Oleh : Mohamad Heykal
FM-RC Accounting & Finance Department
Binus University
Setelah melalui pembahasan yang cukup 
panjang, pada 13 November 2013 yang lalu, maka Ikatan Akuntan Indonesia 
telah meluncurkan PSAK 102 ( revisi 2013 ) tentang Murabahah. PSAK ini 
merupakan penyempurnaan dari PSAK 102 tentang murabahah yang diluncurkan
 pada tahun 2008. Sosialisasi tentang PSAK ini dilakukan di IAI pada 20 
Desember 2013. Sementara pembahasan Exposure Draftnya telah dilakukan 
pada 24 Oktober 2013. Apa yang menjadi perbedaan antara PSAK 102 tentang
 murabahah ( 2008 ) dengan PSAK 102 tentang murabahah ( revisi 2013 ) 
yang baru? Berikut adalah beberapa karakteristik berkaitan dengan konsep
 murabahah yang merupakan akad di bank syariah:
- Murabahah. Yang dimaksudkan dengan murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam murabahah, pihak penjual harus memberitahukan harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya.
- Murabahah. Menurut fatwa dari Dewan Syariah Nasional, yang dimaksudkan dengan murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga beliunya kepada pihak pembeli dan pembeli membayarnya denfan harga yang lebih tinggi sebagai laba.
- Sesuai dengan ketentuan yang ada dalam fatwa DSN MUI nomor 4 tahun 2000, ketentuan umum yang ada pada murabahah adalah sebagai berikut :
-Akad murabahah bebas riba
-barang yang diperdagangkan bukan barang yang diharamkan
-Bank membiayai sebagian atau seluruh pembelian barang
-bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri dan juga pembelian ini harus bebas riba
-bank menjual barang kepada nasabah dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya.
Dalam faktanya konsep ini banyak tidak dipergunakan oleh bank syariah di Indonesia. Hal ini terlihat dari fakta bahwa murabahah yang merupakan jual beli dilakukan oleh bank syariah dengan konsep pembiayaan murabahah (At Tamwil Bi Al Murabahah ). Karena itulah pada 21 Desember 2012, Dewan Syariah Nasional MUI mengeluarkan fatwa DSN MUI No 84 tentang Metode Pengakuan Keuntungan Tamwil Bi Al Murabahah di lembaga keuangan syariah, termasuk bank syariah dengan menyatakan :
- Pengakuan keuntungan murabahah dalam bisnis yang dilakukan oleh para pedagang, yaitu secara proporsional boleh dilakukan selama sesuai dengan urf ( kebiasaan ) yang berlaku di kalangan para pedagang.
- Pengakuan keuntungan Al Tamwil Bi al Murabahah dalam bisnis yanhg dilakukan oleh lembaga keuangan syariah boleh dilakukan secara proporsional dan secara anuitas selama sesuai dengan urf ( kebiasaaa ) yang berlaku di kalangan LKS
- Pemilihan metode pengakuan keuntungan Al Tamwil bi Al Murabahah pada LKS harus memperhatikan maslahah LKS bagi pertuimbuhan LKS yang sehat.
- Metode pengakuan keuntungan At-Tamwil Bi Al Murabahah yang ashlah ( bermanfaat ) dalam masa pertumbuhan LKS adalah metode anuitas
Terdapat alasan yang membuat PSAK 102 ( 
revisi 2013 ) ini dikeluarkan. Alasan yang pertama adalah bahwa konsep 
murabahah yang dilakukan oleh bank syariah di Indonesia sangat berbeda 
dengan akad murabahah yang dilakukan oleh bank syariah yang ada di 
negara lain. Akad murabahah yang berbasis ba’i  yang ada di negara lain 
merupakan murabahah dimana terdapat barang yang dimiliki oleh pembeli 
pertama yang akan bertindak sebagai penjual kedua. Ini peranan yang 
dilakukan oleh bank syariah.
Seperti diketahui bahwa konsep murabahah 
yang melakukan jual beli perlu ada syarat-syaratnya. Yang pertama adalah
 kepastian ketersediaan barang. Yang kedua adalah adanya ijab kabul yang
 dilakukan antara pihak penjual dan juga pihak pembeli, serta perlu 
adanya transparansi berkaitan dengan harga awal. Kemudian akan diikuti 
dengan adanya kesepakatan harga antara penjual dan pembeli. Kesepakatan (
 ijab dan kabul ) ini dapat dilakukan secara lisan dan juga dapat 
dilakukan secara tertulis. Ini merupakan syarat sah jual beli yang dapat
 diterima dalam syariah Islam. HM Jusuf Wibisana, ketua DSAS IAI dalam 
pernyataannya memberikan contoh jual beli di pasar secara jujur yang 
biasa dilakukan oleh kita sehari-hari. Dalam Islam, jual beli pada 
dasarnya harus memberikan manfaat bagi kedua belah pihak. Iniu merupakan
 konsep murabahah yang original. Sedikit berbeda dengan tamwil bil 
Murabahah yang merupakan pembiayaan murabahah dengan basis jual beli.
Dalam pembiayaan murabahah ini, diberikan 
contoh bila seorang nasabah ingin membeli mobil, maka nasabah tersebut 
akan mempergunakan konsep tamwil bil murabahah untuk mendapatkan mobil 
tersebut. Agar akad tersebut dapat terlaksana maka nasabah datang ke 
suatu bank syariah dan mengajukan pembiayaan berbasis murabahah. Di sini
 yang berlaku adalah pembiayaan dengan konsep tamwil bil murabahah. 
Dengan adanya konsep tamwil bil murabahah maka pembeli akhir 
menandatangani kontrak dengan bank syariah untuk mewakili dirinya dalam 
melakukan pembelian mobil. Tentunya setelah nasabah mengetahui jenis 
mobil yang akan dibelinya. Di sini bank syariah akan menerbitkan akad 
wakalah ( Perwakilan )  yang menyatakan bahwa bank syariah menyetujui 
untuk mewakili nasabah dalam melakukan pembelian mobil terhadap nasabah.
 Bank syariah dengan akad ini dianggap telah memiliki barang yang akan 
dijualnya lagi kepada nasabah pembiayaan murabahah selaku pembeli akhir 
dengan akad tamwil bil murabahah. Dengan akad ini maka kepemilikan bank 
syariah terhadap barang tersebut hanya sebentar. Di akad ini dapat 
dipastikan terjadi perbedaan harga. Akan tetapi ini bukan merupakan 
konsep time value of money Yang dilarang dalam syariah Islam dikarenakan
 ada underlying transaction yang mendasarinya. Dapat dicontohkan dengan 
pebnerbitan sukuk dimana terdapat underlying asset ( asset yang 
mendasari ), sepeerti sukuk ijarah, dimana selalu diikuti dengan asset 
yang mendasari penerbitan sukuk tersebut dan investor sukuk akan 
mendapatkan revenue dari asset tersebut. Hal ini juga terjadi pada akad 
tamwil bil murabahah.
Bagaimana dengan harga barang tersebut, pada
 saat dijual kembali kepada pembeli akhir ? Dalam hal ini berlaku konsep
 yang ada dalam fiqh muamalah, yaitu al waktu minast tsaman, atau waktu (
 masa ) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari harga. Hal ini 
diperbolehkan, dikarenakan terdapat kemungkinan perubahan harga di masa 
yang akan datang. Bila harganya sama maka pembeli akhir akan melakukan 
kezaliman kepada pihak pembeli pertama yang menjadi penjual kedua. 
Selain itu juga Islam menegaskan dalam muamalah untuk melakukan risk 
management dengan baik. Berbagai hal tersebut menjadi alasan 
dikeluarkannya PSAK 102 ( revisi 2013 ) tentang murabahah yang berusaha 
menyentuh praktek murabahah yang sering dilakukan oleh bank syariah. 
Sebelum PSAK ini dikeluarkan telah dikeluarkan dahulu Buletin Teknis No 9
 9 tentang penerapan metode anuitas dalam pembiayaan murabahah. Dalam 
point 6 di buletin teknis tersebut disebutkan tentang pembiayaan 
murabahah yang keuntungannya diakui secara anuitas didasarkan pada fakta
 bahwa pembiayaan murabahah merupakan penyediaaan dana oleh lembaga 
keuangan syariah yang disalurkan kepada nasabah dengan mekanisme jual 
beli. Bagaimana teknisnya? Lihat tulisan berikutnya ( bersambung )

Terimakasih telah berkunjung ke blog Gustani.ID, Semoga bermanfaat !
EmoticonEmoticon