KDPPLKS : Paradigma, Asas, dan Karakteristik Transaksi Syariah


Paradigma Transaksi Syariah

(12). Transaksi Syariah berlandaskan pada paradigma dasar bahwa alam semesta dicipta oleh Tuhan sebagai amanah (kepercayaan illahi) dan sarana kebahagian hidup bagi seluruh umat manusia untuk mencapai kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual (al falah). 

(13). Paradigma dasar ini menekankan setiap aktivitas umat manusia memiliki akuntabilitas dan nilai illahiah yang menempatkan perangkat syariah dan akhlak sebagai parameter baik dan buruk, benar dan salahnya aktivitas usaha. Paradigma ini akan membentuk integritas yang membantu terbentuknya karakter tata kelolayang baik (good governance) dan disiplin pasar (market disciplin) yang baik. 

(14). Syariah merupakan ketentuan hukum Islam yang mengatur aktivitas umat manusia yang berisi perintah dan larangan, baik yang menyangkut hubungan interaksi vertikal dengan Tuhan maupun interaksi horisontal dengan sesama makhluk. Prinsip Syariah yang berlaku umum dalam kegiatan muamalah (transaksi syariah) mengikat secara hukum bagi semua pelaku dan stakeholder entitas yang melakukan transaksi syariah. Akhlak merupakan norma dan etika yang berisi nilai-nilai moral dalam interaksi sesama makhluk agar hubungan tersebut menjadi saling menguntungkan, sinergis, dan harmonis.

Asas Transaksi Syariah

15. Transaksi syariah berasaskan pada prinsip :
  • (a) persaudaraan (ukhuwah);
  • (b) keadilan ('adalah);
  • (c) kemaslahatan (mashlahah);
  • (d) keseimbangan (tawazun);
  • (e) universalisme (syumuliyah)
16. Prinsip persaudaraan (ukhuwah) esensinya merupakan nilai universal yang menata interaksi sosial dan harmonisasi kepentingan para pihak untuk kemanfaatan secara umum dengan semangat saling tolong menolong. Transaksi syariah menjunjung tinggi nilai kebersamaan dalam memperoleh manfaat (sharing economics) sehingga seseorang tidak boleh mendapat keuntungan di atas kerugian orang lain. Ukhuwah dalam transaksi syariah berdasarkan prinsip saling mengenal (ta’aruf), saling memahami (tafahum), saling menolong (ta’awun), saling menjamin (takaful), saling bersinergi dan beraliansi (tahaluf).

17. Prinsip keadilan (‘adalah) esensinya menempatkan sesuatu hanya pada tempatnya dan memberikan sesuatu hanya pada yang berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai posisinya. Implementasi keadilan dalam kegiatan usaha berupa aturan prinsip muamalah yang melarang adanya unsur:
  • (a) riba (unsur bunga dalam segala bentuk dan jenisnya, baik riba nasiah maupun fadhl);
  • (b) kezaliman (unsur yang merugikan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan);
  • (c) maysir (unsur judi dan sikap spekulatif);
  • (d) gharar (unsur ketidakjelasan); dan
  • (e) haram (unsur haram baik dalam barang maupun jasa serta aktivitas operasional yang terkait).
18. Esensi riba adalah setiap tambahan pada jumlah piutang yang dipersyaratkan dalam transaksi pinjam-meminjam uang serta derivasinya dan transaksi tidak tunai lainnya, seperti murabahah tangguh; dan setiap tambahan yang dipersyaratkan dalam transaksi pertukaran antar barang-barang ribawi termasuk pertukaran uang (money exchange) yang sejenis secara tunai maupun tangguh dan yang tidak sejenis secara tidak tunai.

19. Esensi kezaliman (dzulm) adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, memberikan sesuatu tidak sesuai ukuran, kualitas dan temponya, mengambil sesuatu yang bukan haknya dan memperlakukan sesuatu tidak sesuai posisinya. Kezaliman dapat menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat secara keseluruhan, bukan hanya sebagian; atau membawa kemudharatan bagi salah satu pihak atau pihak-pihak yang melakukan transaksi

20. Esensi maysir adalah setiap transaksi yang bersifat spekulatif dan tidak berkaitan dengan produktivitas serta bersifat perjudian (gambling).

21. Esensi gharar adalah setiap transaksi yang berpotensi merugikan salah satu pihak karena mengandung unsur ketidakjelasan, manipulasi dan eksploitasi informasi serta tidak adanya kepastian pelaksanaan akad. Bentuk-bentuk gharar antara lain:
  • (a) tidak adanya kepastian penjual untuk menyerahkan obyek akad pada waktu terjadi akad, baik obyek akad itu sudah ada maupun belum ada;
  • (b) menjual sesuatu yang belum berada di bawah penguasaan penjual;
  • (c) tidak adanya kepastian kriteria kualitas dan kuantitas barang/jasa;
  • (d) tidak adanya kepastian jumlah harga yang harus dibayar dan alat pembayaran;
  • (e) tidak adanya ketegasan jenis dan obyek akad;
  • (f) kondisi obyek akad tidak dapat dijamin kesesuaiannya dengan yang ditentukan dalam transaksi;
  • (g) adanya unsur eksploitasi salah satu pihak karena informasi yang kurang atau dimanipulasi dan ketidaktahuan atau ketidakpahaman yang ditransaksikan.
22. Esensi haram adalah segala unsur yang dilarang secara tegas dalam Al Quran dan As Sunah.

23. Prinsip kemaslahatan (mashlahah) esensinya merupakan segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan kolektif. Kemaslahatan yang diakui harus memenuhi dua unsur yakni kepatuhan syariah (halal) serta bermanfaat dan membawa kebaikan (thayib) dalam semua aspek secara keseluruhan yang tidak menimbulkan kemudharatan. Transaksi syariah yang dianggap bermaslahat harus memenuhi secara keseluruhan unsur-unsur yang menjadi tujuan ketetapan syariah (maqasid syariah) yaitu berupa pemeliharaan terhadap:
  • (a) akidah, keimanan dan ketakwaan (dien);
  • (b) akal (‘aql);
  • (c) keturunan (nasl);
  • (d) jiwa dan keselamatan (nafs); dan
  • (e) harta benda (mal).

24. Prinsip keseimbangan (tawazun) esensinya meliputi keseimbangan aspek material dan spiritual, aspek privat dan publik, sektor keuangan dan sektor riil, bisnis dan sosial, dan keseimbangan aspek pemanfaatan dan pelestarian. Transaksi syariah tidak hanya menekankan pada maksimalisasi keuntungan perusahaan semata untuk kepentingan pemilik (shareholder). Sehingga manfaat yang didapatkan tidak hanya difokuskan pada pemegang saham, akan tetapi pada semua pihak yang dapat merasakan manfaat adanya suatu kegiatan ekonomi.

25. Prinsip universalisme (syumuliyah) esensinya dapat dilakukan oleh, dengan, dan untuk semua pihak yang berkepentingan (stakeholder) tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan, sesuai dengan semangat kerahmatan semesta (rahmatan lil alamin).

26. Transaksi syariah terikat dengan nilai-nilai etis meliputi aktivitas sektor keuangan dan sektor riil yang dilakukan secara koheren tanpa dikotomi sehingga keberadaan dan nilai uang merupakan cerminan aktivitas investasi dan perdagangan.

Karakteristik Transaksi Syariah

27. Implementasi transaksi yang sesuai dengan paradigma dan asas transaksi syariah harus memenuhi karakteristik dan persyaratan berikut:
  • (a) transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling ridho;
  • (b) prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik (thayib);
  • (c) uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan perangkat nilai, bukan berfungsi sebagai komoditas;
  • (e) tidak mengandung unsur riba;
  • (f) tidak mengandung unsur kezhaliman;
  • (g) tidak mengandung unsur maysir;
  • (h) tidak mengandung unsur gharar;
  • (i) tidak mengandung unsur haram;
  • (j) tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value of money) karena keuntungan yang didapat dalam kegiatan usaha terkait dengan resiko yang melekat pada kegiatan usaha tersebut sesuai dengan prinsip al-ghunmu bil-ghurmi (no gain without accompanying risk);
  • (j) transaksi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar serta untuk keuntungan semua pihak tanpa merugikan pihak lain sehingga tidak diperkenankan menggunakan standar ganda harga untuk satu akad serta tidak menggunakan dua transaksi bersamaan yang berkaitan (ta'alluq) dalam satu akad;
  • (k) tidak ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan (najasy), maupun melalui rakayasa penawaran (ihtikar);
  • (l) tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap (risywah)
28. Transaksi syariah dapat berupa aktivitas bisnis yang bersifat komersial maupun aktivitas sosial yang bersifat nonkomersial. Transaksi syariah komersial dilakukan antara lain berupa: investasi untuk mendapatkan bagi hasil; jual beli barang untuk mendapatkan laba; dan atau pemberian layanan jasa untuk mendapatkan imbalan.

29. Transaksi syariah nonkomersial dilakukan antara lain berupa: pemberian dana pinjaman atau talangan (qardh); penghimpunan dan penyaluran dana sosial seperti zakat, infak, sedekah, wakaf, dan hibah.


Sumber : Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah - DSAS IAI (2007)

Terimakasih telah berkunjung ke blog Gustani.ID, Semoga bermanfaat !
EmoticonEmoticon