Audit atas Laporan Keuangan Bank Syariah


GUSTANI.ID - Menurut SA 200, dalam pelaksanaan suatu audit atas laporan keuangan, tujuan keseluruhan auditor adalah:

  1. Memeroleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan secara keseluruhan bebas dari kesalahan penyajian material, baik yang disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan, dan oleh karena itu memungkinkan auditor untuk menyatakan suatu opini tentang apakah laporan keuangan disusun, dalam semua hal yang material, sesuai dengan suatu kerangka pelaporan keuangan yang berlaku; dan
  2. Melaporkan atas laporan keuangan dan mengomunikasikannya sebagaimana yang diharuskan dalam SA, berdasarkan temuan auditor.
Dalam konteks Audit atas laporan keuangan Bank Syariah, terdapat beberapa pertimbangan khusus yang mesti dipahami oleh Auditor. Berikut ini akan dibahas terkait pertimbagan, ruang lingkup, kompetensi auditor, dan area kritikal dalam Audit Bank Syariah.

PERTIMBANGAN KHUSUS AUDIT BANK SYARIAH

1. Kerangka Pelaporan Keuangan Syariah

Kerangka Pelaporan Keuangan untuk entitas syariah mengacu pada Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (KDPPLKS). KDPPLKS merupakan pengaturan akuntansi yang memberikan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan atas transaksi syariah.

Berbeda dengan Kerangka Konseptual Pelaporan Keuangan (KKPK) pada SAK umum yang mengacu kepada transaksi konvensional, KDPPLK Syariah memberikan konsep dasar paradigma, asas transaksi syariah, dan karakteristik transaksi syariah.

Berdasarkan KDPPLKS, transaksi syariah berasaskan pada prinsip:
  1. Persaudaraan (ukhuwah);
  2. Keadilan (‘adalah);
  3. Kemaslahatan (maslahah);
  4. Keseimbangan (tawazun);
  5. Unversalisme (syumuliyah);
Beberapa karakteristik transaksi syariah yang disebutkan dalam KDPPLKS diantaranya:
  1. Tidak mengandung unsur riba;
  2. Tidak mengandung unsur kezaliman;
  3. Tidak mengandung unsur maysir;
  4. Tidak mengandung unsur gharar;
  5. Tidak mengandung unsur haram
  6. Tidak mengenal time value of money
  7. Tidak mengandung, rekayasa dan risywah
KDPPLKS juga menjadi acuan bagi auditor dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan disusun sesuai dengan prinsip akuntansi syariah yang berlaku umum.

2. Laporan Keuangan Syariah

Menurut PSAK 101, laporan keuangan Bank Syariah terdiri dari 8 jenis yang menggambarkan aspek komersil, aspek sosial, dan aspek kepatuhan syariah. Laporan keuangan bank syariah terdiri dari :
  1. Laporan Posisi Keuangan
  2. Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain
  3. Laporan Perubahan Ekuitas
  4. Laporan Arus Kas
  5. Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil
  6. Laporan Sumber dan Penyaluran Dana Zakat
  7. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan
  8. Catatan atas Laporan Keuangan

3. SAK Syariah

Dalam penyusunan Laporan Keuangan Bank Syariah serta kebijakan akuntansi yang digunakan selain mengacu pada SAK, juga harus mengacu pada SAK Syariah. SAK Syariah mengatur perlakuan akuntansi untuk transaksi - transaksi syariah digunakan oleh bank syariah. Auditor yang ditugaskan dalam audit bank syariah juga harus memiliki kompetensi terkait SAK Syariah. 


AUDITOR LAPORAN KEUANGAN BANK SYARIAH

Menurut regulasi OJK baik POJK maupun SEOJK, bahwa entitas di sektor jasa keuangan, termasuk bank syariah wajib menggunakan jasa AP dan KAP yang memenuhi 2 kriteria :
  1. Terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan; dan
  2. Memiliki kompetensi sesuai dengan kompleksitas usaha Pihak yang Melaksanakan Kegiatan Jasa Keuangan.
Berdasarkan SEOJK 36 tahun 2017, Kompetensi yang harus dimiliki bagi auditor yang melakukan audit atas Bank Syariah setidaknya minimal memenuhi 3 kompetensi berikut ini:

1. Sertifikasi

Program sertifikasi adalah program pendidikan bagi AP dalam rangka meningkatkan kompetensi dan pengetahuan di bidang jasa keuangan dan industri yang menggunakan jasa AP. Materi yang dicakup dalam program sertifikasi per sektor jasa keuangan adalah masing-masing sebanyak 16 (enam belas) satuan kredit profesi, meliputi:
  1. pengetahuan umum mengenai fungsi, tugas, dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan;
  2. pengetahuan mengenai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan yang terkait dengan AP, KAP, akuntansi, pengauditan, dan jasa yang dapat diberikan kepada Pihak yang Melaksanakan Kegiatan Jasa Keuangan; dan
  3. pengetahuan mengenai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kewajiban dari Pihak yang Melaksanakan Kegiatan Jasa Keuangan yang harus diungkapkan dalam laporan keuangan.

2. Sertifikasi Akuntansi Syariah

Program sertifikasi akuntansi syariah adalah program pendidikan bagi AP yang akan memberikan jasa bagi BUS dan BPRS dalam rangka meningkatkan pengetahuan akuntansi syariah. Materi yang dicakup paling sedikit mengenai standar akuntansi keuangan syariah. KAP yang memberikan jasa audit atas informasi keuangan historis tahunan kepada Bank Umum yang memiliki UUS harus memiliki paling sedikit 1 (satu) anggota tim audit yang memiliki sertifikat program sertifikasi akuntansi syariah. 

Program Ujian Sertifikasi Akuntansi Syariah (USAS) dikeluarkan oleh IAI yang mencakup 2 level yaitu level dasar dan level profesional. Bagi yang sudah dinyatakan lulus dalam program USAS berhak untuk menyandang gelar Sertifikasi Akuntansi Syariah (SAS). 

3. Pendidikan Profesional Berkelanjutan

Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL) adalah suatu pendidikan dan/atau pelatihan profesi bagi AP yang bersifat berkelanjutan dan bertujuan untuk menjaga kompetensi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundangundangan mengenai praktik akuntan publik. Materi yang dicakup dalam PPL meliputi pengetahuan mengenai peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan terkini, masing-masing sebanyak 5 (lima) satuan kredit pendidikan profesional berkelanjutan (SKP) setiap tahunnya untuk setiap sektor jasa keuangan. Sebagai contoh, AP yang terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan sektor Perbankan dan sektor Pasar Modal harus memenuhi kegiatan PPL sebanyak 10 (sepuluh) SKP setiap tahun, yaitu  5 (lima) SKP untuk sektor Perbankan dan 5 (lima) SKP untuksektor Pasar Modal. AP yang terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan mengikuti PPL mulai pada tahun terdaftar dengan jumlah SKP yang telah ditentukan.

RUANG LINGKUP AUDIT BANK SYARIAH

Dalam SEOJK 36 tahun 2017 tentang Tata Cara Penggunaan Jasa AP dan KAP dalam Kegiatan Jasa Keuangan dijelaskan tentang ketentuan ruang lingkup yang harus dimuat dalam perjanjian kerja. 

Ruang lingkup audit untuk Bank Umum atau Bank Umum Syariah (BUS) paling sedikit meliputi:
  1. Uji petik paling sedikit 70% (tujuh puluh persen) dari nilai nominal setiap jenis aset keuangan dan mencakup minimal 25 (dua puluh lima) debitur terbesar atau berdasarkan hasil komunikasi antara Otoritas Jasa Keuangan sektor Perbankan dengan AP;
  2. Penggolongan Kualitas Aset Produktif dan perhitungan Penyisihan Penghapusan Aset Produktif (PPAP) sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penilaian kualitas aset bank umum atau Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Penilaian Kualitas Aset Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah;
  3. Penilaian terhadap Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan mengenai penilaian kualitas aset bank umum atau Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Penilaian Kualitas Aset Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah;
  4. Penilaian terhadap rupa-rupa aset;
  5. Kewajaran transaksi dengan pihak-pihak berelasi maupun transaksi yang dilakukan dengan perlakuan khusus;
  6. Jumlah dan kualitas penyediaan dana kepada pihak terkait;
  7. Rincian pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) atau Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPD) sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai batas maksimum pemberian kredit bank umum, yang meliputi nama debitur, kualitas penyediaan dana, persentase, dan jumlah pelanggaran BMPK atau BMPD;
  8. Rincian pelampauan BMPK atau BMPD sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai batas maksimum pemberian kredit bank umum yang meliputi nama debitur, kualitas penyediaan dana, persentase, dan jumlah pelampauan BMPK atau BMPD;
  9. Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum atau Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum Syariah, untuk masing-masing risiko;
  10. Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum atau Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum Syariah;
  11. transaksi spot dan transaksi derivatif;
  12. Rasio Posisi Devisa Neto (PDN) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai posisi devisa neto bank umum;
  13. perhitungan sumber dan penyaluran dana zakat serta sumber dan penggunaan dana kebajikan (khusus BUS dan Unit Usaha Syariah (UUS);
  14. kewajaran perhitungan distribusi bagi hasil (khusus BUS dan UUS);
  15. keandalan sistem informasi pelaporan bank;
  16. hal-hal lain yang ditentukan berdasarkan hasil komunikasi Otoritas Jasa Keuangan dengan KAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 POJK AP dan KAP; dan
  17. hal-hal lain yang diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dan peraturan terkait akuntansi yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan antara lain Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI) dan Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI), termasuk catatan atas laporan keuangan.

Ruang lingkup audit untuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR) atau Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) paling sedikit meliputi:
  1. penilaian atas penggolongan kualitas aset produktif dan kecukupan penyisihan penghapusan aset produktif sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai kualitas aset produktif dan pembentukan penyisihan penghapusan aset produktif bank perkreditan rakyat atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penilaian kualitas aktiva bagi bank pembiayaan rakyat syariah, yang dibentuk BPR atau BPRS;
  2. penilaian terhadap aset lain-lain dan AYDA BPR atau BPRS sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan mengenai kualitas aset produktif dan pembentukan penyisihan penghapusan aset produktif bank perkreditan rakyat atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penilaian kualitas aktiva bagi bank pembiayaan rakyat syariah;
  3. kewajaran atas transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa maupun transaksi yang dilakukan dengan perlakuan khusus;
  4. jumlah dan kualitas penyediaan dana kepada pihak terkait;
  5. rincian pelanggaran BMPK atau BMPD sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peratuan perundang-undangan mengenai batas maksimum pemberian kredit BPR atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai batas maksimum penyaluran dana BPRS, yang meliputi nama nasabah, kualitas penyediaan dana, persentase, dan jumlah pelanggaran BMPK atau BMPD;
  6. rincian pelampauan BMPK atau BMPD yang meliputi nama nasabah, kualitas penyediaan dana, persentase, dan jumlah pelanggaran BMPK atau BMPD;
  7. perhitungan KPMM sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dan Pemenuhan Modal Inti Minimum BPR atau Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dan Pemenuhan Modal Inti Minimum BPRS;
  8. Loan to Deposit Ratio (LDR) bagi BPR atau Financing to Deposit Ratio (FDR) bagi BPRS;
  9. perbandingan jumlah kredit atau pembiayaan bermasalah terhadap total kredit atau total pembiayaan yang diberikan serta penyebab utamanya;
  10. Return on Asset (ROA) dan Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO);
  11. keandalan sistem informasi pelaporan BPR atau BPRS;
  12. hal-hal lain yang ditentukan berdasarkan hasil komunikasi Otoritas Jasa Keuangan dengan KAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 POJK AP dan KAP; da
  13. hal-hal lain yang diatur dalam SAK yang berlaku serta peraturan terkait akuntansi yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan antara lain Pedoman Akuntansi BPR atau Pedoman Akuntansi BPRS, termasuk catatan atas laporan keuangan.

ASPEK KEPATUHAN SYARIAH

Khusus untuk bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, ruang lingkup audit juga mencantumkan bahwa prosedur audit termasuk memperoleh bukti audit berupa pendapat dari dewan pengawas syariah mengenai ketaatan bank terhadap pelaksanaan prinsip syariah sebelum menerbitkan laporan audit atas laporan keuangan bank.

Dewan pengawas syariah memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan bank agar sesuai dengan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Perbankan Syariah. Sebagai bagian dari tugas pengawasan terhadap kegiatan bank agar sesuai dengan prinsip syariah, dewan pengawas syariah memberikan pendapat kepada AP dan KAP mengenai ketaatan bank terhadap pelaksanaan prinsip syariah.

Dalam mengeluarkan pendapat mengenai ketaatan bank terhadap pelaksanaan prinsip syariah, dewan pengawas syariah harus mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tugas dan peran dewan pengawas syariah. Pendapat dari dewan pengawas syariah tidak mempengaruhi AP dalam memberikan opini.

KOMUNIKASI DENGAN REGULATOR

Salah satu poin penting dalam proses audit sektor kauangan, termasuk Bank Syariah adalah keharusan untuk berkomunikasi dengan regulator yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK). POJK 13 tahun 2017 pasal 19 mengatur bahwa dalam rangka persiapan dan pelaksanaan audit atas informasi keuangan historis tahunan kepada Lembaga Jasa Keuangan, AP dan/atau KAP wajib melakukan komunikasi dengan Otoritas Jasa Keuangan.

Dalam komunikasi dengan Otoritas Jasa Keuangan AP dan/atau KAP dapat meminta informasi kepada Otoritas Jasa Keuangan mengenai Pihak yang Melaksanakan Kegiatan Jasa Keuangan yang akan diaudit; dan/atau Otoritas Jasa Keuangan dapat menginformasikan hal-hal yang perlu menjadi perhatian AP dan/atau KAP dalam rangka persiapan dan pelaksanaan audit.

AREA KRITIKAL

Area kritikal dalam audit laporan keuangan bank syariah diantaranya adalah:
  1. Kesesuaian pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan atas transaksi signifikan terhadap SAK yang berlaku
  2. Penilaian kualitas aset produktif sesuai dengan ketentuan POJK tentang Penilaian Kualitas Aset Produktif Bank Syariah
  3. Kecukupan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN)
  4. Riview atas kelengkapan dokumen dan kualitas pembiayaan yang diberikan
  5. Kewajaran imbal hasil DPK yang diberikan
  6. Kewajaran pengakuan pendapatan murabahah, ujrah ijarah, dan bagi hasil mudharabah/musyarakah
  7. Nilai wajar surat berharga syariah

PENGALAMAN AUDIT BANK SYARIAH

Alhamdulillah penulis memiliki pengalaman dalam proses audit laporan keuangan bank syariah baik Bank Umum Syariah (BUS) maupun Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) untuk tahun 2021 dan 2022 sebagai tenaga ahli akuntansi syariah di salah satu Kantor Akuntan Publik (KAP). 


Semoga bermanfaat !

Referensi:
  1. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/POJK.03/2017 tentang Penggunaan Jasa Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik dalam Kegiatan Jasa Keuangan
  2. SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 36 /SEOJK.03/2017 TENTANG TATA CARA PENGGUNAAN JASA AKUNTAN PUBLIK DAN KANTOR AKUNTAN PUBLIK DALAM KEGIATAN JASA KEUANGAN

Terimakasih telah berkunjung ke blog Gustani.ID, Semoga bermanfaat !
EmoticonEmoticon