Apakah Produk Perbankan Syariah Dikenakan PPN ?

GUSTANI.ID - Salah satu isu perbankan syariah yang masih banyak diperbincangkan adalah terkait aspek perpajakan. Kenapa ? Karena, akad - akad yang melandasi produk perbankan syariah sangat beragam, berbeda dengan perbankan konvensional. Lantas apakah aspek perpajakan bank syariah dan bank konvensional juga berbeda ? Salah satu aspek pajak yang dikenakan di Indonesia adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 

Pada postingan sebelumnya sudah dibahas aspek PPh produk bank syariah. 

Pertanyaannya apakah produk perbankan syariah dikenakan PPN ? Untuk menjawab pertanyaan ini akan diuraikan dalam pembahasan berikut ini.

PPN atas Produk Penghimpunan Dana

Pasal 4A ayat (3) huruf d UU No. 42 Tahun 2009 (UU PPN) menyatakan bahwa jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu merupakan jenis jasa yang tidak dikenai PPN. Dengan demikian, kegiatan penghimpunan dana yang dilakukan oleh bank syariah, baik dengan menggunakan akad wadiah maupun mudharabah tidak dikenai PPN.

Penetapan jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas kelompokkelompok jasa sebagai berikut: d. jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi;

 

PPN atas Produk Penyaluran Dana 

Dari sisi produk pembiayaan, isu pajaknya lebih komplek, sebab menggunakan skema jual - beli, sewa - menyewa, serta kerja sama yang berbeda dengan produk bank konvensional yang hanya menggunakan skema pinjam meminjam.

Sebelum berlakunya UU No. 42 Tahun 2009, perbankan syariah di Indonesia menghadapi masalah perpajakan yang terkait dengan fasilitas pembiayaan murabahah yang diberikan kepada para nasabahnya. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak melihat pembiayaan murabahah sebagai dua transaksi jual-beli, yaitu transaksi jual-beli antara pemasok dengan bank, dan transaksi jual-beli antara bank dengan nasabah pemesan barang. Pandangan tersebut membuat Ditjen Pajak telah membebankan PPN dua kali pada transaksi murabahah, yaitu PPN untuk jual-beli antara pemasok dengan bank dan untuk jual-beli antara bank dengan nasabah.

Setelah berlakunya UU PPN terbaru, ketentuan mengenai dibebankannya dua kali PPN pada transaksi murabahah yang terdiri atas dua transaksi jual-beli telah diubah menjadi hanya dibebankan satu kali PPN. Perubahan ketentuan tersebut adalah sebagaimana termuat dalam Pasal 1A ayat (1) huruf h Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 yang berbunyi:
“Termasuk dalam pengertian penyerahan barang kena pajak adalah penyerahan barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dari pengusaha kena pajak kepada pihak yang membutuhkan barang kena pajak”. 
Sedangkan, penjelasan Pasal 1A ayat (1) huruf h tersebut berbunyi:
“Contoh: Dalam transaksi murabahah, bank syariah bertindak sebagai penyedia dana untuk membeli sebuah kendaraan bermotor dari Pengusaha Kena Pajak A atas pesanan nasabah bank syariah (Tuan B). Meskipun berdasarkan prinsip syariah, bank syariah harus membeli dahulu kendaraan bermotor tersebut dan kemudian menjualnya kepada Tuan B, berdasarkan UndangUndang ini, penyerahan kendaraan bermotor tersebut dianggap dilakukan langsung oleh Pengusaha Kena Pajak A kepada Tuan B.”
Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 4A ayat 3 huruf d UU PPN dijelaskan bahwa jasa pembiayaan berdasarkan prinsip syariah tidak dikenai PPN. Dengan demikian, kegiatan pembiayaan dengan prinsip jual-beli dan pembiayaan dengan prinsip sewa -menyewa dan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil yang dilakukan oleh bank syariah merupakan penyerahan jasa keuangan yang tidak terutang PPN.



Referensi :
1. UU PPN
2. e Book "Kajian Pengaturan Perpajakan dalam Perbankan Syariah" - KNKS

Terimakasih telah berkunjung ke blog Gustani.ID, Semoga bermanfaat !
EmoticonEmoticon