Dasar - Dasar Akuntansi Syariah


GUSTANI.ID - Istilah Akuntansi Syariah hadir dan populer seiring dengan perkembangan industri keuangan syariah di berbagai negara muslim maupun di negara non- muslim. Secara akademis, akuntansi syariah telah menjadi bagian dari rumpun ilmu pengetahuan di bidang akuntansi, dimana kini telah banyak kampus yang membuka konsentrasi atau program studi Akuntansi Syariah. Sedangkan dari sisi praktisi, organisasi profesi akuntansi seperti Ikatan Akuntan Indoensia (IAI) pun telah menerbitkan Standar Akuntansi Keuangan Syariah (SAK Syariah). 

Lantas apa sih yang menjadi perbedaan mendasar Akuntansi Syariah dengan Akuntansi pada umumnya ? berikut akan dibahas Dasar - Dasar Akuntansi Syariah, yang meliputi Pengertian, Landasan, Asas, Karaktristik, Perkembangan, Asumsi, Karakteristik Kualitatif dan Laporan Keuangan Syariah. 

PENGERTIAN

Akuntansi secara umum diartikan sebagai seni pencatatan, penggolongan, peringkasan yang tepat dan dinyatakan dalam satuan mata uang, transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian yang setidak-tidaknya bersifat finansial dan penafsiran hasil-hasilnya. 

Akuntansi Syariah pun memiliki arti yang sama dengan pengertian diatas, namun dengan penambahan kesesuaian dengan prinsip - prinsip "syariah". 

Sehingga secara praktis Akuntansi Syariah dapat diartikan sebagai suatu proses akuntansi berdasarkan prinsip - prinsip syariah.

LANDASAN

Berdasarkan prinsip akuntansi syariah berterima umum, akuntansi syariah dibangun atas dasar tiga landasan, yaitu landasan syariah, landasan konseptual, dan landasan operasional. 

1. Landasan Syariah

Akuntansi Syariah dibangun berdasarkan landasan syariah yaitu Al - Quran, Hadist, dan Fatwa. Landasan utama Akuntansi Syariah terdapat dalam Quran surat Al Baqarah ayat 282 yang secara spesifik perintah mencatat transaksi utang piutang. 

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوْهُۗ وَلْيَكْتُبْ بَّيْنَكُمْ كَاتِبٌۢ بِالْعَدْلِۖ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ اَنْ يَّكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللّٰهُ فَلْيَكْتُبْۚ وَلْيُمْلِلِ الَّذِيْ عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللّٰهَ رَبَّهٗ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْـًٔاۗ  فَاِنْ كَانَ الَّذِيْ عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيْهًا اَوْ ضَعِيْفًا اَوْ لَا يَسْتَطِيْعُ اَنْ يُّمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهٗ بِالْعَدْلِۗ وَاسْتَشْهِدُوْا شَهِيْدَيْنِ مِنْ رِّجَالِكُمْۚ فَاِنْ لَّمْ يَكُوْنَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَّامْرَاَتٰنِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَۤاءِ اَنْ تَضِلَّ اِحْدٰىهُمَا فَتُذَكِّرَ اِحْدٰىهُمَا الْاُخْرٰىۗ وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَۤاءُ اِذَا مَا دُعُوْا ۗ وَلَا تَسْـَٔمُوْٓا اَنْ تَكْتُبُوْهُ صَغِيْرًا اَوْ كَبِيْرًا اِلٰٓى اَجَلِهٖۗ ذٰلِكُمْ اَقْسَطُ عِنْدَ اللّٰهِ وَاَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَاَدْنٰىٓ اَلَّا تَرْتَابُوْٓا اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيْرُوْنَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ اَلَّا تَكْتُبُوْهَاۗ وَاَشْهِدُوْٓا اِذَا تَبَايَعْتُمْ ۖ وَلَا يُضَاۤرَّ كَاتِبٌ وَّلَا شَهِيْدٌ ەۗ وَاِنْ تَفْعَلُوْا فَاِنَّهٗ فُسُوْقٌۢ بِكُمْ ۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗ وَيُعَلِّمُكُمُ اللّٰهُ ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ

Artinya:

Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berutang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu mencatatnya. Hendaklah seorang pencatat di antara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah pencatat menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajar-kan kepadanya. Hendaklah dia mencatat(-nya) dan orang yang berutang itu mendiktekan(-nya). Hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia menguranginya sedikit pun. Jika yang berutang itu orang yang kurang akalnya, lemah (keadaannya), atau tidak mampu mendiktekan sendiri, hendaklah walinya mendiktekannya dengan benar. Mintalah kesaksian dua orang saksi laki-laki di antara kamu. Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki, (boleh) seorang laki-laki dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai dari para saksi (yang ada) sehingga jika salah seorang (saksi perempuan) lupa, yang lain mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu menolak apabila dipanggil. Janganlah kamu bosan mencatatnya sampai batas waktunya, baik (utang itu) kecil maupun besar. Yang demikian itu lebih adil di sisi Allah, lebih dapat menguatkan kesaksian, dan lebih mendekatkan kamu pada ketidakraguan, kecuali jika hal itu merupakan perniagaan tunai yang kamu jalankan di antara kamu. Maka, tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak mencatatnya. Ambillah saksi apabila kamu berjual beli dan janganlah pencatat mempersulit (atau dipersulit), begitu juga saksi. Jika kamu melakukan (yang demikian), sesungguhnya hal itu suatu kefasikan padamu. Bertakwalah kepada Allah, Allah memberikan pengajaran kepadamu dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS Al-Baqarah  [2]:282).

2. Landasan Konseptual

Landasan konseptual akuntansi syariah mengacu pada Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (KDPPLKS) yang diterbitkan oleh DSAK IAI pada tahun 2007. KDPPLKS merupakan pengaturan akuntansi yang memberikan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan atas transaksi syariah. Berbeda dengan Kerangka Konseptual Pelaporan Keuangan (KKPK) pada SAK umum yang mengacu kepada transaksi konvensional, KDPPLK Syariah memberikan konsep dasar paradigma, asas transaksi syariah, dan karakteristik transaksi syariah.

3. Landasan Operasional

Landasan operasional mengatur kebijakan akuntansi pada transaksi syariah yang mencakup pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan. Landasan operasional Akuntansi syariah mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan Syariah (SAK Syariah) yang diterbitkan oleh DSAS IAI berupa Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK). Untuk transaksi yang tidak diatur pada SAK Syariah, maka akuntansi syariah dapat mengacu pada SAK dan SAK ETAP/SAK EP sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

ASAS

Berdasarkan KDPPLKS, bahwa Akuntansi Syariah berasaskan pada 5 prinsip, yaitu:

  1. Persaudaraan (ukhuwah); esensinya merupakan nilai universal yang menata interaksi sosial dan harmonisasi kepentingan para pihak untuk kemanfaatan secara umum dengan semangat saling tolong menolong.
  2. Keadilan (‘adalah); esensinya menempatkan sesuatu hanya pada tempatnya dan memberikan sesuatu hanya pada yang berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai posisinya.
  3. Kemaslahatan (maslahah);  esensinya merupakan segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi duniawi danukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan kolektif.
  4. Keseimbangan (tawazun); esensinya meliputi keseimbangan aspek material dan spiritual, aspek privat dan publik, sektor keuangan dan sektor riil, bisnis dan sosial, dan keseimbangan aspek pemanfaatan dan pelestarian.
  5. Unversalisme (syumuliyah); esensinya dapat dilakukan oleh, dengan, dan untuk semua pihak yang berkepentingan (stakeholder) tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan, sesuai dengan semangat kerahmatan semesta (rahmatan lil alamin).

KARAKTERISTIK

Prinsip Syariah pada akuntansi syariah memiliki karakteristik berikut ini:

  1. transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling ridha;
  2. prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik (thayib);
  3. uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan sebagai komoditas;
  4. tidak mengandung unsur riba;
  5. tidak mengandung unsur kezaliman;
  6. tidak mengandung unsur maysir;
  7. tidak mengandung unsur gharar;
  8. tidak mengandung unsur haram;
  9. tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value of money) karena keuntungan yang didapat dalam kegiatan usaha terkait dengan risiko yang melekat pada kegiatan usaha tersebut sesuai dengan prinsip al-ghunmu bil ghurmi (no gain without accompanying risk);
  10. transaksi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar serta untuk keuntungan semua pihak tanpa merugikan pihak lain sehingga tidak diperkenankan menggunakan standar ganda harga untuk satu akad serta tidak menggunakan dua transaksi bersamaan yang berkaitan (ta’alluq) dalam satu akad;
  11. tidak ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan (najasy), maupun melalui rekayasa penawaran (ihtikar); dan
  12. tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap (risywah)

SEJARAH PERKEMBANGAN 

Menurut Wiroso, perkembangan akuntansi syariah di Indonesia terbagi kedalam 3 fase yaitu:
  1. Fase sebelum tahun 2002, yaitu sejak pertama kali lembaga keuangan syariah pertama kali berdiri di Indonesia tahun 1992 hingga 2002 dimana lembaga keuangan syariah tidak memiliki standar akuntansi khusus untuk transaksi atau entitas syariah, sehingga masih mengacu pada standar akuntansi keuangan umum dan standar akuntansi syariah Internasional yaitu AAOIFI.
  2. Fase tahun 2002 hingga 2007, dimana IAI sebagai asosiasi profesi akuntansi di Indonesia melihat bahwa transaksi dan entitas syariah mulai berkembang pesat sehingga perlu diatur standar akuntansi untuk entitas syariah, maka diterbitkan PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah pada 1 Mei 2002. 
  3. Fase 2007 hingga sekarang, dimana perkembangan entitas syariah yang sangat pesat yang tidak hanya pada sektor perbankan, namun juga sektor lainnya, termasuk sektor sosial, maka pada tahun 2007, IAI secara khusus menerbitkan Standar Akuntansi Keuangan Syariah (SAK Syariah) yang secara penomoran dipisah dari SAK umum. SAK Syariah disusun oleh Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) - IAI, dan penomorannya dimulai dari 101. SAK Syariah berperan sebagai pelengkap dari pilar SAK di Indonesia dan dipakai untuk transaksi syariah. Hingga saat ini DSAS telah menerbitkan Kerangka Konseptual dan 12 PSAK serta 2 ISAK.

ASUMSI

Asumsi yang digunakan akuntansi syariah dalam penyusunan laporan keuangan syariah yaitu :
  1. Dasar Akrual, dimana pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian (dan bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar) dan diungkapkan dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan. Dasar akrual dikecualikan dalam penghitungan pendapatan untuk tujuan pembagian hasil usaha yang harus menggunakan dasar kas. Dalam hal prinsip pembagian hasil usaha berdasarkan bagi hasil, pendapatan atau hasil yang dimaksud adalah keuntungan bruto (gross profit).
  2. Kelangsungan Usaha, dimana laporan keuangan syariah disusun atas dasar asumsi kelangsungan usaha entitas syariah dan akan melanjutkan usahanya di masa depan.

KARAKTERISTIK KUALITATIF

Agar bernilai guna bagi pengambilan keputusan pengguna, laporan keuangan syariah harus memenuhi karaktristik kualitatif, yaitu:
  1. Dapat dipahami;
  2. Relevan;
  3. Keandalan, dan
  4. Dapat dibandingkan

LAPORAN KEUANGAN SYARIAH

Tujuan

Terdapat tiga tujuan utama laporan keuangan syariah, yaitu :
  1. Menyajikan informasi keuangan bagi pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi
  2. Menyajikan informasi kepatuhan terhadap prinsip syariah 
  3. Menyajikan informasi tanggungjawab sosial 

Komponen

Laporan keuangan syariah terdiri dari tiga komponen, yaitu:

(a) komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan komersial:
  1. laporan posisi keuangan;
  2. laporan laba rugi;
  3. laporan arus kas; dan
  4. laporan perubahan ekuitas.
(b) komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan sosial:
  1. laporan sumber dan penggunaan dana zakat; dan
  2. laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan.

(c) komponen laporan keuangan lainnya yang mencerminkan kegiatan dan tanggung jawab khusus entitas syariah tersebut. Seperti Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil di bank syariah.

Unsur - Unsur

Laporan keuangan syariah mencakup tujuh unsur yang meliputi empat unsur posisi keuangan dan tiga unsur kinerja keuangan. 

Unsur yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah aset, kewajiban, dana
syirkah temporer dan ekuitas. Pos-pos ini didefinisikan sebagai berikut:
  1. Aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh entitas syariah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan diperoleh entitas syariah.
  2. Kewajiban merupakan hutang entitas syariah masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya entitas syariah yang mengandung manfaat ekonomi.
  3. Dana syirkah temporer adalah dana yang diterima sebagai investasi dengan jangka waktu tertentu dari individu dan pihak lainnya dimana entitas syariah mempunyai hak untuk mengelola dan menginvestasikan dana tersebut dengan pembagian hasil investasi berdasarkan kesepakatan.
  4. Ekuitas adalah hak residual atas aset entitas syariah setelah dikurangi semua kewajiban dan dana syirkah temporer.
Sehingga dapat kita simpulkan persamaan akuntansi syariah adalah sebagai berikut:

ASET = KEWAJIBAN + DANA SYIRKAH TEMPORER + EKUITAS

Sedangkan unsur kinerja keuangan syariah terdiri dari tiga unsur yaitu penghasilan, hak pihak ketiga atas bagi hasil, dan beban.

  1. Penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal.
  2. Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer adalah bagian bagi hasil pemilik dana atas keuntungan dan kerugian hasil investasi bersama entitas syariah dalam suatu periode laporan keuangan. Hak pihak ketiga atas bagi hasil tidak bisa dikelompokan sebagai beban (ketika untung) atau pendapatan (ketika rugi). Namun, hak pihak ketiga atas bagi hasil merupakan alokasi keuntungan dan kerugian kepada pemilik dana atas investasi yang dilakukan bersama dengan entitas syariah
  3. Beban (expenses) adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aset atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal.
Sehingga persamaan akuntansi kinerja keuangan syariah adalah sebagai berikut:

LABA = PENGHASILAN - HAK PIHAK KETIGA ATAS BAGI HASIL - BEBAN


Semoga bermanfaat !

Terimakasih telah berkunjung ke blog Gustani.ID, Semoga bermanfaat !
EmoticonEmoticon