Mohamad Heykal, SE,M.Si 
FM-RC Jurusan Akuntansi Bina Nusantara University 
Dalam bagian pertama dari tulisan ini ditegaskan bahwa yang 
dimaksudkan dengan murabahah adalah jual beli barang pada harga asal 
dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dengan adanya murabahah 
maka  pihak penjual harus memberitahukan harga produk yang ia beli dan 
menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Ini merupakan 
konsep murabahah yang diakui secara internasional. Dalam makalahnya yang
 disampaikan di suatu diskusi tentang akuntansi dan keuangan syariah di 
Karachi, Mohamed Mohsin Ahmed juga menyatakan bahwa. Murabaha is a particular kind of sale where the seller discloses its cost and profit charged thereon. Meskipun
 begitu fakta yang ada membuktikan bahwa bank syariah di Indonesia 
banyak menerapkan konsep murabahah dalam bentuk pembiayaan murabahah, 
atau tamwil bil murabahah. Karena itulah ketika DSAS IAI mengeluarkan 
PSAK 102 tentang murabahah dimana dalam PSAK tersebut merujuk pada 
pengertian murabahah secara umum dan diterima dalam konsep fiqh 
muamalah, maka PSAK 102 tersebut menjadi banyak tidak diaplikasikan 
secara penuh oleh perbankan syariah, meskipun, meminjam istilah dari 
ketua DSAS IAI HM Jusuf Wibisana banyak akuntan public yang tidak 
menyampoaikan hal tersebut dalam laporan auditnya. Entitas syariah 
selama ini hanya menerapkan PSAK 102 sepotong-sepotong dan 
menggabungkanya dengan PSAK 55 tentang instrument keuangan yang hanya  
diambil pada bagian yang menguntungkan perusahaan .  Atas dasar itulah 
maka sebagai sebuah terobosan IAI mengeluarkan PSAK 102 revisi 2013. Ini
 untuk mengakomodasi konsep pembiayaan murabahah yang berbasis jual beli
 dan banyak dilakukan oleh bank syariah. Dalam rangka itu DSAS IAI 
meminta fatwa dari DSN. Maka keluarlah fatwa DSN MUI No 84 
/DSN-MUI/XII/2012 Tentang Metode Pengakuan Keuntungan Tamwil Bil 
Murabahah di lembaga keuangan syariah yang menyatakan  “ Pengakuan 
Keuntungan murabahah dalam bisnis yang dilakukan oleh para pedagang ( al
 tujjar ) yaitu secara proporsional boleh dilakukan selama sesuai dengan
 urf ( kebiasaan ) yang berlaku di kalangan para pedagang “. Fatwa ini, 
menurut Dewi Astuti, dalam perbincangannya dengan penulis dikeluarkan 
dalam rangka memberikan panduan bagi konsep pembiayaan murabahah atau 
tamwil bil murabahah yang selama ini banyak dilakukan oleh bank syariah 
di Indonesia. Selain itu dalam fatwa ini juga disebutkan bahwa “ 
pengakuan keuntungan al tamwil bil murabahah dalam bisnis yang dilakukan
 oleh lembaga keuangan syariah boleh dilakukan secara proporsional dan 
secara anuitas selama sesuai dengan urf ( kebiasaaan ) yang berlaku di 
kalangan LKS “. Yang terpenting dari fatwa ini adalah bagian terakhir 
dari fatwa tersebut yang menyatakan bahwa “ metode pengakuan keuntungan 
at tamwil bil murabahah yang ashlah ( bermanfaat ) dalam masa 
pertumbuhan LKS adalah metode anuitas “.
Dikarenakan menganut konsep anuitas, maka PSAK 102 revisi 2013 harus 
dilekatkan dengan PSAK lain yang menerapkan metode anuitas. PSAK 
tersebut adalah PSAK 50,55 dan juga PSAK 60. Bagaimana menerapakan PSAK 
102 ( revisi 2013 ) dan bagaimana perbedaannya dengan PSAK 102 sehingga 
LKS tidak salah menerapkan kedua PSAK tersebut? DSAS IAI telah 
memberikan panduan yang cukup sebagai berikut :
Pertama perlu dilihat posisi LKS sebagai penjual. Apabila ingin 
menerapkan PSAK 102 , maka sebagai penjual  LKS perlu memiliki beberapa 
persyaratan sebagai berikut : LKS memiliki resiko kepemilikan persediaan
 yang signifikan dimana di sana terdapat :
- Risiko perubahan harga persediaan
- Keusangan dan kerusakan persediaan
- Biaya pemeliharaan dan penyimpanan persediaan
- Resiko pembatalan pesanan pembelian secara sepihak.
Ke 4 karakter tersebut merupakan karakteristik dari LKS yang 
menerapkan murabahah secara murni, seperti yang banyak dilakukan oleh 
bank syariah dan LKS di kawasan Timur Tengah dan Afrika. Bila semua 
jawabannya adalah iya, maka PSAK yang diterapkan adalah PSAK 102. 
Sedangkan bila jawabannnya adalah tidak, maka PSAK yang diterapkan 
adalah PSAK 102 revisi 2013 yang dilekatkan dengan PSAK 50,55 dan 60. 
Penerapan PSAK  50,55 dan 60 ini dilakukan untuk pembiayaan murabahah 
yang terkait dengan adanya ketentuan berkaitan dengan asset keuangan 
dalam kategori pinjaman yang diberikan dan juga piutang. Selain itu 
juga  ditegaskan bahwa penerapan PSAK 102 dan PSAK 50,55 dan 60 ini 
bukan merupakan kebijakan akuntansi yang bersifat pilihan atau not 
policy option choice.
Meskipun begitu DSAS IAI sangat menyadari bahwa terdapat elemen dalam
 gabungan PSAK 50,55 dan 60 tersebut yang belum sesuai dengan 
karakteristik syariah. Karena itulah  dibuat serangkaian penyesuian 
yaitu  :
- Istilah Effective Interest Rate menjadi rate of return
- Effective Rate Of Return merupakan alokasi keuntungan murabahah yang tidak sama dengan rate of return dalam bank konvensional
- Ketika masa akad murabahah selesai tidak ada tambahan keuntungan murabahah karena keuntungan murabahah bersifat tetap
- Tidak ada off market interest rate.
Yang juga membedakan antara PSAK 102 dengan PSAK 102 revisi 2013 
adalah pada PSAK 102 tidak dilakukan pengaturan tentang  cadangan 
penurunan nilai. Sementara dalam penerapan awal PSAK 102 (2013 ) ini 
ditentukan penurunan nilai berdasarkan kondisi yang ada pada saat itu. 
Dan selisihnya yang terjadi diakui di saldo laba awal. Sementara jika 
penentuan penurunan nilai tersebut tidak dilakukan pada awal penerapan 
PSAK 50,55 dan 60, maka dilakukan pemisahan penurunan nilai yang berasal
 dari periode berjalan yang diakui di laba rugi dan periode sebelumnya 
yang diakui di saldo laba.
Berikut adalah contoh kasusnya :
Pada akhir tahun 20XO LKS melakukan transaksi murabahah secara 
tangguh dengan nasabah. Biaya perolehan persediaan murabahah adalah Rp 
100, margin murabahah Rp 50, dan angsuran Rp 30 per tahun selama 5 tahun
 yang dibayarkan pada setiap akhir tahun. Berikut adalah perlakuan 
akuntansi berdasarkan PSAK 102 dan PSAK 102 revisi 2013 :
Jurnal Berdasarkan PSAK 102 :
20X0
Piutang Murabahah 150
Persediaan 100
Margin Murabahah 50
20X1
Kas 30
Piutang Murabahah 30
Margin Murabahah tangguhan 10
Keuntungan Murabahah 10
Jurnal Tersebut berlaku hingga 20X5
Jika Menerapkan PSAK 102 revisi 213, dimana diterapkan PSAK 50,55 dan 60 adalah ( ERR adalah 15,24%.
Maka Jurnalnya adalah :
Tahun 20X0
Piutang Murabahah 150
Persediaan 100
Margin Murabahah 50
20X1 ( tahun Pertama )
Kas 30
Piutang Murabahah 30
Margin Murabahah 15,24
Keuntungan Murabahah 15,24
Tahun kedua ( 20X2)
Kas 30
Piutang Murabahah 30
Margin Murabahah 12,99
Keuntungan Murabahah 12,99
Pada akhirnya PSAK 102 ( 2013 ) ini merupakan usaha yang dilakukan 
oleh DSAS IAI dan dengan fatwa DSN MUI untuk memastikan operasional 
entitas syariah  yang selama ini berjalan dapat dilakukan dengan baik 
dan juga tidak bertentangan secara syariah serta entitas syariah 
memberlakukan PSAK tersebut secara penuh. Ini juga merupakan tantangan 
bagi entitas syariah. Meminjam tanggapan salah seorang anggota DSAS IAI ,
 Cecep Maskanul Hakim dari Direktorat Perbankan Syariah BI ( kini OJK ),
 yang sudah banyak berpengalaman melihat entitas syariah ( bank syariah )
 di negara lain, seperti Sudan, Pakistan, dan di kawasan Timur Tengah, 
maka entitas syariah harus memberlakukan prinsip akad fiqh muamalah ( 
bisnis )  syariah secara murni. Dan PSAK ini dapat menjadi salah satu 
jalan keluarnya.

Terimakasih telah berkunjung ke blog Gustani.ID, Semoga bermanfaat !
EmoticonEmoticon