ الإنسان ضعيف لا يسلم من الخطأ إلا أن يعصمه الله ب توفيقه، ونحن نسأل الله ذلك، ونرغب إليه في دركه، إنه جواد وهوب.

Artinya: maka setiap yang telah kita bicarakan dari yang telah kita perbaiki dengan batas pemahaman kami. Dan kami mengambil nya dari orang yang menjadi panutan kami. Maka kami berhak untuk tidak mensucikannya, dan berhak pula untuk tidak memberi kepercayaan berlebih. Dan siapapun yang menemukan kesalahan kata dan makna wajib baginya untuk merubahnya, maka kami memohon kepada Allah untuk memperbaikinya dan memberikan hak nasihat didalamnya, maka sesungguhnya manusia adalah makhluk lemah yang tidak selamat dari kesalahan kecuali Allah mengampuninya dan memberi taufik-Nya, dan kami menginginkan untuk mencapai pengetahuan atasnya. Sesungguhnya itu hal yang sulit lagi keras.


KATA PENGANTAR

Sesungguhnya pemahaman riba secara istilah dalam Islam dan hal yang terkait dengan Hukum dan penjelasannya, serta pembahasan-pembahasan dan klasifikasi-klasifikasi, dalih dan petunjuknya kesepakatan dan perbedaan pandangan dari ahli ilmu. Adalah urusan Fiqh yang rinci,sulit,sukar jika telah berjalan studi analisis tentang semua di atas maka kamu akan mengukur kedalamannya, dengan melihatnya secara menyeluruh maka akan tampak batasan-batasan dan petunjuk-petunjuknya, dan dapat menyelesaikan masalahnya, dan itu adalah fakta yang tidak dapat disombongkan oleh para Alim yang bijaksana, yang pandangannya melampaui batasan-batasan yang dangkal, dan memasuki urusan/perkara yang dalam.

Dan Ahli Fiqh kontemporer telah menunjukan hal tersebut dengan berkata “(Tidak ada masalah kenegaraan(furu)(sipil) dalam Hukum Islam , yang terjadi perselisihan dan keraguan di dalamnya sejak abad pertama. Kemudian masih meningkat bentuk-bentuk dan kompleksifitas dengan banyaknya pembahasan para ulama yang berbeda pandangan, kecuali masalah riba, riba serupa dengan masalah Aqidah)”.

Namun telah terjadi penafian terhadap hal di atas dari sebagian para Ahli Fiqh, Ibnu Katsir berkata : “(Bab riba adalah yang paling bermasalah (rumit) bagi kebanyakan para Ahli Ilmu)” dan syatibi pun berkata “tentang perkara riba Al-Buyu’  “(Sesungguhnya hal itu adalah sudut pandang yang tersembunyi bagi para Ahli ijtihad, dan salah satu perkara yang paling samar yang belum jelas maknanya sampai hari ini)” dan berkata Al-Azz Bin Abdu As-Salam “(dan suatu keharusan yang mendesak untuk menjadikan Riba Al-Buyu’ sebagian dari dosa besar)”. Saya tidak berpihak atas hal seperti itu. Maka sesungguhnya bentuk dari Riba Al-Buyu’ adalah sesuatu yang dapat di makan/Nilai dari sesuatu yang dapat dihitung , hal tersebut tidak menjadi keperluan yang mendesak, Riba menjadi sebagian dosa besar karena hal itu. Dan tidak sah menjadikan Riba Fadl dan Riba An-Nasi’ alasan untuk menjadikan Riba Al-Buyu’ salah satu dosa besar. Maka sesungguhnya siapa yang menjual 1000 DINAR dengan 1 Dirham SAH jual belinya, dan barang siapa menjual 1 karung/bal selai gandum (yang belum dikupas) dengan 1 karung/bal biji gandum (yang sudah dikupas), atau menjual 1 mud (hitungan liter) selai gandum dengan 1000 mud (hitungan liter) biji gandum, atau menjual 1 mud dari biji gandum dengan semisalnya, atau menjual 1 dinar dengan semisalnya, atau 1 dirham dengan semisalnya dengan menunda pembayarannya maka sesungguhnya jual belinya tidak sah (Rusak), bersama dengan itu di dalam gambaran ini tidak mengisyaratkan makna yang timbul/jelas dan disandarkan padanya. 

Dan berkata Al-Bujiromi dalam catatan kaki (komentar) atas penjelasan Al-Khotib (orang yang berbicara) terkait perkataan As-Syarikh (orang yang menjelaskan) bahwasanya Riba adalah sebagian dari dosa besar : “(adalah dari sebagian dosa yang paling besar)”. Dan disandarkan bahwa itu adalah dosa paling besar dari dosa besar lainya : bersekutu dengan Allah, lalu membunuh, zina, kemudian mencuri, kemudian minum khomr, lalu Riba dan gasab (mengambil hak orang lain tanpa bersembunyi lagi mengancam)”.

Yang dikomentari:
Dan bentuk Riba menjadi salah satu dosa besar nampak pada sebagian klasifikasinya yaitu Riba Az-Ziyadah, adapun Ar-Riba dalam penundaan (penukarannya) tanpa penambahan (tambahan) (Az-Ziyadah) di salah satu alat tukar, jelas itu adalah dosa kecil karena tidak terdapat tujuannya, maka itu adalah akad yang rusak, dan telah jelas bahwa akad yang rusak adalah bagian dari dosa kecil.

Dan hal tersebut tidak mengejutkan, telah diriwayatkan dari Bukhori, Muslim, Abu Daud, dan Nasa’i dari Umar bin Khattab berkata : 3 hal yang aku senangi, ketika Rasulullah meminta kami berjanji untuk : 3 hal : Al-Jadd (Hukum waris kakek), Al-Kalalah (Hukum waris yang tidak memiliki siapa-siapa), dan bab-bab dari sekian banyaknya bab tentang Riba”. 

Dan diriwayatkan Abdur Razzaq dalam karangannya dari Umar bin Khattab R.A berkata : Kami meninggalkan 9/10 dari yang halal karena takut akan Riba.

Dan diriwayatkan juga Umar bin Khattab berkata : aku takut telah menambahkan 10 kali lipat dalam masalah Riba khawatir. 

Dan diriwayatkan dari Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Jarir, Ibnu Mundir, dan selainnya dari Umar bin Khattab RA. Bahwasanya dia umar berkata : dari akhir apa yang telah turun adalah ayat Riba, dan Rasulullah SAW terdiam sebelum menafsirkannya, lalu menyerukan tentang Ar-Riba dan Keraguan (Umar mengisyaratkan bahwa ada banyaknya jenis Riba dan ada sebagian dari syubhat yang tidak masuk bagian Riba yang diharamkan Allah).

Dan Ibnu Rusyd (new) ahli hukum telah mengaitkan dengan perkataan umar bin Khattab, bahwa Umar tidak bermaksud bahwa Rasulullah tidak menafsirkan atau tidak menjelaskan  maksud ayat riba, melainkan bermaksud bahwasanya Rasulullah belum mengeneralisasi semua bentuk riba dengan Nash tersebut(dalil Al-Qur'an). 

Hasil yang diketahui bahwa Rasulullah telah banyak men-nash-kan tentang bentuk riba dan apa yang belum di-nash-kan dari bentuk riba. Maka sesungguhnya Rasulullah telah menyempurnakan pengertian Riba melalui bentuk-bentuk dalil syar'i(Al-Qur'an dan Al hadits) dan menjelaskan bentuk bentuk riba. Dan Rasulullah tidak wafat kecuali ia telah menyempurnakan agama Islam, dan setelah menjelaskan apapun yang butuh dijelaskan bagi kaum muslimin. 

وقال تعالى : ....ٱلۡیَوۡمَ أَكۡمَلۡتُ لَكُمۡ دِینَكُمۡ وَأَتۡمَمۡتُ عَلَیۡكُمۡ نِعۡمَتِی وَرَضِیتُ لَكُمُ ٱلۡإِسۡلَـٰمَ دِینࣰاۚ فَمَنِ ٱضۡطُرَّ فِی مَخۡمَصَةٍ غَیۡرَ مُتَجَانِفࣲ لِّإِثۡمࣲ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورࣱ رَّحِیمࣱ }
[Surat Al-Ma'idah: 3]

Lalu ahli hukum melanjutkan perkataannya: Dan dari perkataan Umar yang mendukung/menunjukan apa yang telah kita tafsirkan, perkataan Umar bin Khattab RA : 

إنكم تزعمون أنا نعلم أبواب الربا، ولأن أكون أعلمها أحب إلي من أن يكون لي مثل مصر وكورها

Artinya: sesungguhnya kalian mengira kami mengetahui pintu pintu riba, dan jika itu terjadi maka mengetahuinya lebih aku sukai daripada aku memiliki Mesir dan Sekelilingnya.

Bersamaan dengan itu sesungguhnya pintu-pintu riba tidak samar bagi seseorang tertentu, maka Umar Ra mengabarkan bahwasannya bentuk dari banyaknya bentuk riba jelas nyata dalam Nash (Al hadits) Nabi Salallahu alaihi wa salam,  dan bagian yang lain samar Karena tidak ada dalam Nashnya. Dan dia berharap semua bentuk riba menjadi nampak dan jelas, dengan Mengetahuinya melalui hadits Nabi dan tidak kekurangan pengetahuan atas Nash yang menjelaskannya. Dan ketika Allah Azza Wa Jalla  ingin menguji hambanya adalah dengan memecah jalan dari jalan jalan keilmuan lainnya. Menjadikan sebagiannya tampak dan sebagiannya samar, agar yang samar dapat diketahui dengan ijtihad dan pengelihatan terhadap bagian yang jelas. Maka akan didangkat dengan derajat yang tinggi, bagi orang orang yang beriman dan orang orang yang diberi keilmuan.

Dan  syekh At thohiir bin Asyura mendiskusikan tentang perkataan Umar, lalu menyimpulkan dengan perkataan: 

Yang terlihat bagiku bahwasannya Umar tidak bermaksud mengumumkan lafadz Riba, karena Umar telah mendapatkan penjelasan dan penafsirannya, tetapi Umar bermaksud bahwa penerapan hukum riba dalam jual beli yang banyak jenisnya adalah suatu yang samar. Dan Nabi belum men-generalisir hal tersebut dengan Nash.

Dan imam Al mazaari telah mengingatkan tentang Asal problematika dan inti dari Riba. Dan kunci untuk misteri tersebut adalah perkataannya: ini, dalam hukum Islam tidak semua Nash didapati untuk setiap permasalahan. Tapi menyebutkan/menyiratkan sesuatu yang menjadi kunci. Dan para ahli ilmu menjadi wakil untuk mengambil hukum dari kunci tersebut, seperti yang telah dilakukan dalam pengambilan hukum atas 6 hal yang menjadi Riba. Dan hal yang mungkin 6 tersebut menjadi lafadz yang akan diterapkannya hukum riba di segala jenis riba.

Sudah selayaknya saya menjelaskan posisi saya dalam hal ini, bahwasannya aku tidak bermaksud memperinci pendapat dalam Bab Riba, dan tidak menentang madzhab madzhab fiqih dalam Alasan pengambilan Hukum Riba Al buyu'. Dan tidak membahas masalah Ad-dzarooi' (sesuatu yang sejatinya tidak diharamkan, tetapi ditakutkan dengannya akan terjerumus kepada hal yang benar benar haram) dan tidak membahas (الحيل الربوية)( hail ribawiyah* yang dimaksud adalah trik menjalankan riba sehingga tidak terlihat seperti riba namun jika di tela'ah hal itu adalah riba).

Sesungguhnya maksud tujuanku hanya sebatas kebebasan berbicara, menjernihkan sebuah karangan, dan memperjelas petunjuk-petunjuk tentang Istilah Riba dan Kategorinya. Dan petunjuk itu diambil dari Al Qur'an dan Hadits. Dan mencari pemahaman dari Ijtihad para ahli Fiqh, beserta pandangannya. Dan apa yang terkait dengan itu, yang menjadikan kita merealisasikan sebuah keilmuan. Dan diharapkan pembaca mendapat tambahan ilmu didalam pembahasan ini. Pembaca yang memiliki kepedulian atas kitab-kitab tentang pembahasan Riba yang rumit. 


*Diterjemahkan oleh Muhammad Sholehuddin Al Ayyubi (Mahasiswa LIPIA Jakarta)

Terimakasih telah berkunjung ke blog Gustani.ID, Semoga bermanfaat !
EmoticonEmoticon