Tanggung Jawab Akuntan Publik dalam Pelaporan Korporat

09 April 2020 - Meski ditengah wabah Covid-19, IAI Jawa Barat masih tetap menjalankan fungsi dan perannya, salah satunya menyelenggarakan PPL untuk para akuntan profesional. Karena tidak memungkinkan diadakan secara tatap muka langsung, maka PPL kali diadakan secara daring alias online menggunakan media ZOOM. Sangat menarik karena PPL Online ini diadakan marathon dengan 3 tema yang berbeda dengan nama PPL di Era Physical Distancing. Materi pertama tanggal 9 April 2020 tema Tanggung Jawab KAP & KJA dalam Pelaporan Korporat dengan pemateri Bapak Marisi P. Purba SE.,M.H.,Ak.,CA.,ASEAN CPA. Materi kedua tanggal 11 April 2020 dan Materi ketiga 16 April 2020. Saya alhamdulillah berkesempatan ikut yang PPL Pertama, lumayan nambah 2 SKP dan Free lagi...hehe

Pelaporan Korporat

Salah satu bentuk pelaporan korporat adalah Laporan Tahunan. Undang - Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseoran Terbatas pasal 66 menjelaskan terkait laporan tahunan PT.  Ayat 1 menjelaskan bahwa Direksi menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS setelah ditelaah oleh Dewan Komisaris dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku Perseroan berakhir. 

Di ayat 2 disebutkan sekurang-kurangnya 7 elemen laporan tahunan PT  adalah sebagai berikut :
  1. laporan keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca akhir tahun buku yang baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya, laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas, serta catatan atas laporan keuangan tersebut;
  2. laporan mengenai kegiatan Perseroan;
  3. laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan;
  4. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan usaha Perseroan;
  5. laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan Komisaris selama tahun buku yang baru lampau;
  6. nama anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris;
  7. gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris Perseroan untuk tahun yang baru lampau
Pasal 67 dijelaskan terkait ketentuan penandatanganan laporan tahunan sebagai berikut :
  1. Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) ditandatangani oleh semua anggota Direksi dan semua anggota Dewan Komisaris yang menjabat pada tahun buku yang bersangkutan dan disediakan di kantor Perseroan sejak tanggal panggilan RUPS untuk dapat diperiksa oleh pemegang saham.
  2. Dalam hal terdapat anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang tidak menandatangani laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang bersangkutan harus menyebutkan alasannya secara tertulis, atau alasan tersebut dinyatakan oleh Direksi dalam surat tersendiri yang dilekatkan dalam laporan tahunan.
  3. Dalam hal terdapat anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang tidak menandatangani laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tidak memberi alasan secara tertulis, yang bersangkutan dianggap telah menyetujui isi laporan tahunan.

Aspek Perdata Pelaporan Keuangan

Laporan keuangan yang disajikan harus berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan yang telah di audit oleh Akuntan Publik, sebagaimana dijelaskan pada Pasal 66 ayat (3) dan (4) :
(3) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan.
(4) Neraca dan laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a bagi Perseroan yang wajib diaudit, harus disampaikan kepada Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jika terjadi pelanggaran ketentuan perundangan-undangan terkait pelaporan keuangan akan dikenakan hukum perdata, sebagaimana dijelaskan Pasal 69 ayat (3) :
"Dalam hal laporan keuangan yang disediakan ternyata tidak benar dan/atau menyesatkan, anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan"
Artinya jika terjadi kerugian atas penyampaian laporan keuangan oleh direksi yang tidak benar atau menyesatkan, maka seluruh anggota direksi dan komisaris diwajibkan untuk bertanggungjawab. Hal ini dikenal dengan istilah Piercing the Corporate Veil. ‘pierce’ = merobek/mengoyak/menembus - ‘veil’ = tirai - ‘corporate’ = korporasi/perusahaan. 

Piercing the corporate veil merupakan suatu doktrin atau teori yang diartikan sebagai suatu proses untuk membebani tanggungjawab ke pundak orang atau perusahaan lain atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh suatu perusahaan pelaku (badan hukum) tanpa melihat fakta bahwa perbautan tersebut sebenarnya dilakukan oleh/atas nama perusahaan pelaku tersebut.

Manajemen sebagai pihak yang bertanggungjawab terhadap penyusunan laporan keuangan baru bisa dituntut jika ada stakeholder yang merasa dirugikan, serta ada unsur kesengajaan atau kelalaian dari manajemen untuk melakukan creative accounting.


Aspek Pidana Pelaporan Keuangan

Prinsip legalitas dalam hukum pidana: “Nullum Delictum Nulla Poena Sine Previa Lege Poenali” (Suatu perbuatan hanya dapat dipidana apabila perbuatan tersebut melanggar undang-undang yang mengatur pidana tersebut atau biasa juga disebut dengan asas legalitas)

Hukum pidana yang bisa dikenakan bagi pihak yang menyajikan laporan keuangan tidak benar mengacu pada UU KUHP Pasal 392 :
“Seorang pengusaha, seorang pengurus atau komisaris persero terbatas, maskapai andil Indonesia atau koperasi, yang sengaja mengumumkan daftar atau neraca tidak benar, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.”
Unsur-unsur subjektif : dengan sengaja (opzettelijk misdriff atau kejahatan yang dilakukan dengan sengaja).
Unsur-unsur objektif :

  1. pengusaha, pengurus atau komisaris,
  2. suatu perseroan terbatas, maskapai bangsa Indonesia dengan saham atau perkumpulan koperasi,
  3. mengumumkan suatu daftar atau neraca tidak benar. 

Siapa saja yang bisa dipidana ?

Menurut Pasal 55 KUHP pihak yang bisa ikut dipidanakan :
  1. Pelaku (pleger),
  2. Yang menyuruh melakukan (doen pleger),
  3. Turut serta melakukan (medepleger),
  4. Menganjurkan orang lain melakukan (uitlokker).

Pasal 56 KUHP:
  1. Memberikan bantuan pada pelaku (medeplictiger),
  2. Memberikan kesempatan, sarana atau keterangan (medeplictiger).




Berdasarkan penjelasan ini maka dapat dikatakan seorang akuntan yang bekerja di KAP atau KJA juga bisa dikenakan hukum baik perdata atau pidana jika terlibat dalam penyajian laporan keuangan yang tidak benar atau menyesatkan.

Prinsip Kerahasiaan Akuntan

Kode Etik Profesi AP:
140.1
Kerahasiaan
Prinsip kerahasiaan mewajibkan semua Akuntan Publik atau CPA untuk tidak melakukan hal berikut:
a) Mengungkapkan kepada pihak luar kantor atau entitas pemberi kerja informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh dari suatu hubungan profesional dan hubungan bisnis tanpa diberikan kewenangan yang memadai dan spesifik, kecuali jika terdapat kewajiban secara hukum atau hak profesional untuk mengungkapkannya, dan
b) Menggunakan informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh dari suatu hubungan profesional dan hubungan bisnis untuk keuntungan pribadi atau pihak-pihak ketiga”

140.7
Berikut ini adalah keadaan-keadaan ketika Akuntan Publik atau CPA diwajibkan atau dapat diwajibkan untuk mengungkapkan informasi rahasia atau ketika pengungkapan dianggap tepat:
a. Pengungkapan diijinkan oleh hukum dan disetujui oleh klien atau pemberi kerja tersebut,
b. Pengungkapan yang diharuskan oleh hukum, sebagai
contoh:
i. Penyampaian dokumen-dokumen atau bukti lain yang diwajibkan dalam proses peradilan; atau
ii. Pengungkapan kepada otoritas publik yang tepat atas terjadinya indikasi pelanggaran hukum….”

Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik:
(1). Akuntan Publik dan/atau Pihak Terasosiasi wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperolehnya dari klien.
(2). Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan apabila digunakan untuk kepentingan pengawasan oleh Menteri.
(3). Menteri wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperolehnya dari Akuntan Publik dan/atau Pihak Terasosiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.“

Pasal 170 ayat 1-2 KUHAP:
1) Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat diminta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka,
2) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut.”


Pasal 1909 KUH Perdata:
Semua orang yang cakap untuk menjadi saksi, wajib memberikan kesaksian di muka Hakim. Namun dapatlah meminta dibebaskan dari kewajiban memberikan kesaksian;
……(3). Siapa saja yang karena kedudukannya, pekerjaannya atau jabatannya diwajibkan undang-undang untuk merahasiakan sesuatu, namun hanya mengenai hal-hal yang dipercayakan kepadanya karena kedudukan, pekerjaan dan jabatannya itu.”


Pasal 322 ayat 1-2 KUHP:
1) Barang siapa dengan sengaja membuka sesuatu rahasia yang ia wajib menyimpannya oleh karena jabatan atau pekerjaannya baik yang sekarang maupun yang dahulu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 600,-
2) Jika kejahatan ini dilakukan terhadap seseorang yang tertentu maka ini hanya dituntut atas pengaduan orang itu.

Hak Verschoningsrecht 

Selama masa penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan Akuntan Publik masih memiliki verschoningsrecht (hak mengundurkan diri sebagai saksi) yang bersifat imperatif (pasal 170 ayat 1 KUHAP), namun jika sudah masuk tahap peradilan verschoningsrecht tidak berlaku (pasal 170 ayat 2 KUHAP). Hal ini tidak berlaku untuk kasus Tipikor (UU Tipikor).

Sanksi untuk Akuntan

1. Sanksi Administratif

Menteri berwenang mengenakan sanksi administratif kepada Akuntan Publik, KAP, dan/atau cabang KAP atas pelanggaran ketentuan administratif” (Pasal 53 UU Akuntan Publik)

Sanksi Administratif Akuntan Publik berdasarkan Pasal 53 ayat 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik (UU Akuntan Publik):

  1. Rekomendasi untuk melakukan kewajiban tertentu
  2. Peringatan tertulis
  3. Pembatasan pemberian jasa kepada jenis entitas tertentu
  4. Pembatasan pemberian jasa tertentu
  5. Pembekuan izin
  6. Pencabutan izin
  7. denda

2. Pidana

Pasal 55 UU Akuntan Publik
Akuntan Publik yang:
a. melakukan manipulasi, membantu melakukan manipulasi, dan/atau memalsukan data yang berkaitan dengan jasa yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf j; atau
b. dengan sengaja melakukan manipulasi, memalsukan, dan/atau menghilangkan data atau catatan pada kertas kerja atau tidak membuat kertas kerja yang berkaitan dengan jasa yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) sehingga tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya dalam rangka pemeriksaan oleh pihak yang berwenang dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).”

Pasal 56 UU Akuntan Publik:
Pihak Terasosiasi yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Delik yang digunakan adalah delik materil, yaitu delik yang menitikberatkan pada akibat atau delik yang selesai dengan timbulnya akibat. 




DOWNLOAD MATERINYA DISINI



Terimakasih telah berkunjung ke blog Gustani.ID, Semoga bermanfaat !
EmoticonEmoticon